Logo
>

Harga Minyak Dunia Naik Tipis, Trump Desak OPEC Turunkan Harga

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Harga Minyak Dunia Naik Tipis, Trump Desak OPEC Turunkan Harga

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia mencatat kenaikan kecil pada Jumat waktu Amerika atau Sabtu, 25 Januari 2025, tapi secara mingguan justru mengalami penurunan. Hal ini mengakhiri reli selama empat pekan berturut-turut. Ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana besar-besaran untuk meningkatkan produksi domestik sambil menuntut OPEC menurunkan harga minyak mentah.

    Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, kontrak berjangka Brent ditutup naik 21 sen, atau 0,27 persen, ke level USD78,50 per barel (sekitar Rp1,25 juta). Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 4 sen, atau 0,05 persen, ke USD74,66 per barel (sekitar Rp1,19 juta). Meski begitu, Brent turun 2,8 persen secara mingguan, dan WTI merosot 4,1 persen.

    Trump pada Jumat kembali menyerukan agar OPEC memangkas harga minyak untuk memukul ekonomi Rusia yang kaya minyak, dengan harapan dapat mempercepat akhir perang di Ukraina. “Salah satu cara menghentikannya dengan cepat adalah membuat OPEC berhenti menghasilkan banyak uang dan menurunkan harga minyak… perang itu akan langsung berhenti,” ujar Trump saat tiba di North Carolina untuk meninjau kerusakan akibat badai.

    Namun, ancaman sanksi berat AS terhadap Rusia dan Iran, dua produsen minyak utama, justru berpotensi menggagalkan upaya Trump menurunkan biaya energi. Menurut analis StoneX, Alex Hodes, tekanan Trump terhadap OPEC bertujuan menutupi kekosongan pasokan yang akan ditinggalkan Rusia dan Iran akibat sanksi.

    Dua hari lalu, Trump juga menyampaikan di World Economic Forum bahwa dia akan mendesak OPEC dan Arab Saudi—pemimpin de facto organisasi itu—untuk menurunkan harga minyak mentah. Meski begitu, OPEC+ yang juga melibatkan Rusia, sejauh ini belum merespons. Para delegasi OPEC mengacu pada rencana mereka untuk mulai meningkatkan produksi minyak pada April mendatang.

    “Saya tidak terlalu berharap OPEC akan mengubah kebijakan kecuali ada perubahan signifikan dalam fundamental pasar. Pasar akan cenderung tenang sampai ada kejelasan lebih lanjut soal kebijakan sanksi dan tarif,” kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo.

    Kebijakan Tarif dan Produksi Domestik

    Chevron baru-baru ini mengumumkan telah memulai produksi di proyek perluasan ladang minyak raksasa Tengiz senilai USD48 miliar (sekitar Rp768 triliun). Proyek ini akan menambah sekitar 1 persen dari pasokan minyak mentah global, yang bisa menjadi tekanan tambahan bagi upaya OPEC membatasi produksi dalam beberapa tahun terakhir.

    Trump juga mendeklarasikan “darurat energi nasional” pada Senin, dengan mencabut berbagai aturan lingkungan pada infrastruktur energi untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas domestik. Langkah ini, menurut Nikos Tzabouras dari platform perdagangan Tradu, dapat meningkatkan permintaan minyak tetapi juga memperburuk masalah kelebihan pasokan.

    Sejauh ini, kebijakan energi Trump memang sesuai dengan prediksi pasar yang fokus pada peningkatan pasokan domestik. Namun, Hodes dari StoneX mengingatkan bahwa “buah rendah” untuk pertumbuhan pasokan domestik sudah hampir habis, sehingga dampak positifnya mungkin akan berkurang.

    Tarif Tinggi untuk Eropa, Kanada, Meksiko, dan China

    Pada Rabu lalu, Trump juga mengancam akan mengenakan tarif pada Uni Eropa dan menaikkan tarif impor sebesar 25 persen untuk Kanada dan Meksiko. Tidak cukup sampai di situ, ia juga menyebut sedang mempertimbangkan bea masuk 10 persen untuk barang-barang dari China.

    Ancaman ini membuat perhatian pasar beralih ke kemungkinan implementasi tarif pada Februari mendatang. Yeap Jun Rong, seorang strategis pasar di IG, mengatakan bahwa kehati-hatian pasar bakal terus bertahan, mengingat dampak buruk yang bisa terjadi pada pertumbuhan ekonomi global dan prospek permintaan minyak. Para trader memperkirakan harga minyak akan bergerak di kisaran USD76,50 hingga USD78 per barel (sekitar Rp1,2 juta per barel), tambahnya.

    Sementara itu, analis pasar senior dari Phillip Nova, Priyanka Sachdeva, menjelaskan meskipun ada pemicu kenaikan seperti penurunan besar dalam stok minyak mentah AS, pasar minyak global yang kelebihan pasokan dan proyeksi melemahnya permintaan dari China terus membebani harga minyak.

    Data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS pekan lalu mencapai level terendah sejak Maret 2022. Ini memberikan sedikit dorongan positif, meski kekhawatiran jangka panjang tetap menghantui pasar.

    Turun Tajam

    Harga minyak dunia sebelumnya mengalami penurunan tajam pada Kamis, 23 Januari 2025, atau Jumat dini hari WIB, 24 Januari 2025, setelah Presiden AS Donald Trump menyerukan kepada Arab Saudi dan OPEC untuk menurunkan harga minyak dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. Pernyataan ini memperburuk sentimen pasar yang sudah tertekan oleh kekhawatiran terkait kebijakan tarif perdagangan dan melemahnya permintaan energi global.

    Minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi patokan internasional, melemah 71 sen atau 0,9 persen, dan ditutup pada harga USD78,29 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) dari AS turun lebih dalam sebesar 82 sen atau 1,09 persen, hingga menyentuh USD74,62 per barel. Padahal, data menunjukkan stok minyak mentah AS berada di level terendah sejak Maret 2022.

    Seruan Trump untuk menekan harga minyak menuai respons beragam. Konsumen dan pelaku bisnis yang bergantung pada minyak sebagai bahan bakar dan input produksi menyambut baik langkah tersebut. Namun, industri minyak domestik AS dan pemasok global seperti Rusia dan Timur Tengah cenderung lebih waspada. Penurunan harga minyak dinilai dapat menghambat pengembangan proyek energi baru yang membutuhkan investasi besar, menurut Clay Seigle dari Center for Strategic and International Studies.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).