KABARBURSA.COM - Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menyatakan telah mengembalikan dana Tapera senilai Rp4,2 triliun kepada 956.799 orang pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah pensiun atau ahli warisnya.
Pengembalian ini dilakukan sebagai tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2021 yang menyebut bahwa terdapat 124.960 pensiunan PNS yang belum menerima pengembalian dana Tapera sebesar Rp567,5 miliar.
Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menegaskan bahwa seluruh temuan tersebut telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK dan dilaporkan kepada BPK, yang kemudian dinyatakan selesai.
"Sesuai UU Nomor 4/2016, BP Tapera berkomitmen melakukan pengembalian Tabungan Perumahan Rakyat (pokok tabungan dan hasil pemupukannya) kepada peserta paling lama 3 bulan setelah berakhir kepesertaannya," ujar Heru, dikutip dari Antara, Rabu, 5 Juni 2024.
Proses pengembalian dana Tapera kepada peserta atau ahli warisnya dilakukan melalui bank kustodian ke rekening peserta. Namun, Heru mengakui bahwa tantangan utama dalam proses pengembalian adalah belum dilakukannya pemutakhiran data oleh peserta dan pemberi kerja.
Oleh karena itu, BP Tapera mengimbau seluruh peserta Tapera untuk segera melakukan pemutakhiran data melalui portal kepesertaan yang disediakan.
Heru juga mengingatkan bahwa ahli waris yang belum menerima pengembalian tabungan dapat segera menghubungi kanal informasi resmi BP Tapera agar proses pengembalian dana dapat dilakukan tepat waktu.
Untuk meningkatkan kualitas layanan, BP Tapera berencana terus melakukan perbaikan sistem dan tata kelola, termasuk mengintegrasikan nomor induk kependudukan (NIK) dengan Dukcapil, mengintegrasikan nomor identitas pegawai (NIP) dengan Badan Kepegawaian Nasional (BKN), serta melakukan validasi nomor rekening yang terintegrasi dengan perbankan.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat mempercepat dan mempermudah proses pengembalian dana Tapera kepada peserta yang berhak, serta meningkatkan transparansi dan akurasi data dalam sistem pengelolaan dana Tapera.
Heru menegaskan, BP Tapera berkomitmen untuk terus meningkatkan pelayanan dan memastikan hak-hak peserta terpenuhi sesuai ketentuan yang berlaku.
Buruh Kepung Istana
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengumumkan bahwa ribuan buruh akan melakukan aksi unjuk rasa menolak program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di depan Istana, Jakarta, pada Kamis, 6 Juni 2024.
"Ribuan buruh ini berasal dari Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, Serikat Petani Indonesia (SPI), serta organisasi perempuan PERCAYA," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa, 4 Juni 2024.
Aksi ini akan dimulai pukul 10.00 WIB, dengan titik kumpul di depan Balai Kota Pemprov DKI Jakarta, lalu bergerak menuju Istana melalui kawasan Patung Kuda.
Menurut Said, kebijakan Tapera dianggap merugikan dan membebani pekerja dengan iuran, tanpa ada kepastian mereka bisa memiliki rumah meski sudah membayar iuran selama 10-20 tahun.
Dia juga menilai pemerintah lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah karena hanya bertindak sebagai pengumpul iuran tanpa mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.
"Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana," ujarnya.
Selain menolak PP Tapera, isu lain yang akan diangkat dalam aksi ini meliputi penolakan terhadap Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal, Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, Omnibuslaw UU Cipta Kerja, dan sistem outsourcing dengan upah murah (HOSTUM).
Said mengungkapkan bahwa UKT yang mahal membuat pendidikan tinggi semakin sulit dijangkau oleh anak-anak buruh.
Sementara itu, kebijakan KRIS dianggap menurunkan kualitas layanan kesehatan dan memperburuk pelayanan di rumah sakit yang sudah penuh sesak.
"Buruh menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan memastikan pelayanan kesehatan yang adil dan layak bagi seluruh rakyat," tuturnya.
Penolakan terhadap Omnibuslaw UU Cipta Kerja juga disuarakan. Beleid ini, yang diklaim akan mendorong investasi, menurut buruh hanya melegalkan eksploitasi.
Fleksibilitas kerja melalui kontrak dan outsourcing yang semakin bebas dinilai hanya memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk memperlakukan buruh sebagai alat produksi, bukan sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat.
UU Cipta Kerja juga menyebabkan upah murah, pesangon rendah, mudahnya PHK, jam kerja yang fleksibel, hingga hilangnya beberapa sanksi pidana.
Said menambahkan bahwa sistem outsourcing yang tidak memberikan kepastian kerja dan upah yang jauh dari layak, semakin menempatkan buruh dalam kondisi sulit.
"Dalam aksi 6 Juni besok, buruh juga menuntut penghapusan sistem outsourcing dan penolakan upah murah," tegasnya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 mengatur potongan iuran bagi pekerja untuk kepesertaan Tapera.
Pasal 15 PP Nomor 21 Tahun 2024 menetapkan besaran simpanan peserta sebesar 3 persen dari gaji atau upah, dengan 0,5 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja.
Ketentuan mengenai besaran potongan Tapera bagi peserta pekerja sebenarnya sudah diatur dan tidak berubah dari PP Nomor 25 Tahun 2020.
Untuk peserta pekerja mandiri, besaran iuran disesuaikan dengan penghasilan yang dilaporkan. Dalam aturan lama disebutkan, setoran iuran Tapera wajib dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 10, baik bagi peserta pekerja maupun pekerja mandiri.
Pada tahap awal, target peserta Tapera adalah PNS, kemudian TNI dan Polri, disusul oleh karyawan BUMN dan BUMD. Karyawan swasta akan mulai wajib membayar iuran Tapera pada 2027.
Dengan aksi unjuk rasa ini, buruh berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan yang dinilai merugikan mereka dan memastikan kebijakan yang lebih adil dan menguntungkan bagi pekerja.