KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia melemah kurang dari satu persen pada perdagangan Rabu, 16 Juli 2025. Pasar energi sempat gelisah menyusul pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memberi tenggat 50 hari bagi Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina atau menghadapi sanksi baru. Namun tenggat itu justru meredakan kekhawatiran pasar akan gangguan pasokan dalam waktu dekat.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Rabu, kontrak berjangka Brent ditutup turun 50 sen atau 0,7 persen menjadi USD68,71 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah 46 sen ke posisi USD66,52 per barel.
“Fokus pasar memang sedang tertuju pada Donald Trump. Awalnya muncul kekhawatiran bahwa ia akan langsung menjatuhkan sanksi tambahan ke Rusia. Tapi kini ia memberi tenggat 50 hari, sehingga kekhawatiran itu mereda,” kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo.
Harga minyak sebelumnya sempat naik karena spekulasi sanksi, tapi kemudian berbalik arah setelah Trump menyampaikan tenggat waktu. Pasar pun menilai ada peluang sanksi bisa dihindari.
Namun, jika sanksi benar-benar dijatuhkan, dampaknya akan signifikan. Dalam catatan ING, langkah tersebut akan mengubah lanskap pasar minyak secara drastis. China, India, dan Turki—tiga pembeli utama minyak Rusia—harus mempertimbangkan ulang untung rugi antara tetap membeli minyak diskon dari Rusia atau mempertahankan akses ekspor mereka ke pasar Amerika.
Pada Senin lalu, Trump juga mengumumkan bantuan senjata baru untuk Ukraina. Di sisi perdagangan, ia menegaskan rencana menerapkan tarif 30 persen untuk sebagian besar impor dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus 2025. Ancaman tarif serupa juga dilayangkan ke negara-negara lain.
Langkah Trump dinilai meningkatkan risiko perlambatan ekonomi global, yang pada akhirnya dapat mengurangi permintaan bahan bakar dan menekan harga minyak lebih jauh.
Dari sisi Amerika Latin, Wakil Presiden Brasil Geraldo Alckmin mengatakan pihaknya akan mengupayakan pembatalan tarif 50 persen yang diumumkan AS atas semua produk dari Brasil. Namun ia juga membuka kemungkinan untuk meminta tambahan waktu negosiasi.
Dari Asia, data terbaru menunjukkan ekonomi China melambat pada kuartal kedua. Meski begitu, angka pertumbuhan masih di atas ekspektasi berkat dukungan fiskal dan percepatan produksi serta ekspor menjelang ancaman tarif dari AS.
“Data ekonomi China cukup memberi dukungan pada pasar,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Sementara itu, permintaan minyak global diperkirakan tetap kuat hingga kuartal ketiga. Sekretaris Jenderal OPEC menyebut pasar akan tetap seimbang dalam waktu dekat, menurut laporan media Rusia.
Di sisi suplai AS, stok minyak mentah dilaporkan naik 839.000 barel pekan lalu berdasarkan data American Petroleum Institute. Data resmi dari pemerintah AS dijadwalkan rilis pada Rabu waktu setempat.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.