KABARBURSA.COM - PT Trimegah Bangun Persada Tbk (IDX: NCKL) atau Harita Nickel menutup paruh pertama 2025 dengan catatan yang kokoh.
Perusahaan tambang dan pengolahan bijih nikel terintegrasi ini tidak hanya membukukan kinerja finansial positif, tetapi juga mempertegas arah langkahnya dalam menerapkan praktik tambang berkelanjutan.
Sejak Oktober tahun lalu, Harita Nickel menjalani audit independen berbasis standar The Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), sebuah tolok ukur global yang dikenal paling ketat dalam industri pertambangan.
Memasuki April 2025, proses ini berlanjut ke tahap audit lapangan, dengan target rampung pada semester kedua tahun ini.
“Ini adalah komitmen kami untuk menghadirkan transparansi dan akuntabilitas. Dengan mengikuti standar tertinggi di industri, kami ingin memastikan bahwa praktik kami unggul, sekaligus bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan,” ujar Head of Investor Relations Harita Nickel Lukito Gozali, dalam keterangan pers, Jumat, 1 Agustus 2025.
Di saat bersamaan, Harita Nickel juga tengah menjalani penilaian Responsible Minerals Assurance Process (RMAP) dari Responsible Minerals Initiative (RMI). Langkah ini dirancang untuk memastikan seluruh rantai pasok perusahaan bebas dari mineral yang berasal dari wilayah konflik maupun area berisiko tinggi.
Beberapa fasilitas pengolahan sudah lebih dulu mengantongi sertifikasi ini. PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) mendapat pengakuan RMI sejak 2024, disusul PT Obi Nickel Cobalt (PT ONC) yang diperkirakan menyusul tahun ini, dan fasilitas smelter RKEF pada 2026.
Konsistensi dalam menjalankan prinsip ESG mendapat pengakuan internasional pada Juli 2025, ketika Harita Nickel masuk ke dalam FTSE4Good Index Series untuk dua kategori sekaligus: Emerging Markets Index dan ASEAN 5 Index.
Indeks ini disusun oleh FTSE Russell untuk mengidentifikasi perusahaan yang memiliki kinerja unggul di bidang lingkungan, sosial, dan tata kelola.

Dari sisi bisnis, kinerja Harita Nickel pada semester I 2025 juga menunjukkan pertumbuhan. Pendapatan perusahaan mencapai Rp14,10 triliun, didorong oleh peningkatan output produksi dan volume penjualan di seluruh lini.
Penambahan kapasitas dari beberapa proyek konstruksi yang telah selesai memberikan dorongan signifikan, meskipun harga nikel di pasar global mengalami penurunan.
Volume penjualan bijih nikel tercatat 12,36 juta wmt, sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan internal fasilitas smelter dan pemurnian. Di segmen hilir, operasi RKEF menghasilkan 84.817 ton ferronickel (FeNi), berkat tambahan empat lini produksi yang mulai beroperasi awal tahun ini.
Sementara itu, fasilitas HPAL mencatat penjualan mixed hydroxide precipitate (MHP) dan nickel sulfate (NiSO₄) sebesar 65.310 ton.
Lukito menegaskan, kekuatan utama Harita Nickel terletak pada struktur bisnis yang terintegrasi, dari penambangan hingga pengolahan.
“Dengan model ini, kami dapat mengendalikan biaya secara efektif, menjaga efisiensi, dan mengoptimalkan rantai pasok. Pendekatan ini memberi nilai tambah sekaligus memperkuat ketahanan perusahaan di tengah dinamika pasar global,” ujarnya.
Langkah-langkah tersebut menegaskan posisi Harita Nickel bukan hanya sebagai pemain besar di industri nikel, tetapi juga sebagai perusahaan yang berupaya tumbuh selaras dengan prinsip keberlanjutan jangka panjang.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.