KABARBURSA.COM - Harga Kopi di pasaran sedang naik, Penjabat (Pj) Bupati Temanggung Hary Agung Prabowo minta para petani di wilayahnya terus menjaga kualitas kopi, dengan memanennya saat biji sudah tua dan berwarna merah.
"Saya mengingatkan kepada petani, meskipun harga kopi cukup tinggi, hendaknya tetap menjaga kualitas dengan memetik kopi merah, untuk menjaga kualitas kopi Temanggung," kata Hary Agung, Rabu, 31 Juli 2024.
Hary berharap, harga biji kopi yang saat ini masih tinggi bisa bertahan lama, paling tidak dua, hingga tiga tahun ke depan.
"Harapan saya, harga yang tinggi ini jangan membuat euforia terhadap masyarakat petani kopi. Petani harus tetap menjaga kualitas, jangan petik hijau, tetap petik merah," ungkapnya.
Ia menuturkan, harga kopi saat ini relatif tinggi, kopi jenis robusta pada kisaran harga Rp70.000-Rp75.000 per kilogram, sedangkan jenis arabika mencapai Rp150.000 per kilogram.
"Kopi jenis robusta, sebelumnya Rp30.000-Ro40.000 per kilogram, jadi ini naiknya cukup tajam," tambahnya.
Ia menekankan, jangan sampai dengan harga yang tinggi ini, justru menjatuhkan para petani kopi karena mereka mengabaikan kualitas.
Sebagai informasi, kopi robusta di Kabupaten Temanggung ditanam di dataran rendah, seperti di Kecamatan Kaloran, Jumo, Candiroto, Pringsurat, dan Wonoboyo. Sedangkan, jenis arabika dikembangkan di dataran tinggi, seperti Kecamatan Kledung, Bansari dan Tretep.
Menikmati Kopi Lokal di Jateng Fair 2024
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana resmi membuka event Jateng Fair 2024 di kawasan PRPP, Kota Semarang pada hari Senin, 29 Juli 2024 malam.
Jateng Fair 2024 ini digelar mulai 26 Juli sampai 11 Agustus 2024. Tema yang diangkat adalah ‘Sensational of Central Java Coffee’. Ada sekitar 230 tenant yang ditampilkan dengan menawarkan berbagai macam produk menarik.
Sejumlah tenant yang turut hadir dalam perhelatan itu diantaranya, gabungan dari tenant OPD Provinsi, Pemkab/Pemkot, BUMN/BUMD, swasta nasional, pelaku UMKM, dan Asosiasi Himpunan Industri Meubel dan Kerajinan Indonesia.
Nana mengatakan, perhelatan Jateng Fair 2024 ini merupakan rangkaian kegiatan Peringatan HUT ke–79 Jateng.
"Kita harapkan masyarakat seluruh Jawa Tengah akan mengikuti dan menikmati suasana Jateng Fair di Semarang ini. Ayo ke Jateng Fair," kata Nana saat membuka dan meninjau stan pameran.
Jawa Tengah memang terkenal sebagai penghasil kopi. Sedikitnya 20 dari 35 kabupaten/kota memiliki produksi kopi yang khas.
Pada 230 stan yang ikut pameran, sebagian besar menyuguhkan racikan kopi lokal yang dapat dinikmati, bahkan beberapa di antara secara gratis.
"Beberapa daerah di Jateng menghasilkan kopi dengan cita rasa yang berbeda-beda. Kopi Jateng memiliki sensasinya tersendiri," ujar Nana Sudjana.
Menurut dia, kopi tidak hanya digemari kaum tua saja. Variasi racikan kopi, membuat semua kalangan dapat menikmati minuman itu, tak terkecuali anak-anak muda. Hal itu menurutnya sebagai peluang bagi petani kopi untuk meningkatkan produksinya.
Tidak sekadar produk kopi mentah, namun mengolahnya menjadi minuman yang memiliki nilai jual lebih. Dengan demikian, pamor racikan kopi mancanegara perlahan terkikis.
"Sekarang ini pamor kopi lokal masih kalah dibanding buatan luar negeri. Kami, pemerintah di Jawa Tengah berupaya meningkatkan. Bahan baku ada, kualitas baik, sekarang bagaimana caranya kita mem-branding kopi ini tak hanya dikenal di lokal saja, tapi sampai di tingkat internasional," tuturnya.
Staf Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng, Ridho Sudarno menambahkan, bahwa saat ini harga beans atau biji kopi khususnya robusta tengah meroket.
Diungkapkannya, harga green beans jenis robusta saat ini berkisar Rp70.000 sampai dengan Rp80.000 per kilogram, dari sebelumnya hanya Rp30.000 per kilogram.
Hal ini, katanya, dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya produksi biji kopi dunia yang sedang turun.
Sebagai pengingat, Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar nomor empat di dunia di bawah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.
Tingginya harga kopi dipengaruhi beberapa hal. Seperti, permintaan yang tinggi, iklim, dan negara produsen kopi sedang mengalami penurunan produksi.
"Kalau di Jawa Tengah kisaran untuk satu hektare bisa menghasilkan 12.000 ton, itu untuk satu wilayah. Di Jawa Tengah setidaknya ada 20 kabupaten produsen kopi," tuturnya.
Ridho yang juga petani kopi, menyatakan senang dengan naiknya harga biji kopi. Meski demikian, ia mengakui, adanya faktor iklim menyebabkan produksi biji kopi di Jaea Tengah kurang maksimal.
Oleh karena itu, Distanbun Jateng juga menggencarkan bantuan bibit kopi, bagi kelompok tani di wilayah produsen kopi. Selain itu, upaya untuk memberikan edukasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk.
"Kali ini memang produksi turun, namun harga naik. Kami dari Distanbun juga senantiasa mendampingi petani untuk selalu petik merah," ujarnya.
Selain itu, Distanbun Jateng juga memberi label untuk produk kopi lokal Jateng. Ini bertujuan, agar tidak diklaim oleh pihak lain, sekaligus meningkatkan branding.
Soal peluang ekspor, kata dia, hal itu sangat memungkinkan. Namun, produksi saat ini tengah turun, yang menjadikan pemenuhan ekspor biji kopi ke luar negeri terhambat.
"Malaysia minta minimal 30 ton, kalau bisa 100 ton. Tapi kita belum mampu memproduksi sebesar itu. Meski demikian kami optimis, dengan bantuan (bibit) dari pemerintah, tiga tahun lagi permintaan ekspor itu bisa kita penuhi," pungkasnya. (*)