KABARBURSA.COM - Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, memaparkan terkait faktor-faktor yang bakal berdampak terhadap ekonomi global pada kuartal keempat atau akhir 2024 mendatang.
Helmi mengatakan, ada beberapa risiko yang perlu dipantau, salah satunya adalah faktor ketegangan geopolitik yang bisa berdampak pada harga minyak mentah dunia.
"Ketegangan geopolitik bisa memicu volatilitas harga minyak. Citi berpandangan, sebenarnya secara fundamental pasar minyak mentah dunia dalam kondisi over supply di mana pertumbuhan suplai lebih tinggi dibanding pertumbuhan demand," katanya kepada media di Jakarta, Rabu 22 Mei 2024.
Helmi juga bilang, ketegangan geopolitik bisa meningkatkan posisi spekulatif. Hal ini, kata dia, berpotensi memicu volatilitas harga minyak dan meningkatkan ekspetasi inflasi secara global.
Selain ketegangan geopolitik, faktor eksternal lainnya yang bisa mempengaruhi ekonomi global adalah pemilihan umum (pemilu) di Amerika Serikat yang dilaksanakan pada November 2024.
Helmi membeberkan, pemilu di Negeri Paman Sam itu bisa memicu penguatan dolar atau kenaikan dolar indeks. Kondisi ini disebabkan oleh dua faktor.
Yang pertama, jelas Helmi, potensi ekskalasi perang tarif antara Amerika Serikat dan China bisa memicu respon dari China berupa perlemahan nilai tukar yuan.
"Di mana nilai tukar yuan ini adalah jangkar bagi menentukan negara-negara emerging market. Lalu penyebab kedua adalah, apabila menjelang pemilu di Amerika Serikat, menguat wacana pengurangan pajak di Amerika Serikat," pungkasnya.
Sebelumnya pada 13 Mei 2024 lalu, Kabar Bursa memberitakan terkait penurunan harga minyak. Analis dari Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer menyatakan bahwa sentimen utama yang menyebabkan penurunan harga minyak adalah meredanya konflik di Timur Tengah dan fundamental pasar yang semakin menurun.
“Penurunan harga minyak yang cukup signifikan dapat diantisipasi karena konflik-konflik yang sebelumnya mempengaruhi pasokan minyak kini mereda. Hal ini diharapkan akan berdampak positif pada daya beli di masa mendatang, karena investor dapat memanfaatkan penurunan harga minyak ini untuk investasi,” jelas dia.
Fischer juga mencatat bahwa Macquarie, sebuah perusahaan riset investasi dan keuangan, memperkirakan harga minyak hingga paruh kedua tahun ini akan cenderung bearish. Pasokan minyak non-OPEC juga terus meningkat, sementara permintaan diproyeksikan meningkat sebagai akibat dari inflasi yang terus berlanjut.
Selain itu, pemangkasan prospek harga minyak oleh Energy Information Energy juga memberikan tekanan tambahan pada harga, dengan perkiraan harga Brent tahun 2024 dipangkas menjadi USD 87,79 per barel.
Dengan demikian, Fischer menyimpulkan bahwa situasi pasar saat ini menunjukkan kecenderungan penurunan harga minyak dalam beberapa waktu mendatang, dengan faktor-faktor geopolitik, fundamental pasar, dan perkiraan permintaan yang menjadi pemicu utama.
Cermat Potensi Ancaman
Pemerintah terus mengamati dengan cermat potensi ancaman yang mungkin muncul dari ketidakpastian ekonomi global, yang bisa memberikan dampak pada perekonomian dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, beberapa faktor ancaman global perlu diwaspadai. Di antaranya adalah situasi geopolitik yang tegang antara Rusia dan Ukraina yang belum mereda. Sementara itu, eskalasi konflik di Timur Tengah, khususnya ketegangan antara Israel dan Palestina yang terus berlanjut, ditambah dengan insiden serangan dari Iran ke Israel.
Selain itu, Airlangga juga menyoroti pertumbuhan ekonomi di Eropa yang masih stagnan, dengan kekhawatiran terbesar muncul dari meningkatnya kekuatan gerakan ekstrem kanan di beberapa negara Eropa.
“Kita lihat Belanda dan Prancis, dengan kemungkinan hasil pemilu yang mendorong ke arah kanan. Jerman juga menghadapi tantangan ekonomi yang serius, yang mungkin akan mempengaruhi ke arah politik yang lebih konservatif. Ini adalah hal yang perlu kita pantau,” ungkap Airlangga dalam seminar ekonomi di Kolese Kanisius, Jakarta, dikutip.
Meskipun demikian, Airlangga optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap kuat dan tahan banting. Keyakinan ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2024, yang mencapai 5,11 persen, melampaui kuartal IV 2023 yang sebesar 5,04 persen.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran 2024, serta adanya pemilihan umum yang menggerakkan konsumsi domestik.
Tenaga Kerja Baru
Selain itu, Indeks Manufaktur (PMI) Indonesia pada April 2024 mencapai 52,9, melampaui negara-negara seperti China (51,4), Korea Selatan (49,4), dan Malaysia (49).
Lebih lanjut, Airlangga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang kokoh tercermin dari peningkatan jumlah tenaga kerja baru, yang turut menurunkan tingkat pengangguran.
Pada Februari 2024, jumlah penduduk yang bekerja mencapai 142,18 juta jiwa, naik sebesar 3,5 juta dibandingkan dengan Februari 2023. Sementara itu, jumlah pengangguran saat ini mencapai 7,2 juta jiwa, turun sekitar 800 ribu dari tahun sebelumnya.
Tingkat pekerja formal domestik juga mengalami kenaikan menjadi 40,83 persen, naik sekitar 0,95 persen dari tahun sebelumnya yang berada di angka 39,88 persen.