KABARBURSA.COM - PT Tri Banyan Tirta Tbk (Perseroan) dengan kode saham ALTO, tengah menghadapi permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Citra Global Ekspresindo, dengan nomor perkara 276/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN Niaga Jkt.Pst. Permohonan ini muncul terkait adanya tunggakan kewajiban Perseroan sebesar Rp249.750.000 yang telah jatuh tempo sejak Desember 2021.
Dalam keterbukaan informasi yang diberikan kepada Bursa Efek Indonesia, PT Tri Banyan Tirta Tbk menjelaskan bahwa PT Citra Global Ekspresindo merupakan salah satu supplier yang bekerja sama dengan Perseroan. Adanya tunggakan ini menjadi dasar dari permohonan PKPU yang diajukan pada tanggal 12 September 2024.
Manajemen PT Tri Banyan Tirta Tbk mengakui bahwa likuiditas perusahaan saat ini berada dalam kondisi yang cukup ketat. Meski demikian, perusahaan telah menerapkan langkah-langkah efisiensi dalam pengaturan arus kas guna memastikan kelancaran operasional perusahaan. Perseroan berupaya mempertahankan stabilitas kegiatan usaha meskipun dihadapkan pada kondisi keuangan yang menantang.
Analisa Kewajiban Terhadap Pemohon PKPU
PT Citra Global Ekspresindo merupakan salah satu mitra bisnis penting bagi Perseroan. Namun, sejak Desember 2021, Perseroan mengalami keterlambatan pembayaran dengan jumlah kewajiban yang mencapai Rp249.750.000. Kendati demikian, jika dibandingkan dengan ekuitas Perseroan, nilai kewajiban tersebut tidak dianggap material oleh manajemen.
Menanggapi permohonan PKPU ini, PT Tri Banyan Tirta Tbk menyatakan tengah melakukan upaya negosiasi yang bersifat kekeluargaan dengan PT Citra Global Ekspresindo. Perseroan berharap dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak tanpa perlu melanjutkan proses hukum yang lebih lanjut.
Selain perkara ini, PT Tri Banyan Tirta Tbk juga terlibat dalam beberapa perkara PKPU lainnya, termasuk perkara nomor 239/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN Niaga Jkt.Pst, yang diajukan oleh Demitri Tjandra. Namun, permohonan ini telah dicabut oleh pemohon.
Sementara itu, dua perkara lainnya, yaitu nomor 262/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN Niaga Jkt.Pst dan 263/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN Niaga Jkt.Pst, yang melibatkan PT Surindo Teguh Gemilang dan PT Citra Global Karya, saat ini masih dalam tahap negosiasi.
Penegasan Keterbukaan Informasi
Manajemen Perseroan menegaskan bahwa tidak ada informasi atau fakta material lain yang belum diungkapkan kepada publik. Perseroan berkomitmen untuk terus memberikan informasi terkini terkait perkembangan perkara dan kondisi keuangan perusahaan melalui situs web OJK dan Bursa Efek Indonesia.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, PT Tri Banyan Tirta Tbk berharap dapat menyelesaikan persoalan ini secepat mungkin dan melanjutkan kegiatan operasionalnya dengan stabil. Perseroan juga berkomitmen untuk menjaga hubungan baik dengan para mitra bisnis guna mendukung kelangsungan usaha.
Kinerja Keuangan
Pada pertengahan tahun 2024, PT Tri Banyan Tirta Tbk (ALTO) mengalami tantangan finansial yang signifikan, sebagaimana terlihat dari berbagai metrik kinerja keuangan yang dianalisis berdasarkan pendekatan investasi ala Warren Buffett. Pendekatan Buffett menitikberatkan pada kualitas bisnis, profitabilitas, serta valuasi saham yang mencerminkan nilai intrinsik jangka panjang, bukan hanya pergerakan harga pasar.
Likuiditas dan Profitabilitas
Berdasarkan data yang tersedia, kondisi likuiditas perseroan menunjukkan tekanan yang cukup besar. Rasio lancar perusahaan berada di level 0,75, di bawah standar ideal yang biasanya berkisar di angka 1 atau lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PT Tri Banyan Tirta Tbk kesulitan memenuhi kewajiban jangka pendeknya, yang turut didukung oleh rasio cepat yang jauh lebih rendah, yakni hanya 0,24.
Dari segi profitabilitas, perusahaan berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Margin laba bersih berada di angka -52,91 persen pada kuartal kedua tahun 2024, yang menunjukkan kerugian bersih yang sangat besar. Secara TTM (Trailing Twelve Months), perusahaan mencatat kerugian bersih sebesar Rp30 miliar, dengan pendapatan sebesar Rp181 miliar.
Warren Buffett biasanya menghindari perusahaan dengan kinerja profitabilitas yang buruk seperti ini, terutama jika perusahaan gagal menghasilkan laba bersih dalam beberapa tahun terakhir.
Valuasi dan Rasio Keuangan
Dalam pendekatan Buffett, rasio valuasi seperti Price to Earnings (P/E) dan Price to Book Value (P/B) menjadi acuan penting. PT Tri Banyan Tirta Tbk saat ini mencatatkan P/E TTM sebesar -1.23, yang berarti perusahaan merugi. Selain itu, rasio harga terhadap nilai buku (P/B) berada di angka 0.12, menandakan bahwa saham perusahaan ini diperdagangkan jauh di bawah nilai bukunya.
Sementara rasio P/B yang rendah dapat menarik perhatian investor nilai, Buffett cenderung fokus pada kualitas bisnis, dan dalam kasus ini, kinerja operasional yang buruk serta tingginya tingkat utang menjadi tanda bahaya.
Beban Utang dan Leverage
Pendekatan Buffett juga menghindari perusahaan dengan beban utang yang tinggi. PT Tri Banyan Tirta Tbk memiliki rasio utang terhadap ekuitas sebesar 1,43, dengan total utang sebesar Rp458 miliar. Leverage perusahaan yang mencapai 3,02 kali memperlihatkan ketergantungan yang besar pada pembiayaan utang, yang berpotensi memperburuk kondisi keuangan di tengah ketatnya likuiditas dan turunnya pendapatan.
Return on Equity dan Kapitalisasi Pasar
Dari segi efektivitas manajemen, perusahaan mencatatkan Return on Equity (ROE) sebesar -7,80 persen. Buffett sangat memperhatikan ROE sebagai indikator kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham. ROE negatif menunjukkan bahwa PT Tri Banyan Tirta Tbk mengalami kerugian dari ekuitasnya, suatu kondisi yang tidak ideal bagi investasi jangka panjang.
Selain itu, kapitalisasi pasar perusahaan berada di angka Rp37 miliar, yang terbilang sangat kecil jika dibandingkan dengan perusahaan besar yang biasanya menjadi incaran Buffett. Ini menambah risiko volatilitas dan ketidakstabilan harga saham.
Penilaian Berdasarkan Pendekatan Buffett
Secara keseluruhan, jika melihat kinerja keuangan PT Tri Banyan Tirta Tbk melalui kacamata Warren Buffett, saham perusahaan ini tidak masuk dalam kriteria perusahaan yang layak untuk diinvestasikan. Buffett lebih memilih perusahaan dengan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, rasio profitabilitas yang baik, serta beban utang yang terkendali.
Dalam kasus ini, dengan kondisi keuangan yang sedang tertekan, beban utang yang tinggi, dan kinerja profitabilitas yang buruk, saham ini tampaknya tidak sejalan dengan filosofi investasi nilai ala Buffett.(*)