KABARBURSA.COM - Harga emas global kembali melanjutkan tren penurunan untuk sesi keempat berturut-turut pada Rabu, 13 November 2024 waktu setempat atau Kamis, 14 November 2024 dini hari WIB.
Pelemahan ini dipicu oleh penguatan dolar AS dan peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (US Treasury), seiring laporan bahwa harga konsumen (CPI) di Amerika naik sesuai dengan ekspektasi pasar.
Pada perdagangan spot, harga emas turun 0,7 persen menjadi USD2.580,39 per ons, setelah sempat mencapai level terendah hampir dua bulan pada awal sesi. Sementara itu, harga emas berjangka Amerika Serikat juga ditutup melemah sebesar 0,8 persen, menjadi USD2.586,50 per ons.
Menurut laporan dari Reuters, beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan harga emas ini adalah penguatan indeks dolar AS dan peningkatan imbal hasil obligasi 10 tahun.
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang mata uang utama dunia, berada di dekat level tertingginya dalam tujuh bulan terakhir.
Penguatan dolar ini mengurangi daya tarik emas bagi investor yang menggunakan mata uang selain dolar, karena harga emas menjadi lebih mahal. Selain itu, imbal hasil obligasi 10 tahun Amerika Serikat juga mencatat kenaikan, yang semakin membebani harga emas.
“CPI (indeks harga konsumen) naik sesuai dengan ekspektasi sehingga memberikan dampak beragam pada harga emas. Spekulasi pasar terhadap potensi penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan The Fed bulan Desember, meningkat,” kata seorang analis dari MarketPulse Zain Vawda.
Data dari Departemen Tenaga Kerja Amerika menunjukkan bahwa inflasi terus meningkat, meskipun lajunya melambat dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.
CPI naik 0,2 persen pada bulan Oktober, sesuai dengan ekspektasi pasar. Dalam setahun terakhir, CPI mencatat kenaikan 2,6 persen hingga Oktober, setelah naik 2,4 persen pada bulan September.
CPI inti, yang tidak memperhitungkan makanan dan energi, naik 0,3 persen untuk bulan ketiga berturut-turut dan mencatatkan kenaikan tahunan sebesar 3,3 persen.
Meski inflasi tetap berada di atas target Federal Reserve, data tersebut masih memberikan ruang bagi pasar untuk berspekulasi mengenai kemungkinan penurunan suku bunga pada pertemuan Desember mendatang.
Alat prediksi suku bunga CME Group, FedWatch Tool, menunjukkan bahwa probabilitas penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin telah meningkat menjadi 82 persen dari sekitar 58 persen sebelum data CPI dirilis.
Potensi Pemulihan Harga Emas
Meskipun ekspektasi pemotongan suku bunga Federal Reserve menguat, beberapa analis masih memperkirakan bahwa harga emas bisa mengalami pemulihan sementara.
Vawda memprediksi, dalam jangka pendek, harga emas berpotensi naik kembali ke level USD2.650 per ons sebelum mungkin turun lagi setelahnya. Prospek harga emas masih terpengaruh oleh berbagai faktor, termasuk pernyataan dari pejabat bank sentral dan data ekonomi penting lainnya yang akan dirilis dalam beberapa hari ke depan.
Indeks Harga Produsen (PPI) Amerika dan data klaim pengangguran mingguan akan dirilis pada Kamis, sementara data penjualan ritel akan menyusul pada hari Jumat, 15 Oktober 2024 waktu setempat.
Selain itu, pidato dari Chairman Federal Reserve Jerome Powell dan beberapa pejabat bank sentral lainnya juga diantisipasi oleh para pelaku pasar untuk mencari petunjuk lebih lanjut terkait kebijakan moneter ke depan.
Potensi Tembus Rp1,55 Juta per Gram dan USD3.100 per Ons
Sementara itu, harga emas dalam negeri diprediksi terus mengalami kenaikan hingga tahun 2025, meskipun saat ini sedang berada dalam tekanan akibat penguatan dolar AS dan peningkatan imbal hasil obligasi.
