Logo
>

Harga Emas Naik, Investor Khawatir Tarif Trump Picu Inflasi

Harga emas dunia naik 0,3 persen ke atas USD3.021 per ons seiring meningkatnya permintaan aset lindung nilai. Ketidakpastian terhadap kebijakan tarif Presiden Donald Trump mendorong investor memilih emas di tengah risiko inflasi global.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Harga Emas Naik, Investor Khawatir Tarif Trump Picu Inflasi
Ilustrasi: Pengunjung membeli Perhiasan Emas di salah satu Tokoh Emas Pasar Minggu, Rabu, 19 Maret 2025. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga emas dunia kembali merangkak naik pada Rabu, 26 Maret 2025 WIB karena didorong permintaan aset lindung nilai di tengah ketidakpastian arah kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Rencana pengenaan bea masuk yang disebut-sebut bakal diumumkan pekan depan itu dikhawatirkan memicu lonjakan inflasi global.

    Dilansir dari Reuters di Jakarta, Rabu, 26 Maret 2025, harga emas spot naik 0,3 persen ke level USD3.021,88 per ons, sementara emas berjangka AS ditutup menguat di level USD3.025,90 per ons.

    Jeffrey Christian dari CPM Group bilang, para investor sekarang mulai gelisah soal arah dunia—terutama karena kebijakan-kebijakan AS makin tidak bisa ditebak. “Mereka membeli emas sebagai aset alternatif karena khawatir kebijakan pemerintah AS bisa menjerumuskan dunia ke jurang resesi global,” ujarnya.

    Emas yang selama ini dikenal sebagai tempat berlindung saat badai ekonomi dan geopolitik melanda, sudah naik lebih dari 15 persen sepanjang tahun ini. Bahkan, emas sempat mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa di USD3.057,21 per ons pada 20 Maret lalu.

    Trump sendiri memang mengisyaratkan bahwa tak semua tarif yang ia ancam bakal langsung diberlakukan pada 2 April. Ada kemungkinan beberapa negara mendapat pengecualian. Menurut laporan Financial Times, Gedung Putih bahkan sedang mempertimbangkan skema tarif dua tahap untuk pekan depan.

    Tapi tetap saja, pasar bereaksi waspada. Kebijakan tarif Trump dinilai bisa menekan pertumbuhan ekonomi, memperkeruh tensi dagang global, dan mendorong inflasi lebih tinggi lagi.

    Sementara itu, Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic, memproyeksikan hanya akan ada satu kali penurunan suku bunga sebesar 0,25 persen hingga akhir tahun ini. Itu pun setelah pekan lalu The Fed memilih menahan suku bunga dan memberi sinyal akan memangkas suku bunga sebanyak 0,5 persen di sisa tahun ini.

    Kini, perhatian pasar tertuju pada rilis data Personal Consumption Expenditures (PCE)—indikator inflasi favorit The Fed—yang akan diumumkan Jumat nanti.

    Analis senior dari RJO Futures, Daniel Pavilonis, menyebut sentimen bullish terhadap emas masih sangat kuat. “Kemungkinan penurunan suku bunga memang agak mundur sedikit, tapi secara keseluruhan ini tetap mendukung kenaikan harga emas sebagai logam yang sensitif terhadap inflasi,” katanya. Ia memprediksi target harga berikutnya bisa tembus ke USD3.125 per ons.

    Sementara itu, ketegangan geopolitik juga turut menjadi perhatian. Pemerintah AS menyatakan telah mencapai kesepakatan terpisah dengan Ukraina dan Rusia untuk memastikan jalur pelayaran di Laut Hitam tetap aman. AS juga ikut mendorong larangan serangan terhadap fasilitas energi di kedua negara.

    Selain emas, harga perak spot ikut melonjak 1,9 persen ke USD33,61 per ons, platinum naik 0,5 persen ke USD978,15, dan palladium menguat tipis 0,4 persen ke USD955,00.

    Goldman Sachs Prediksi Tren Naik Emas Berlanjut

    Harga emas seperti sedang lari maraton tanpa niat berhenti. Sejak Januari 2024, logam mulia ini sudah melonjak lebih dari 40 persen dan terus mencetak rekor baru. Goldman Sachs Research bahkan menaikkan proyeksi harga emasnya hingga akhir 2025, dengan prediksi kenaikan tambahan sebesar 8 persen. Artinya, harga emas bisa menyentuh USD3.100 (sekitar Rp51,15 juta) per troy ons—jauh lebih tinggi dari prediksi awal USD2.890 (Rp47,68 juta).

    Menurut analis Goldman Sachs, Lina Thomas, revisi optimistis ini didorong oleh membanjirnya permintaan emas dari bank-bank sentral. Sejak invasi Rusia ke Ukraina dan pembekuan aset bank sentral Rusia pada 2022, makin banyak negara mengalihkan cadangan mereka ke emas sebagai bentuk lindung nilai. Pola ini belum menunjukkan tanda-tanda melambat.

    Selain bank sentral, minat investor ritel juga meningkat, terutama lewat produk ETF emas. Dengan suku bunga global mulai melandai, investor mulai menghindari obligasi dan kembali melirik emas sebagai aset yang lebih menjanjikan.

    Namun, Thomas mengingatkan bahwa spekulan di pasar berjangka juga ikut bermain, dan bisa sedikit mengerem laju kenaikan harga emas. Saat ini, posisi spekulan masih tinggi, terutama karena kekhawatiran pasar atas kebijakan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump. Kalau ketidakpastian global makin dalam—entah karena tarif, ketegangan geopolitik, atau masalah utang AS—para spekulan bisa makin agresif. Dalam skenario ekstrem, harga emas bahkan bisa tembus USD3.300 (sekitar Rp54,45 juta) per troy ons di akhir 2025.

    Goldman mencatat lonjakan permintaan emas yang luar biasa di London. Sebelum 2022, pembelian institusi hanya sekitar 17 ton per bulan. Tapi pada Desember 2024, angkanya meroket hingga 108 ton. Artinya, permintaan oleh bank sentral sudah melonjak lima kali lipat sejak 2022—cukup jadi alasan kuat bagi Goldman untuk merevisi proyeksi mereka.

    Kenaikan harga emas ini juga semakin mungkin jika Federal Reserve benar-benar memangkas suku bunga dua kali tahun ini. Ketika imbal hasil obligasi melemah, emas jadi primadona investasi yang tak kalah bersinar. Melihat semua faktor ini, jalan emas menuju rekor-rekor baru tampaknya masih panjang. Buat investor yang sudah masuk sejak awal, tinggal duduk manis menikmati cuan yang makin mengkilap.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).