Logo
>

Gagal Berulang, Food Estate Masih Jadi Andalan Swasembada Pangan?

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Gagal Berulang, Food Estate Masih Jadi Andalan Swasembada Pangan?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dekan Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University, Sofyan Sjaf, mengkritisi kebijakan food estate yang terus diandalkan pemerintah untuk mencapai swasembada pangan, meskipun berkali-kali terbukti gagal. Ia menegaskan bahwa diskusi mengenai swasembada pangan bukanlah hal baru, tetapi telah berulang sejak puluhan tahun lalu tanpa hasil yang signifikan.

    "Ini adalah diskusi yang memang tidak hanya dibicarakan hari ini. Sepuluh tahun yang lalu, dua puluh tahun yang lalu, juga di hari yang sama dibicarakan terkait dengan swasembada pangan," ujar Sofyan dalam sebuah diskusi publik, di Jakarta Selatan, Kamis 30 Januari 2025.

    Sofyan mengungkapkan sejumlah proyek food estate yang gagal total dalam beberapa dekade terakhir. Misalnya, proyek lahan gambut di Kalimantan Tengah pada 1996 yang menargetkan pembukaan 1.457.100 hektare, tetapi hanya 48 hektare yang terealisasi. Kemudian di Bulungan, Kalimantan Timur, pada 2011, dari luas 2.981.221 hektare, hanya 5 hektare yang berhasil.

    Kegagalan serupa juga terjadi di Merauke, Papua, pada 2013. Dari 1,23 juta hektare yang direncanakan, hanya 400 hektare yang berjalan. Sementara di Ketapang, Kalimantan Barat, pada 2012, dari total potensi lahan sebesar 896.196 hektare, hanya 10.000 hektare yang dibuka, dan yang bertahan hanya 104 hektare.

    Kendati demikian, pemerintah mengklaim produksi padi pada Januari-Maret 2025 diprediksi naik hingga 50 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kenaikan produksi padi sebesar 50 persen pada Januari 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan juga diperkirakan mencapai 49 persen pada Februari serta 51 persen pada Maret 2025.

    Seiring meningkatnya produksi padi, harga beras diharapkan menurun, memberikan dampak positif bagi masyarakat. Saat ini, harga gabah di 70 persen provinsi di Indonesia berada di bawah harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp6.500 per kilogram.

    Namun, melihat kegagalan berulang program food estate, Sofyan pun mempertanyakan apakah peningkatan produksi ini benar-benar mencerminkan keberhasilan strategi ketahanan pangan pemerintah, atau justru hanya lonjakan sesaat tanpa solusi jangka panjang.

    "Pertanyaannya adalah, apakah food estate tetap menjadi sebuah pendekatan untuk swasembada pangan? Atau adakah pendekatan lain yang bisa benar-benar menyejahterakan petani?" tanya Sofyan.

    Sebagai Bagian Strategi

    Meski begitu, pemerintah tetap melanjutkan program ini dengan menetapkan tiga wilayah utama untuk pengembangannya. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan bahwa proyek food estate akan difokuskan di Kalimantan, Sumatera, dan Papua sebagai bagian dari strategi menuju swasembada pangan nasional.

    Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menegaskan bahwa proyek ini akan berjalan secara bersamaan di ketiga wilayah tersebut.

    Food estate tidak digeser dari Kalimantan Tengah ke Merauke. Kalimantan Tengah tetap jalan, Merauke tetap jalan. Kenapa? Karena untuk mencapai swasembada pangan memang kita butuh Kalimantan, Merauke, dan juga Sumatera,” ujar Nusron dalam acara media gethring capaian akhir tahun kementerian ATR/BPN, di Jakarta, Selasa 31 Desember 2024.

    Menurut Nusron, kebutuhan lahan untuk mencapai swasembada pangan mencapai sekitar 1,6 juta hektare. Ia juga mengungkapkan bahwa setiap tahun banyak sawah di Jawa dan Sumatera mengalami koreksi akibat permohonan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) dan perubahan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).

    “Rata-rata setiap tahun di Jawa dan Sumatera terkoreksi plus minus antara 100 ribu sampai 150 ribu hektare per tahun. Ini harus diganti,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Nusron menjelaskan bahwa kebutuhan lahan ini tidak hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk lima tahun ke depan.

    “Kalau asumsinya lima tahun mendatang setiap tahunnya terkoreksi 100 ribu sampai 150 ribu hektare, kan perlu tambahan lagi. Kalau yang di Pulau Jawa terus terkoreksi, ya tetap nanti tidak bisa swasembada pangan,” paparnya.

    Dia menegaskan bahwa kebutuhan lahan untuk pangan harus seimbang dengan kebutuhan lahan untuk perumahan dan hilirisasi.

    “Manusia butuh lahan, butuh papan, tapi manusia juga butuh pangan. Kalau semua dipakai ke rumah, tidak ada buat pangan, ke depan masyarakat makan apa?” tandas Nusron.

    Kejutan Besar Pemerintah

    Presiden Prabowo Subianto optimistis Indonesia akan mencapai swasembada pangan lebih cepat dari target yang telah ditetapkan. Presiden RI ke-8 itu menyebut bahwa capaian ini akan menjadi salah satu kejutan besar pemerintahannya.

    “Saya kira secara garis besar target kita makin jelas. Swasembada pangan kita jalankan 4 tahun, tapi ternyata kita akan kaget, sebelum 4 tahun kita akan swasembada pangan,” ujar Prabowo dalam pidatonya di Musyawarah Nasional Konsolidasi Persatuan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di The Ritz-Carlton, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.

    Selain swasembada pangan, Prabowo juga menyoroti pentingnya kemandirian energi sebagai salah satu agenda besar pemerintah.

    Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan secara signifikan. “Swasembada energi juga. Tidak banyak negara yang punya energi terbarukan yang utuh dan substansial,” tambahnya.

    Lebih jauh, Prabowo menekankan bahwa pemerintah akan melakukan investasi besar-besaran di berbagai sektor untuk mendorong pencapaian tersebut. Namun, ia meminta masyarakat bersabar, mengingat dirinya baru memimpin selama tiga bulan.

    “Saya baru 3 bulan, sabar sedikit. Bulan ke-5, baru dirasakan. Ini bukan business as usual. Kita akan lari,” ujarnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.