KABARBURSA.COM - Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Sujono Djojohadikusumo, menyatakan bahwa pemerintah sedang mempelajari ide penerbitan obligasi perumahan atau housing bond. Menurutnya, ide ini dianggap lebih baik dan efektif daripada pengampunan pajak atau tax amnesty, yang kini menjadi perhatian seiring dengan rencana tax amnesty jilid III. Usulan ini juga dianggap bisa mendukung program perumahan pemerintah.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar menilai ide tersebut masih belum jelas karena mekanismenya belum rinci. Fajry menilai bahwa, meskipun obligasi perumahan bisa menjadi pilihan, hal ini tidak dapat langsung dipandang lebih baik dari pengampunan pajak (tax amnesty).
"Jika ide ini dianggap lebih baik dari pengampunan pajak (tax amnesty atau TA), maka mekanismenya harus jelas terlebih dahulu. Sangat prematur jika ide yang masih dalam kajian ini langsung dianggap lebih baik dan lebih efektif dari TA," kata Fajry kepada Kabarbursa.com pada Kamis, 6 Februari 2025.
Fajry menjelaskan lebih lanjut, berdasarkan informasi yang beredar, setelah penerbitan housing bond, warga Indonesia yang memiliki dana di luar negeri dapat membeli obligasi tersebut melalui bank-bank besar seperti BTN atau BRI. Dana yang terkumpul dari penjualan obligasi ini akan digunakan untuk mendanai pembangunan perumahan. Meski demikian, Fajry menganggap mekanisme ini tidak terlalu istimewa, karena apabila pemerintah menjadi penerbit obligasi tersebut, mereka tetap harus membayar bunga kepada pemegang obligasi.
"Jika pemerintah menjadi penerbit housing bond, mereka tetap harus membayarkan imbalan bunga kepada pemegang obligasi," ujarnya.
Selanjutnya, Fajry juga mengkritisi informasi yang menyebutkan bahwa investasi di housing bond bisa menjadi pengurang PPh setelah 5-10 tahun. Menurutnya, hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan PPh yang berlaku saat ini.
"Investasi di housing bukan merupakan biaya operasional. Pengurang PPh sudah diatur dalam Pasal 6 UU PPh, yang mencakup biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan," jelas Fajry.
Fajry juga menyinggung potensi adanya pemutihan jika obligasi tersebut di-redeem dan dimasukkan dalam SPT PPh orang pribadi. Menurutnya, dana dari pencairan piutang obligasi perumahan yang masuk ke SPT PPh orang pribadi tidak dianggap sebagai penghasilan dan oleh karena itu tidak memerlukan pemutihan. "Sumber dana dari pencairan piutang obligasi perumahan yang masuk ke SPT PPh OP tidak menjadi objek PPh, jadi tidak perlu ada pemutihan," tambahnya.
Secara keseluruhan, Fajry menyimpulkan bahwa dengan informasi yang terbatas saat ini, housing bond belum bisa dijadikan alternatif yang lebih baik daripada tax amnesty. Ia menekankan bahwa tujuan dari kedua kebijakan ini sangat berbeda.
“Dengan informasi yang minim, housing bond belum bisa dijadikan alternatif pengganti TA," tegas Fajry.
Fajry juga mengingatkan bahwa tantangan dalam implementasi housing bond di Indonesia masih belum jelas. Menurutnya, setiap kali pemerintah menerbitkan surat utang atau obligasi dalam bentuk apapun, termasuk housing bond, investor pasti akan mempertimbangkan seberapa besar imbal hasil yang akan mereka peroleh.
"Ketika pemerintah menerbitkan surat utang atau obligasi, investor pasti akan berpikir seberapa besar imbal hasil yang mereka dapatkan (return on investment atau RoI)," tutup Fajry.
Belum Bisa Diprediksi
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengungkapkan bahwa potensi penerimaan negara dari penerbitan obligasi perumahan atau housing bond belum bisa diprediksi dengan jelas.
Menurutnya, konsep dasar dari obligasi itu sendiri, yang pada dasarnya adalah hubungan utang piutang antara dua pihak, belum cukup memberikan gambaran mengenai dampaknya terhadap penerimaan negara.
Fajry menjelaskan bahwa jika pemerintah menjadi penerbit obligasi dan masyarakat kaya Indonesia menjadi investor, hubungan tersebut tetap bersifat sebagai utang piutang, di mana pemerintah berperan sebagai peminjam dan investor sebagai pemberi pinjaman.
“Hubungan keperdataan utang piutang di atas tidak memunculkan potensi penerimaan negara karena pemerintah harus mengembalikan pinjamannya kepada investor,” ujar Fajry kepada Kabarbursa.com, Kamis 8 Februari 2025.
Selain itu, pemerintah juga harus membayar bunga obligasi kepada investor. Untuk menarik minat investor, Fajry menyarankan agar pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan PPh atas bunga obligasi, sehingga housing bond bisa lebih menarik bagi para calon investor.
Namun, Fajry juga menekankan bahwa pemerintah perlu merancang skema kebijakan housing bond secara komprehensif agar lebih jelas. “Saat ini, siapapun investornya masih menunggu alias wait & see,” tambahnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.