KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia melonjak lebih dari 2 persen pada Selasa, Oktober 2024, setelah Iran meluncurkan serangkaian rudal balistik ke Israel sebagai respons terhadap operasi militer Israel terhadap Hizbullah di Lebanon.
Mengutip Reuters, harga minyak Brent naik sebesar USD1,86 atau 2,6 persen menjadi USD73,56 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat meningkat USD1,66 atau 2,4 persen ke USD69,83 per barel. Kenaikan harga sempat mencapai lebih dari 5 persen pada puncaknya.
Seluruh Israel digemparkan oleh sirene alarm, sementara ledakan terdengar di Yerusalem dan lembah Sungai Yordan, membuat warga segera mencari perlindungan.
Menurut analis risiko politik independen, Clay Seigle, Israel kemungkinan akan memperluas serangannya dengan menargetkan Iran secara langsung. "Fasilitas minyak Iran kemungkinan besar akan menjadi sasaran," ungkapnya.
Seigle juga menambahkan bahwa serangan Israel terhadap fasilitas produksi atau ekspor minyak Iran berpotensi menyebabkan gangguan pasokan minyak lebih dari satu juta barel per hari.
Di Laut Merah, kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap dua kapal yang rusak di dekat pelabuhan Hodeidah. Serangan ini diklaim sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina dalam perang antara Israel dan Hamas.
Tamas Varga, analis dari PVM, menyatakan bahwa jika eskalasi konflik terjadi, kelompok proksi Iran seperti Houthi dan paramiliter di Irak bisa saja melancarkan serangan terhadap produsen minyak di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi.
Sebelum Serangan Iran
Sebelum berita mengenai serangan rudal Iran muncul, harga minyak sempat berada di level terendah dalam dua minggu terakhir. Pasar tertekan oleh ekspektasi peningkatan pasokan dan melemahnya permintaan global, meski kekhawatiran atas konflik di Timur Tengah tetap membayangi.
OPEC+ dijadwalkan menggelar pertemuan pada 2 Oktober untuk meninjau pasar minyak. Namun, tidak diharapkan adanya perubahan kebijakan. Mulai Desember, kelompok OPEC+ yang melibatkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, termasuk Rusia, berencana meningkatkan produksi sebesar 180 ribu barel per hari setiap bulan.
Pemulihan produksi minyak Libya juga menjadi faktor yang mempengaruhi pasar, setelah parlemen Libya menyetujui penunjukan gubernur bank sentral baru yang diharapkan dapat mengakhiri krisis yang mengganggu produksi minyak negara tersebut.
Iran dan Libya, dua anggota OPEC, berperan penting dalam pasokan minyak global. Menurut data Administrasi Informasi Energi AS (EIA), Iran yang tengah beroperasi di bawah sanksi AS, menghasilkan sekitar 4 juta barel minyak per hari (bpd) pada tahun 2023. Sementara itu, Libya menyumbang produksi sekitar 1,3 juta bpd pada periode yang sama.
Selain itu, perhatian pasar minyak tertuju pada data mingguan penyimpanan minyak AS yang akan dirilis oleh American Petroleum Institute pada Selasa, diikuti oleh laporan dari EIA pada Rabu, 2 Oktober 2024. Analis memperkirakan bahwa perusahaan energi AS akan menarik sekitar 1,3 juta barel minyak dari penyimpanan selama minggu yang berakhir pada 27 September.
Jika prediksi ini terbukti, maka ini akan menjadi penarikan ketiga berturut-turut, sejalan dengan penarikan 2,2 juta barel pada minggu yang sama tahun lalu. Sebagai perbandingan, rata-rata peningkatan selama lima tahun terakhir (2019-2023) berada di angka 400 ribu barel per minggu.
Tak Banyak Berubah
Harga minyak tidak banyak berubah pada Senin, 30 September 2024, tetapi mencatat penurunan 17 persen untuk kuartal III karena kekhawatiran akan meluasnya konflik di Timur Tengah yang dapat membatasi pasokan minyak mentah terhalang oleh penurunan permintaan global.
Seperti dilansir dari Reuters, kontrak berjangka Brent untuk pengiriman November, yang berakhir pada Senin, 30 September 2024, turun 21 sen menjadi menetap di USD71,77 per barel. Sementara itu, kontrak Brent yang lebih aktif untuk pengiriman Desember naik 27 sen menjadi USD71,81.
Patokan global ini mencatat penurunan 9 persen di bulan September, penurunan bulanan terbesar sejak November 2022. Setelah mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut, Brent turun 17 persen pada kuartal ketiga, menjadi kerugian kuartalan terbesar dalam satu tahun.
Kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun 1 sen menjadi USD68,17 per barel. Patokan minyak Amerika Serikat (AS) ini jatuh 7 persen di bulan September, penurunan bulanan terbesar sejak Oktober 2023, dan anjlok 16 persen, menjadi penurunan kuartalan terbesar sejak kuartal ketiga 2023.
Pada Senin, 30 September 2024, harga minyak didukung oleh kemungkinan bahwa Iran, produsen utama dan anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), mungkin terlibat langsung dalam meluasnya konflik di Timur Tengah. Sejak minggu lalu, Israel meningkatkan serangannya, dengan menyerang pemimpin Hezbollah dan Hamas di Lebanon serta menargetkan kelompok Houthi di Yaman. Ketiga kelompok ini didukung oleh Iran.
“Pasar sedang mempertimbangkan apakah konflik di Timur Tengah akan menyebar lebih luas di wilayah tersebut,” kata Tim Snyder, ekonom di Matador Economics.
Harga minyak merespons secara terbatas terhadap pengumuman langkah-langkah stimulus fiskal dari Beijing minggu lalu. China, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia dan importir minyak terbesar, telah menunjukkan permintaan yang lebih lemah dari yang diharapkan sepanjang tahun ini.(*)