KABARBURSA.COM– Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat tipis sebesar 0,74 persen ke level 7.166,06 pada akhir perdagangan pekan kemarin Jumat, 13 Juni 2025.
Meskipun menorehkan kinerja positif dalam sepekan, secara teknikal IHSG membentuk pola shooting star yang dikenal sebagai sinyal pelemahan atau bearish candle. Di tengah situasi geopolitik global yang terus memanas, pasar domestik masih berusaha bertahan.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, menjelaskan bahwa penguatan IHSG di awal pekan didorong oleh hasil pertemuan antara Amerika Serikat dan Tiongkok di London, yang berhasil menghasilkan kesepakatan kerangka kerja untuk gencatan perang dagang. IHSG bahkan sempat menyentuh posisi tertinggi mingguan di level 7.239,95. Namun, sentimen positif tersebut tidak berlangsung lama karena munculnya konflik baru yang lebih serius.
"Belum lama perang dagang reda, timbul konflik baru bukan perang tarif. Kali ini perang sungguhan. Pada 13 Juni 2025, Israel dalam Operation Rising Lion melancarkan serangan udara terbesar ke wilayah Iran dalam sejarah konflik kedua negara. IHSG pun terdampak," ujar Imam pada Senin, 16 Juni 2025.
Menurut dia, pekan ini 16 hingga 20 Juni 2025 akan menjadi krusial dengan dua agenda utama yang dicermati pelaku pasar.
Pertama adalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang diperkirakan masih akan mempertahankan Federal Funds Rate (FFR). Kedua, dan yang lebih mempengaruhi, adalah eskalasi konflik Israel dan Iran yang berpotensi menyeret negara-negara lain ke dalam pusaran perang, seperti Lebanon melalui Hezbollah, Suriah, dan kelompok Houthi di Yaman. Amerika Serikat pun diperkirakan akan semakin aktif secara militer.
IPOT memproyeksikan IHSG akan mengalami pelemahan pada pekan ini, dengan level support di 6.994 dan resistance di 7.239.
Sentimen eksternal yang penuh tekanan menyebabkan investor lebih berhati-hati, khususnya terhadap sektor yang terdampak langsung oleh fluktuasi harga komoditas global dan risiko geopolitik.
Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, dia merekomendasikan saham-saham dari sektor energi dan tambang yang berpeluang diuntungkan dari lonjakan harga komoditas, serta instrumen obligasi yang relatif lebih stabil.
PT Medco Energi Internasional Tbk atau dalam kode saham MEDC, perusahaan energi hulu terintegrasi, direkomendasikan beli dengan entry level di 1.400, target 1.500, dan stop loss jika turun di bawah 1.360. Kenaikan harga minyak global akibat kekhawatiran terhadap terganggunya jalur distribusi melalui Selat Hormuz menjadi katalis utama. Jalur ini merupakan rute vital yang dilalui sekitar 20 persen pasokan minyak dunia setiap harinya, dan sangat bergantung bagi negara-negara seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, dan Uni Emirat Arab.
PT Elnusa Tbk atau dalam kode saham ELSA, perusahaan jasa energi yang bergerak di bidang distribusi dan logistik migas, direkomendasikan beli saat breakout dengan level entry di 520, target harga di 545, dan stop loss jika turun di bawah 505. Kinerja ELSA diyakini akan terdorong seiring meningkatnya aktivitas dan harga migas global karena eskalasi konflik Timur Tengah yang mengancam stabilitas pasokan energi global.
PT Aneka Tambang Tbk atau dalam kode saham ANTM, emiten pertambangan logam milik negara yang fokus pada produksi emas, nikel, dan bauksit, juga direkomendasikan beli saat breakout dengan level entry di 3.350, target harga di 3.600, dan stop loss di bawah 3.240. Lonjakan permintaan terhadap emas sebagai aset lindung nilai atau safe haven menjadi faktor pendukung. Goldman Sachs memproyeksi harga emas dunia akan naik hingga 3.700 dolar AS per troy ounce pada akhir 2025, sementara Bank of America bahkan memproyeksikan kenaikan ke 4.000 dolar AS dalam 12 bulan ke depan, dengan konflik di Timur Tengah sebagai pendorong utama. Meski anak usahanya, PT Gag Nickel sedang terlibat kontroversi kerusakan lingkungan di Raja Ampat, Papua.
Selain saham, IPOT juga menyarankan diversifikasi portofolio ke instrumen pendapatan. Hal ini memungkinkan investor ritel memperoleh obligasi pemerintah dan korporasi dengan harga lebih kompetitif. Di tengah gejolak geopolitik, obligasi dengan durasi pendek dan rating investment grade menjadi pilihan menarik untuk menghindari volatilitas berlebih.
Beberapa pilihan yang direkomendasikan antara lain FR0059, FR0087, FR0091, FR0101, dan untuk sukuk negara PBS030. Sementara untuk obligasi korporasi, IPOT merekomendasikan IMFI05CCN3 dengan rating idAA- dan PPGD06ACN2 dengan rating idAAA.(*)