Mengutip analisis Bareksa, Kamis, 14 November 2024, harga emas fisik digital di Indonesia akan menutup tahun 2024 di kisaran Rp1,4 juta hingga Rp1,45 juta per gram dan menembus Rp1,5 juta hingga Rp1,55 juta per gram pada tahun 2025.
Jika dibandingkan dengan harga saat ini, prediksi tersebut mencerminkan potensi kenaikan sebesar 4,3 persen hingga akhir 2024 dan 11,5 persen untuk target harga tahun 2025.
Ada beberapa faktor yang mendukung prediksi kenaikan harga emas ini:
- Aksi borong emas fisik oleh bank sentral diperkirakan akan terus berlanjut sebagai bentuk antisipasi terhadap ketidakpastian ekonomi dan politik global. Hal ini disebabkan oleh keinginan banyak negara untuk memperkuat cadangan emas mereka di tengah potensi perlambatan ekonomi global dan ketegangan geopolitik yang berkepanjangan.
- Permintaan emas untuk pasar perhiasan dan minat dari investor ritel untuk mengoleksi emas batangan juga diharapkan meningkat. Ketidakpastian yang ada di pasar keuangan sering kali mendorong investor untuk beralih ke aset safe haven seperti emas.
- Kebangkitan pasar saham di negara-negara maju setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Investor yang mendapat keuntungan di pasar saham cenderung mengalihkan sebagian dari keuntungan tersebut ke instrumen safe haven, seperti emas dalam bentuk exchange-traded fund (ETF), sebagai bentuk diversifikasi aset. Ini dapat mendorong permintaan emas terutama di kalangan investor negara maju.
Di pasar internasional, harga emas spot global juga diperkirakan akan mengalami kenaikan signifikan. Tim Analis Bareksa memproyeksikan harga emas global akan mencapai USD3.000 hingga USD3.100 per ons pada tahun 2025, dengan potensi kenaikan sekitar 16,5 persen dibandingkan harga saat ini yang berada di kisaran USD2.600 per ons.
Secara teknikal, analis Kitco Jim Wickoff, juga mencatat bahwa tren bullish emas masih memiliki potensi kenaikan, meskipun saat ini terjadi penurunan akibat lonjakan dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Menurut Wickoff, level resisten pertama emas berada di USD2.700 per ons, dengan level support terdekat di USD2.618,8 per ons. Jika harga emas menembus level resisten ini, ada potensi harga untuk naik lebih tinggi.
Meskipun prospek harga emas terlihat positif, beberapa tantangan masih membayangi pergerakan harga logam mulia ini. Salah satunya adalah kebijakan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed). Jika The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga yang tinggi. Ini bisa memberikan tekanan tambahan pada harga emas, karena imbal hasil obligasi yang lebih tinggi cenderung mengurangi daya tarik emas sebagai aset yang tidak memberikan bunga.
Menurut analis FX Empire James Hyerczyk, lonjakan dolar AS akibat kemenangan Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat juga menekan harga emas.
Dengan pasar yang menantikan keputusan suku bunga dari The Fed, harga emas akan menghadapi level support kritis di USD2.708,7 per ons.
Hyerczyk menyatakan bahwa jika harga emas tidak berhasil bertahan di level tersebut, maka ada kemungkinan tren menurun akan berlanjut menuju level kunci di USD2.697,28 per ons.
Penurunan Harga Logam Lainnya
Selain emas, logam mulia lainnya juga mengalami penurunan.
Perak spot turun 0,5 persen menjadi USD30,55 per ons, platinum turun 0,9 persen menjadi USD938,60 per ons, dan paladium mengalami penurunan paling tajam dengan merosot 1,3 persen menjadi USD932,10 per ons.
Secara keseluruhan, penurunan harga emas dan logam mulia lainnya dipicu oleh sentimen penguatan dolar dan imbal hasil obligasi, serta ketidakpastian terkait kebijakan moneter Federal Reserve.
Para investor kini mengalihkan perhatian mereka pada data ekonomi Amerika dan pernyataan pejabat bank sentral yang akan menjadi penentu arah pasar di masa mendatang.(*)