KABARBURSA.COM - Meskipun harga saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengalami penurunan, hal ini justru menarik perhatian banyak investor yang ingin mencoba peluang investasi di perusahaan tersebut.
Hingga 31 Agustus 2024, jumlah pemegang saham UNVR telah mencapai 12.364, meningkat sebesar 5.440 dari akhir Juli 2024 yang tercatat 114.924 pemegang saham.
Namun, harga saham Unilever terus menurun. Pada 31 Juli 2024, harga saham UNVR berada di Rp2.440. Dan, pada 30 Agustus mengalami penurunan sebesar 6,96 persen menjadi Rp2.270 per saham. Pada perdagangan Jumat, 13 September 2024, harga saham UNVR turun menjadi Rp2.200 (-0,90 persen).
Selama sebulan terakhir, saham UNVR melemah sebesar 10,20 persen, dan turun 38,03 persen sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
Saham ini juga termasuk dalam sepuluh saham yang mengalami penurunan terbesar (top laggards) di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan dampak -17,83 poin.
Pada 9 September 2024, harga saham UNVR sempat menyentuh level terendahnya dalam sepuluh tahun terakhir yaitu Rp2.170.
UNVR mencatatkan pertumbuhan volume yang lemah pada kuartal I dan kuartal II-2024, melanjutkan tren penurunan yang sudah berlangsung sejak kuartal IV-2023, meskipun perusahaan telah meningkatkan promosi dan penyesuaian harga.
Penurunan ini disebabkan oleh sentimen konsumen yang negatif akibat isu geopolitik berkepanjangan dan daya beli yang masih lemah, memaksa konsumen beralih ke produk pesaing yang menawarkan nilai lebih baik.
Menurut riset oleh analis BRI Danareksa Sekuritas, Natalia Sutanto dan Sabela Nur Amalina, manajemen UNVR memperkirakan bahwa permintaan yang lemah akibat sentimen negatif mungkin akan berlanjut hingga semester II-2024. Oleh karena itu, UNVR berencana untuk terus melakukan promosi dan pemotongan harga guna mendukung volume penjualan.
BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan bahwa pertumbuhan volume UNVR akan lebih rendah, yaitu -0,2 persen untuk 2024 dan 1 persen untuk 2025, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 0,5 persen dan 2,6 persen.
Selain itu, asumsi harga jual rata-rata (average selling price/ASP) UNVR juga diturunkan menjadi -5,6 persen dan 0,9 persen, dari proyeksi sebelumnya yaitu -4,2 persen dan 0,9 persen.
Saham BBCA Anjlok
Sempat menyentuh harga tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH), saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) justru ditutup anjlok 50 poin atau -0,48 persen. Di akhir perdagangan, saham BBCA menyentuh level Rp10.425 dari sebelumnya Rp10.475.
All time high saham BBCA diraih pada perdagangan 12 hingga 13 September 2024. Dengan rekor tersebut, kapitalisasi pasar atau market cap BBCA menembus Rp1.285 triliun.
Sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, pergerakan saham BBCA memang sangat menarik untuk diamati. Pada pekan lalu, misalnya, BBCA sempat mencatatkan kenaikan sebesar 125 poin atau setara dengan 1,21 persen menuju level Rp10.425 per lembar saham. Lalu, berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BBCA juga pernah menyentuh harga Rp10.500 per lembar saham. Angka tersebut merupakan rekor harga tertinggi ATH secara intraday atau perdagangan harian.
Hal ini didorong oleh aksi beli investor asing yang sangat deras. Masih berdasarkan catatan BEI, net foreign buy mencapai Rp619,82 miliar dalam sepekan perdagangan. Catatan tersebut lebih besar jika dilihat sepanjang tahun berjalan. Net foreign buy mencapai Rp6,66 triliun year to date (YtD). Itulah mengapa BBCA kemudian menjadi saham nomor satu di deretan saham-saham yang paling diincar dan diakumulasi investor asing.
