KABARBURSA.COM - Keputusan Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 4,25 persen - 4,5 persen dalam rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada Rabu, 29 Januari 2025 menandai berakhirnya tren pemangkasan suku bunga yang telah terjadi sejak September 2024. Langkah ini diambil di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi yang meningkat setelah Donald Trump resmi kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pekan lalu.
Sejak menjabat kembali, Trump telah menandatangani ratusan perintah eksekutif terkait kebijakan perdagangan, imigrasi, dan deregulasi ekonomi. Salah satu pernyataan yang menjadi sorotan pasar adalah keinginannya agar The Fed segera menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, The Fed dalam keputusan terbarunya justru mengisyaratkan kehati-hatian, dengan menyatakan bahwa meskipun inflasi telah menurun dari puncaknya pada pertengahan 2022, angka tersebut masih berada di atas target 2 persen yang ditetapkan oleh bank sentral.
Laporan ekonomi terbaru menunjukkan bahwa inflasi di AS masih bertahan pada level yang relatif tinggi. Data indeks harga pilihan The Fed mencatat kenaikan menjadi 2,4 persen pada November 2024, tertinggi sejak Juli.
Sementara itu, inflasi inti yang tidak mencakup sektor makanan dan energi, tetap bertahan di 2,8 persen. Ini menunjukkan bahwa tekanan harga masih menjadi perhatian utama, sehingga bank sentral memilih untuk menunggu bukti lebih lanjut sebelum mempertimbangkan pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
Ketua The Fed Jerome Powell, dalam konferensi persnya menegaskan bahwa meskipun pasar tenaga kerja tetap kuat dan tingkat pengangguran stabil di level rendah, hal tersebut bukanlah penyebab utama inflasi. Ia menambahkan bahwa bank sentral membutuhkan bukti konkret baik berupa penurunan inflasi yang berkelanjutan atau pelemahan dalam pasar tenaga kerja sebelum membuat keputusan untuk menyesuaikan kebijakan moneternya.
Keputusan The Fed yang tidak memberikan kepastian terkait waktu pemangkasan suku bunga memicu respons negatif dari pasar saham. Indeks utama di Wall Street mengalami penurunan sesaat setelah pengumuman tersebut, dengan investor kini memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga baru akan terjadi pada pertengahan tahun.
Pasar keuangan saat ini mengantisipasi bahwa suku bunga akan dipertahankan hingga pertengahan 2025, dengan proyeksi suku bunga akhir tahun berada di kisaran 3,9 persen.
Ketegangan dengan Gedung Putih Meningkat
Di tengah perkembangan ini, ketegangan antara Gedung Putih dan bank sentral berpotensi meningkat. Trump secara terbuka menyatakan keyakinannya bahwa inflasi akan segera turun dan kembali menekan The Fed untuk memangkas suku bunga.
Namun, Powell menegaskan bahwa dirinya belum melakukan komunikasi dengan Trump sejak presiden tersebut dilantik kembali.
Secara makroekonomi, pertumbuhan ekonomi AS pada 2024 masih menunjukkan ketahanan, didorong oleh belanja konsumen yang kuat. Produk domestik bruto (PDB) kuartal keempat diproyeksikan tumbuh sebesar 2,3 persen secara tahunan, meskipun angka ini lebih rendah dari estimasi sebelumnya sebesar 3,2 persen. Pelemahan dalam investasi domestik swasta menjadi faktor utama di balik perlambatan pertumbuhan ekonomi ini.
Selain keputusan terkait suku bunga, rapat FOMC kali ini juga menandai perubahan dalam komposisi anggota pemilih. Tahun ini, selain Powell dan tujuh anggota dewan gubernur, terdapat empat presiden bank regional baru yang turut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, yaitu Austan Goolsbee dari Chicago, Alberto Musalem dari St. Louis, Susan Collins dari Boston, dan Jeffrey Schmid dari Kansas City.
Keputusan mempertahankan suku bunga diambil secara bulat oleh seluruh anggota FOMC, menandakan kesepakatan dalam pendekatan hati-hati terhadap kebijakan moneter AS ke depan.
Dengan kondisi politik yang dinamis dan prospek ekonomi yang masih penuh ketidakpastian, pasar kini akan mengamati data-data ekonomi selanjutnya, terutama rilis inflasi dan pertumbuhan tenaga kerja, untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai arah kebijakan moneter AS sepanjang 2025.
Harga Emas dan Minyak Global Melorot
Keputusan the Fed tidak hanya membuat Wall Street rontok, tetapi juga berpengaruh pada harga minyak global dan emas.
Diketahui, di sesi akhir perdagangan, emas spot turun 0,4 persen menjadi USD29.753,86 per ons. Sementara, emas berjangka Amerika Serikat ditutup naik 0,1 persen menjadi USD29.779,80 per ons.
Hal yang sama terjadi pada minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi patokan internasional. Brent ditutup merosot 91 sen atau 1,2 persen, menjadi USD76,58 per barel. Sedangkan patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate ikut anjlok USD1,15 atau 1,6 persen menjadi USD72,62 per barel. Angka setelmen terendah sejauh tahun ini.(*)