KABARBURSA.COM - PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) bersama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) selaku Wali Amanat membatalkan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) terkait Obligasi Berkelanjutan II Hartadinata Abadi Tahap I Tahun 2024. Semula, RUPO dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 11 Maret 2025.
Hal ini diumumkan dalam laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis, 6 Maret 2025. Dalam pengumuman tersebut, manajemen Hartadinata Abadi tidak memberikan alasan spesifik terkait pembatalan RUPO, hanya menyebutkan bahwa keputusan diambil karena satu dan lain hal. Tidak dijelaskan pula apakah jadwal RUPO akan diganti ke hari yang lain.
RUPO sebelumnya diumumkan dalam pemanggilan resmi bagi pemegang obligasi yang telah dipublikasikan pada 25 Februari 2025 lalu.
Pembatalan RUPO berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi pemegang obligasi HRTA, terutama terkait agenda yang seharusnya dibahas dalam rapat tersebut. RUPO umumnya diadakan untuk membahas perubahan ketentuan obligasi, termasuk kemungkinan perpanjangan tenor, restrukturisasi pembayaran kupon, atau revisi perjanjian terkait.
Analisis Keuangan Hartadinata Abadi
Salah satu faktor yang memicu spekulasi pasar adalah konsisi keuangan Hartadinata Abadi. Dalam laporan keuangan terakhir, HRTA membukukan laba bersih sebesar Rp301,9 miliar pada kuartal III 2024, meningkat 16,2 persen dari Rp259,8 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal total liabilitasnya mencapai Rp1,45 triliun.
Adapun, Obligasi Berkelanjutan II Hartadinata Abadi Tahap I Tahun 2024 sendiri diterbitkan dengan tujuan mendukung ekspansi bisnis serta meningkatkan modal kerja perusahaan.
Dari sisi harga saham, emiten yang bergerak di sektor perhiasan emas ini stagnan pada perdagangan terakhir sebelum pengumuman ini, namun volatilitas dapat meningkat apabila pasar menilai pembatalan RUPO sebagai sinyal negatif terhadap kondisi keuangan perusahaan. Sementara itu, obligasi HRTA yang diperdagangkan di pasar sekunder juga bisa mengalami penyesuaian harga seiring dengan respons investor terhadap ketidakpastian yang muncul akibat pembatalan rapat tersebut.
Bagaimana Valuasinya?
Dilansir dari laporan perusahaan di Stockbit pada Kamis, 6 Maret 2025. HRTA hingga kuartal ketiga tahun 2024 membukukan laba bersih sebesar Rp348 miliar dalam 12 bulan terakhir (TTM), meningkat 13,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp306 miliar.
Kinerja keuangan HRTA ditopang oleh pertumbuhan pendapatan yang signifikan. Perseroan mencatatkan pendapatan sebesar Rp16,81 triliun dalam TTM, naik 59,99 persen secara tahunan.
Dari sisi profitabilitas, HRTA mencatat margin laba kotor sebesar 5,54 persen, sementara margin laba operasi mencapai 4,08 persen pada kuartal terakhir. Adapun margin laba bersih berada di level 1,91 persen.
Dari perspektif valuasi, HRTA saat ini diperdagangkan dengan rasio Price to Earnings (PE) sebesar 6,75 kali berdasarkan laba 12 bulan terakhir, lebih rendah dibandingkan median PE IHSG yang berada di 7,54 kali. Dengan demikian, saham HRTA masih tergolong undervalued dibandingkan rata-rata pasar. Earnings yield HRTA juga tercatat cukup tinggi di level 14,81 persen. Sementara itu, rasio Price to Book Value (PBV) berada di angka 1,07 kali.
Di sisi solvabilitas, HRTA memiliki rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) sebesar 1,40 kali, dengan total liabilitas mencapai Rp3,27 triliun. Perseroan mencatat total aset sebesar Rp5,47 triliun, dengan ekuitas sebesar Rp2,19 triliun. Rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas relatif rendah di 0,27 kali, menunjukkan struktur permodalan yang cukup sehat.
HRTA juga masih memberikan dividen yang konsisten kepada pemegang saham. Pada tahun 2024, perusahaan menetapkan dividen sebesar Rp15 per saham dengan dividend yield mencapai 2,94 persen. Payout ratio perseroan berada di level 17,16 persen.
Dari sisi pergerakan saham, HRTA saat ini memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp2,35 triliun dengan jumlah saham beredar sebanyak 4,61 miliar lembar. Saham HRTA mengalami volatilitas moderat, dengan peringkat kekuatan relatif (Relative Strength Rating) sebesar 89 persen. HRTA juga memiliki Piotroski F-Score sebesar 6, yang mengindikasikan fundamental perusahaan yang masih cukup baik.
Implikasi bagi Hartadinata Abadi
Pembatalan RUPO oleh HRTA dapat menimbulkan ketidakpastian bagi pemegang obligasi dan investor. Meskipun kondisi keuangan perusahaan menunjukkan peningkatan laba bersih, total liabilitas yang signifikan tetap menjadi perhatian. Investor perlu memantau perkembangan selanjutnya dan memastikan bahwa perusahaan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga kepercayaan pasar serta memenuhi kewajiban finansialnya.
Dengan memahami kasus-kasus sebelumnya dan regulasi yang berlaku, diharapkan investor dapat mengambil keputusan yang lebih bijak dalam menghadapi situasi serupa.
Seperti contohnya PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), sebuah perusahaan konstruksi milik negara, mengalami penolakan dalam RUPO yang diadakan pada tahun 2023. Penolakan ini berujung pada gagal bayar bunga obligasi sebesar Rp135 miliar. Situasi tersebut diperparah dengan pembatalan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp3 triliun, sebagaimana tertuang dalam Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor S-410/MBU/08/2023 tanggal 2 Agustus 2023. (*)