Wajar jika BBCA menjadi saham nomor satu yang paling dicari asing. Sebab, jika melihat dari pergerakan kinerjanya, EPS TTM (Trailing Twelve Months) BBCA adalah Rp416,35. Ini menunjukkan laba bersih per saham yang diperoleh perusahaan selama 12 bulan terakhir. Lalu, EPS Annualized BBCA adalah Rp 436,04, yang berarti jika tren kinerja saat ini berlanjut, maka EPS tahunan yang diproyeksikan akan mencapai Rp 436,04.
Laba bersih BBCA sendiri menunjukkan pertumbuhan 10,55 persen (Quarter YoY Growth), yang mencerminkan kinerja keuangan yang positif dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Harga sahamnya pun mengalami peningkatan 14,88 persen selama satu tahun terakhir, yang konsisten dengan peningkatan laba bersih.
Evaluasi Harga Saham Berdasarkan EPS bisa dilihat dari dua indikator, pertama Price to Earnings (P/E) Ratio (TTM) BBCA berada di angka 25,04. Dengan EPS TTM sebesar Rp416,35, P/E ratio ini menunjukkan bahwa investor membayar 25 kali lipat dari laba bersih per saham. Jika dibandingkan dengan IHSG P/E Ratio TTM (Median) yang hanya 7,89, maka valuasi BBCA lebih tinggi, menunjukkan ekspektasi pertumbuhan yang kuat dari pasar.
Indikator kedua adalah Forward P/E Ratio sebesar 22,43, mengindikasikan bahwa proyeksi laba ke depan (berdasarkan EPS Annualized) akan membuat valuasi relatif lebih rendah, yang dapat menciptakan peluang bagi investor jika ekspektasi tersebut tercapai.
Earnings Yield (TTM) BBCA adalah 3,99 persen, menunjukkan berapa persen dari harga saham yang dihasilkan sebagai laba. Ini adalah faktor penting untuk mengukur seberapa efisien perusahaan menghasilkan laba berdasarkan harga sahamnya.
Jika membaca dari data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa EPS BBCA saat ini menunjukkan kinerja yang solid dan konsisten, didukung oleh pertumbuhan laba yang stabil. Dengan P/E ratio yang relatif tinggi dibandingkan median IHSG, saham BBCA dipandang memiliki potensi pertumbuhan yang kuat, meskipun valuasinya cenderung lebih mahal.
Investor dapat memperhatikan EPS Annualized dan Forward P/E untuk melihat peluang pertumbuhan di masa depan, terutama jika ekspektasi terhadap kenaikan laba dipenuhi.
Analisis ini menunjukkan bahwa BBCA memiliki fundamental yang kuat dengan pertumbuhan laba yang stabil, tetapi valuasi saat ini cukup tinggi, yang mungkin menandakan ekspektasi tinggi dari pasar.
Rekomendasi
Banyak analis yang kemudian memberikan analisisnya mengenai saham BBCA ini. Rata-rata memberikan prediksi bahwa dalam 12 bulan ke depan harga saham BBCA akan menyentuh Rp11.450 per lembar saham.
JP Morgan memandang prospek PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tetap positif selama 12 bulan ke depan, berdasarkan kinerja keuangan yang solid dan posisinya yang kuat di pasar. Pertumbuhan BBCA diperkirakan akan didorong oleh pemulihan ekonomi Indonesia dan dominasi bank ini di sektor perbankan ritel.
Analis JP Morgan memperkirakan bahwa harga saham BBCA akan cenderung naik secara stabil, dengan faktor utama seperti peningkatan permintaan pinjaman dan ekspansi digital yang mendukung pertumbuhan pendapatan.
Kondisi keuangan BBCA yang kuat, termasuk kenaikan harga saham sebesar 14,88 persen dalam satu tahun terakhir, beta yang rendah di angka 0,40 (menunjukkan volatilitas yang lebih rendah dari pasar), serta profitabilitas yang konsisten, menjadi alasan utama dari pandangan positif ini.
Bank ini juga menunjukkan return on equity (ROE) yang sehat sebesar 22,05 persen dan terus mempertahankan margin laba yang tinggi di angka 50,38 persen. Selain itu, yield dividen BBCA sebesar 2,59 persen membuatnya menarik bagi investor yang fokus pada pendapatan. (*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli atau menjual saham. Segala analisa saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang dialami. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.