Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, memastikan bahwa saat ini belum ada rencana perubahan pada Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, meskipun harga beras di pasar masih berada pada level yang tinggi.
Menurut Bayu, kenaikan harga beras disebabkan oleh tiga faktor utama, yakni produksi dalam negeri yang masih belum pulih, biaya produksi terutama untuk pupuk yang tetap tinggi, dan kebijakan global terkait pangan yang membuat pasar dunia masih belum stabil.
Dalam situasi seperti ini, Bayu menegaskan bahwa mengubah kebijakan HET tidak akan memberikan perbaikan signifikan terhadap kondisi perberasan di dalam negeri. "Jadi HET tidak diubah, karena faktornya fundamental yaitu soal produksi. Mengubah HET tidak akan terlalu punya dampak," ujar Bayu dalam konferensi pers di Kantor Bulog pada Kamis (11/1).
Bayu juga menilai bahwa peningkatan HET hanya akan menjadi pembenaran jika harga beras tidak dapat distabilkan. Oleh karena itu, Bulog saat ini aktif melakukan berbagai upaya untuk memastikan agar harga beras tidak melonjak lebih tinggi.
Pemerintah juga telah memastikan bahwa program pangan untuk 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) tetap berjalan, sehingga mereka tidak mengalami kekhawatiran yang berlebihan, tambah Bayu.
Tentang ketetapan HET beras, hal ini diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) No 7 Tahun 2023 mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. Sementara untuk perhitungan HET, pemerintah menetapkannya berdasarkan sistem zonasi.
Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi dengan HET Medium sebesar Rp 10.900/kg dan Premium Rp 12.900/kg. Zona 2, mencakup Sumatra selain Lampung dan Sumatra Selatan, NTT, Kalimantan, dengan harga medium Rp 11.500/kg dan Premium Rp 14.400/kg. Terakhir, zona 3 melibatkan Maluku dan Papua dengan HET medium Rp 11.800/kg dan premium Rp 14.800/kg.