KABARBURSA.COM - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memperkirakan akan terjadi penurunan pagu anggaran di Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2025. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan, mengatakan penurunan ini diprediksi mencapai 10-20 persen dari tahun sebelumnya karena terpaan anggaran program makan bergizi gratis.
Misbah mengatakan anggaran sebesar Rp71 triliun untuk program besutan Prabowo Subianto itu terlalu besar, apalagi skema teknis pemberian makan bergizi gratis belum jelas.
"Program ini belum jelas akan diurus oleh kementerian mana, apakah akan dilakukan kementerian tersendiri atau lintas kementerian,” kata Misbah dalam keterangan tertulis FITRA yang diterima KabarBursa, Jumat, 28 Juni 2029.
Penetuan lembaga mana yang akan menggarap program makan bergizi gratis ini menjadi penting karena berkaitan dengan struktur kabinet presiden dan wakil presiden terpilih. Menurut Misbah, seharusnya program tersebut terlebih dahulu dilakukan uji publik agar tak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Berdasarkan simulasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Kemen PPN/Bappenas), program makan bergizi gratis membutuhkan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun untuk 20 ribu porsi pada tahun 2025.
Alokasi tersebut merupakan simulasi awal dari kebutuhan anggaran sebesar Rp185,2 triliun per tahun. Sasaran program makan bergizi gratis adalah siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA, dan pesantren sebanyak 80 juta pada 2029 untuk menangani stunting.
Masuk Akal Tapi Waswas
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah, sebelumnya menilai anggaran Rp71 triliun merupakan nilai yang paling masuk akal jika melihat postur APBN 2025.
“Makan Bergizi Gratis kalau mencermati yang disampaikan oleh Menko Perekonomian, Menkeu, dan gugus tugas transisi dari presiden terpilih sebesar Rp71 triliun itu menjadi harapan Banggar, jujur saja,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Juni 2024.
Namun, DPR sempat waswas dengan anggaran tahun depan yang kian membengkak akibat program Prabowo ini. Mereka menyoroti banyaknya program dan kebijakan yang mesti diakomodasi dalam Rancangan APBN 2025. Untuk menata kembali ruang fiskal di RAPBN 2025, DPR meminta pemerintah menajamkan kembali belanja prioritas tahun depan.
Said Abdullah menegaskan penajaman belanja prioritas itu diperlukan karena terlalu banyak program prioritas yang perlu diakomodasi dalam RAPBN 2025. Di sisi lain, ruang gerak fiskal pemerintah makin mendekati titik batas, bahkan tidak ada lagi “kemewahan” untuk menjalankan APBN ke depan.
Misbah menjelaskan, di tengah terbatasnya ruang APBN dan janji politik, pemerintah tentu akan mencari tambahan pendapatan agar program makan bergizi terealisasi. Salah satu opsi adalah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan mencari sumber pendapatan lain baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Saat ini, pemerintah sudah menerapkan Authomatic Adjustment 5 persen ke seluruh K/L, yang kemungkinan juga digunakan untuk program makan bergizi gratis. Ini hampir pasti akan diterapkan di tahun 2025 dengan persentasenya yang lebih besar. Padahal Authomatic Adjustment ini seharusnya digunakan pada saat kondisi negara genting karena ketidakstabilan global," jelas Misbah.
Peneliti FITRA, Gurnadi Ridwan, menambahkan selain masalah teknis dan pendanaan dalam persiapan program makan bergizi gratis, pemerintah perlu membuat mitigasi untuk mengatasi kebocoran anggaran dan konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ).
“Jangan sampai program makan siang gratis dijadikan bancakan dan bagi-bagi jatah saja, hal ini tentu akan berakibat pada efektivitas dan dampak program. Publik tentu tidak rela jika alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun banyak dihabiskan untuk administrasi, rapat, dan koordinasi saja, oleh sebab itu transparansi anggarannya harus jelas," kata Gurnadi.
Gurnadi juga memberikan catatan jika alokasi makan bergizi gratis masuk dalam pos cadangan yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Berdasarkan pengalaman FITRA, transparansi dan akuntabilitas anggaran di BUN relatif sulit diakses. Ada dua akses data yang pernah dilakukan FITRA ke BUN yaitu permohonan data anggaran program BBM Tertentu (JBT) Minyak Solar dan data anggaran Bansos Presiden, keduanya tidak bisa diakses karena alasan kerahasiaan dan keamanan negara.
"Jika masuk BUN, akan sulit dipantau, bahkan legislatif hanya tahu gambaran besarnya saja,”katanya.
Potensi Langgar UU
Persetujuan anggaran makan bergizi gratis memunculkan kekhawatiran bahwa program ini berpotensi melanggar undang-undang. Pengamat Ekonomi Salamudin Daeng mengatakan anggaran ini berpotensi melampaui batas defisit yang diatur dalam UU Keuangan Negara. “Jika defisit dipasang di 2,9 persen, pemerintah harus mengambil utang sekitar Rp600 triliun,” ujarnya kepada KabarBursa, Selasa, 25 Juni 2024.
Namun, masalah muncul ketika mempertimbangkan postur anggaran yang ketat. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, anggaran Rp71 triliun untuk makan siang bergizi sudah termasuk dalam defisit fiskal 2,29 sampai 2,82 persen. Meski demikian, risiko pelanggaran UU tetap ada jika defisit melampaui 3 persen.
Pemerintah dan DPR yakin defisit anggaran hanya akan mencapai 2,29 hingga 2,5 persen di pemerintahan awal Prabowo. Tetapi Salamudin ragu angka itu tidak melebar karena hitung-hitungan pemerintah soal angka Rp71 triliun tidak sesuai dengan realita anggaran makan satu orang dan jumlah pelajar yang ada. Dia menduga anggaran sebesar itu hanya diperuntukkan selama satu triwulan di tahun depan.
Salamudin mengatakan alokasi anggaran makan untuk satu pelajar sekitar Rp18.000 per hari. Jumlah ini dinilai lebih logis untuk kebutuhan gizi harian dibanding angka yang diproyeksikan pemerintah sebesar Rp15.000. Pemerintah menyebut ada sekitar 70,5 juta pelajar yang akan menerima makan bergizi gratis. Sementara Prabowo Subianto pernah mengatakan program unggulannya tersebut akan menyasar sebanyak 82,9 juta masyarakat Indonesia.
Jika setiap anak membutuhkan 15 ribu rupiah per hari, maka untuk 70,5 juta pelajar, kebutuhan harian akan mencapai sekitar Rp1,0575 triliun rupiah. Dalam sebulan, total kebutuhan mencapai sekitar Rp31,725 triliun, dan untuk setahun, diperkirakan mencapai sekitar Rp381,3 triliun.
Sementara jika anggaran yang dibutuhkan Rp18 ribu per pelajar per hari, maka kebutuhan harian akan mencapai sekitar Rp1,269 triliun. Dalam sebulan, total kebutuhan mencapai sekitar Rp38,07 triliun, dan untuk setahun, diperkirakan mencapai sekitar Rp456,84 triliun.
Anggaran sebesar Rp71 triliun yang dialokasikan untuk makan bergizi gratis sepanjang 2025 tentu menjadi pertanyaan, mengingat perhitungan yang mencatat kebutuhan yang jauh lebih besar. Nilai ini tentu membutuhkan tambahan anggaran program dan berdampak signifikan pada defisit fiskal.
Salamudin mengingatkan penambahan defisit di atas 3 persen akan melanggar undang-undang. Jika defisit triwulan berikutnya bertambah, pemerintah bisa melanggar UU karena defisit tidak boleh lebih dari 3 persen.(pin/*)