KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Selasa, 14 Oktober 2025, dengan wajah muram. Setelah sempat mencoba bertahan di atas level 8.100, indeks akhirnya menyerah di angka 8.006,52, melemah tajam 1,95 persen atau 160,68 poin.
Penurunan ini menjadi salah satu koreksi harian terdalam dalam dua bulan terakhir, yang menandai meningkatnya tekanan jual di hampir seluruh sektor saham.
Nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia tercatat cukup tinggi, mencapai Rp31,89 triliun dengan volume perdagangan mencapai 46,97 miliar saham dari 3,23 juta kali transaksi. Meski likuiditas tampak terjaga, arah arus dana jelas menunjukkan outflow dari saham-saham berkapitalisasi besar, terutama di sektor keuangan dan energi yang menjadi tulang punggung IHSG.
Dari total saham yang diperdagangkan, hanya 144 saham yang berhasil menguat, sedangkan 614 saham melemah dan 198 saham stagnan. Rasio ini menggambarkan tekanan jual yang nyaris menyeluruh, dengan mayoritas pelaku pasar memilih menepi di tengah meningkatnya kekhawatiran global dan domestik.
Menariknya, di tengah gelombang merah yang menenggelamkan hampir semua sektor, hanya satu sektor yang berhasil bertahan di zona hijau, yaitu sektor properti, yang mencatat kenaikan tipis 0,03 persen.
Sektor ini menjadi satu-satunya “penyelamat simbolis” bursa hari ini, berkat optimisme pasar terhadap potensi penurunan suku bunga yang diyakini dapat menggairahkan kembali penjualan residensial di kuartal IV.
Sebaliknya, sektor lain berguguran dengan penurunan yang dalam. Transportasi menjadi yang paling terpukul dengan penurunan 3,99 persen, disusul energi yang turun 3,34 persen, serta keuangan yang melemah 2,9 persen. Ini menjadi tanda bahwa tekanan jual menimpa bank-bank besar dan saham BUMN.
Sektor infrastruktur juga turun signifikan 2,53 persen, sementara barang baku terkoreksi 2,14 persen. Artinya, pelemahan menyebar ke seluruh lapisan pasar.
Sektor teknologi pun tak luput dari tekanan, jatuh 2,08 persen, diikuti sektor barang konsumen non-primer (−1,83 persen) dan primer (−1,43 persen). Bahkan kesehatan, yang biasanya menjadi sektor defensif, turun 0,18 persen.
Satu-satunya sisi positif mungkin hanya datang dari fakta bahwa IHSG belum kembali di bawah level psikologis 8.000.
Lima Saham Tampil Heroik, Rupiah Bergerak Stabil
Namun, di tengah badai pelemahan indeks, pasar tetap menyisakan “kisah manis” dari segelintir saham yang berhasil membalik arah nasib. Ada lima saham yang tampil heroik dengan kenaikan harga di atas 25 persen hanya dalam satu hari perdagangan.
Saham PT Topindo Solusi Komunika Tbk (TOSK) memimpin dengan lonjakan 34,78 persen ke Rp93, diikuti PT Martina Berto Tbk (MBTO) yang terbang 34,46 persen ke Rp199.
PT Puri Global Sukses Tbk (PURI) melompat 34,38 persen ke Rp258. Dua lainnya, PT Mustika Ratu Tbk (MRAT) dan PT Shield on Service Tbk (SOSS), juga melesat 25 persen ke Rp525 dan Rp1.300.
Kenaikan ekstrem ini memberi warna kontras di tengah hari perdagangan yang suram. Namun, para analis menilai lonjakan tersebut lebih disebabkan oleh faktor teknikal dan aktivitas trading jangka pendek daripada perubahan fundamental yang signifikan.
Saham-saham ini biasanya memiliki kapitalisasi kecil dengan volatilitas tinggi, sehingga rentan menjadi target spekulasi di tengah pasar yang lesu.
Di sisi lain, deretan saham yang anjlok menunjukkan seberapa keras tekanan jual menimpa segmen menengah bawah. Saham PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI) longsor 15 persen ke Rp340, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) ambruk 14,98 persen ke Rp6.950, dan PT Krom Bank Indonesia Tbk (BBSI) jatuh 14,95 persen ke Rp4.210.
Sementara itu, PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE) dan PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO) ikut tergelincir masing-masing 14,8 persen dan 14,79 persen. Ini mencerminkan kepanikan investor yang menarik dana secara cepat.
Analis pasar menilai, pelemahan IHSG hari ini tidak sepenuhnya dipicu faktor domestik, melainkan dampak dari kombinasi tekanan eksternal dan aksi ambil untung setelah reli panjang. Kekhawatiran terhadap arah kebijakan The Fed, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan ekspektasi koreksi harga komoditas global menjadi katalis negatif yang membebani bursa Asia, termasuk Indonesia.
Rupiah yang masih bertahan di kisaran Rp16.500 per dolar AS relatif stabil, namun investor asing tampak berhati-hati menambah posisi baru di pasar saham.
Di sisi lain, investor lokal cenderung menahan diri, menunggu sinyal stabilisasi yang lebih jelas menjelang rilis data inflasi dan neraca perdagangan bulan ini.
Secara teknikal, posisi IHSG yang kini berada di kisaran 8.000 dianggap sebagai zona kritis. Jika indeks mampu bertahan dan memantul dari level ini, potensi rebound jangka pendek terbuka.
Namun, jika tekanan jual berlanjut dan IHSG menembus di bawah 8.000, bukan tidak mungkin koreksi lebih dalam menuju area 7.850 akan terjadi.
Hari ini, bursa Indonesia seperti panggung ironi, hanya sektor properti yang hijau, sementara 10 sektor lainnya terpuruk. Namun, bagi sebagian investor, momen seperti ini justru menjadi ajang berburu peluang di tengah kepanikan.(*)