KABARBURSA.COM - Ombudsman telah melakukan konfirmasi dan penyelidikan awal terkait kasus nasabah yang ditipu oleh mantan pegawai BTN yang viral beberapa waktu lalu di media sosial. Para korban tersebut kini meminta tanggung jawab kepada bank.
Sementara perbuatan penipuan dilakukan oleh oknum mantan pegawai bank yang saat ini sudah divonis oleh pengadilan dengan hukuman penjara.
Ombudsman telah melakukan pertemuan dengan pihak BTN, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Kementerian BUMN untuk meminta keterangan terkait kasus tersebut.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menjelaskan bahwa produk deposito yang diklaim oleh masyarakat tidak dikenal oleh BTN, dan batas maksimum bunga yang berlaku di BTN adalah 4,5 persen hingga 5 persen per tahun, bukan 10 persen per bulan seperti yang diiming-imingkan.
Mengejutkannya, ungkap Yeka, ternyata para korban penipuan yang mengadukan dana investasinya yang raib ke Ombudsman ternyata merupakan golongan yang teredukasi dalam bisnis keuangan.
"Mereka (para korban) teredukasi dan mengerti sekali dengan bisnis keuangan, bukan orang-orang yang minim literasi keuangan," kata Yeka Hendra dalam siaran persnya yang dikutip, Kamis, 9 April 2024.
Ombudsman, lanjut Yeka, meminta kepada BTN, juga perbankan lainnya untuk dapat memastikan agar hal ini tidak terulang lagi di masa mendatang.
Direktur Operational and Consumer Experience BTN, Hakim Putratama, mengapresiasi upaya klarifikasi dari Ombudsman. Dia memastikan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan terkait laporan korban yang mengaku sebagai nasabah BTN.
Konsultan Hukum BTN, Roni Hutajulu, melihat dari segi hukum bahwa laporan kepolisian yang dilakukan oleh korban investasi bodong yang mengaku sebagai nasabah BTN melanggar prinsip 'Ne Bis In Idem' atau tidak dua kali perkara yang sama bisa diperiksa.
Kasus ini sebenarnya sudah dilaporkan oleh BTN ke Polda Metro Jaya pada Februari 2023, dan proses hukumnya telah berjalan dengan dua tersangka yang sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara.
Adapun modus operandi pelaku yaitu melibatkan transfer dana korban ke rekening pribadi mereka, melalui pembukaan rekening yang tidak sesuai prosedur bank.