Logo
>

IHSG Anjlok Tiba-tiba Melonjak, Ternyata Ada Fenomena ini

Ditulis oleh KabarBursa.com
IHSG Anjlok Tiba-tiba Melonjak, Ternyata Ada Fenomena ini

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pembalikan arah setelah kemarin anjlok lebih dari 4 persen hingga mendekati batas trading halt. IHSG hingga pukul 10.30 hari ini, Selasa 6 Agustus 2024, melonjak 76,34 poin atau setara 1,02 persen ke level 7.128.

    Kenaikan ini terjadi setelah indeks sempat anjlok 298,71 poin atau 4,09 persen ke posisi 7.009. Meski posisi hari ini membaik, tekanan belum mereda. Justru, anjloknya IHSG kemarin memberikan sinyal akan terjadinya resesi ekonomi ke depan. "IHSG 2024 adalah cerminan 2019," ujar Analis Algo Research Alvin Baramuli, Selasa 6 Agustus 2024.

    Jika tren penurunan IHSG pada 2019 dipicu oleh pandemi Covid-19, maka penurunan kali ini lantaran kekhawatiran krisis akibat melemahnya ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China. Dua tema utama yang memicu tren bearish sejak pekan lalu adalah melemahnya ekonomi AS dan ketidakseimbangan kurs mata uang asing.

    Alvin menyarankan investor untuk sementara waktu melupakan fluktuasi dolar AS, serta bond-proxy stocks. Investor saat ini melakukan aksi jual, dan yang diuntungkan hanyalah obligasi dan cash. Profit taking dan tambah cash hingga 100 persen, jelas Alvin.

    Direktur Reliance Sekuritas Reza Priyambada menjelaskan bahwa apa yang terjadi di bursa saham Asia belakangan ini didorong oleh menurunnya ekspektasi soft landing pada ekonomi AS setelah data non-farm payrolls menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat. Pada Juli 2024, hanya terdapat penambahan sebesar 114.000 tenaga kerja baru, di bawah ekspektasi pasar sebesar 175.000. Sementara itu, tingkat pengangguran naik ke level 4,3 persen, di atas proyeksi The Fed sebesar 4 persen tahun ini. Penurunan ekonomi AS juga tercermin dari data S&P manufacturing PMI yang turun ke level kontraksi sebesar 49,6 pada Juli 2024.

    Potensi resesi pada ekonomi AS meningkatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada September 2024 menjadi 50bps. Hal ini dapat memicu pelemahan lanjutan pada Dollar Index, jelas Reza.

    Di dalam negeri, BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2024 tumbuh sebesar 5,05 persen secara tahunan dan 3,79 persen secara kuartalan. Laju pertumbuhan ekonomi cenderung terbatas didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh stagnan sebesar 4,93 persen secara tahunan. Hal ini juga tercermin dari Indonesia yang mencatatkan deflasi selama tiga bulan berturut-turut.

    Fenomena Cash is King

    Fenomena "Cash is King" merujuk pada situasi di pasar atau ekonomi di mana likuiditas uang tunai menjadi sangat penting dan berharga. Dalam kondisi pasar yang tidak stabil atau mengalami penurunan tajam, memiliki uang tunai memberi investor fleksibilitas dan kemampuan untuk bertindak lebih cepat. Uang tunai memungkinkan mereka untuk membeli aset dengan harga lebih rendah saat pasar turun.

    Selama masa ketidakpastian ekonomi atau volatilitas pasar, memegang uang tunai dapat mengurangi risiko karena tidak terpapar langsung pada fluktuasi harga aset yang lebih tinggi. Ini membantu melindungi modal dari kerugian lebih lanjut.

    Ketika pasar kembali pulih atau ada kesempatan investasi menarik muncul, investor dengan uang tunai lebih siap untuk mengambil peluang tersebut tanpa harus menjual aset dengan kerugian.

    Dalam kondisi pasar bearish atau resesi, aset seperti saham atau obligasi mungkin mengalami penurunan nilai yang signifikan. Dengan memegang uang tunai, investor bisa menghindari kerugian dari penurunan nilai aset tersebut.

    Uang tunai dianggap sebagai aset yang paling aman karena tidak terpengaruh oleh risiko pasar atau ekonomi. Ini memberikan rasa aman dan stabilitas selama periode ketidakpastian.

    Indeks PMI AS

    Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB berasal dari industri pengolahan yang tumbuh terbatas sebesar 4,13 persen secara tahunan dan 0,30 persen secara kuartalan. Hal ini sejalan dengan data S&P manufacturing PMI Indonesia yang mencatatkan perlambatan dan pada Juli 2024 masuk ke level kontraksi sebesar 49,3, didorong oleh penurunan permintaan dan output.

    Alvin menilai pertumbuhan ekonomi global memburuk, sementara perekonomian Indonesia tidak memiliki katalis. IHSG pun diperdagangkan pada level resistance secara teknikal. Cash adalah alpha saat tidak bisa mencetak uang dari IHSG, imbuh Alvin.

    Reza melihat sejumlah potensi risiko di pasar saat ini. Pertama, potensi peralihan investor ke aset safe haven di tengah kekhawatiran resesi AS dan masih melambatnya ekonomi China dapat memicu outflow. Kedua, kekhawatiran resesi dapat meningkatkan potensi pelemahan permintaan pada komoditas. Ketiga, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat. Keempat, meningkatnya kekhawatiran geopolitik setelah terbunuhnya pimpinan Hamas, Ismail Haniyeh, yang turut meningkatkan ketegangan antara Presiden Joe Biden dan Benjamin Netanyahu.

    Perbandingan IHSG 2019 dan 2024

    Beberapa faktor utama yang dapat memengaruhi pergerakan IHSG antara tahun 2019 dan 2024. Perubahan kebijakan pemerintah, terutama di bidang fiskal dan moneter, dapat memberikan dampak signifikan terhadap kinerja IHSG. Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan tingkat suku bunga merupakan faktor-faktor makro yang sangat memengaruhi kinerja pasar saham.

    Sentimen investor, baik domestik maupun asing, sangat berpengaruh terhadap permintaan saham di pasar. Harga komoditas seperti batu bara dan minyak sawit yang merupakan komoditas ekspor utama Indonesia dapat memengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan terkait dan pada akhirnya berdampak pada IHSG. Perkembangan ekonomi global, konflik geopolitik, dan kebijakan bank sentral negara-negara maju seperti The Fed juga dapat memengaruhi kinerja IHSG.

    Konteks Tahun 2019 dan 2024

    • 2019: Tahun 2019 merupakan tahun menjelang pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia. Biasanya, tahun politik cenderung membawa ketidakpastian yang dapat memengaruhi sentimen pasar. Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok juga menjadi salah satu faktor eksternal yang memberikan tekanan pada pasar global, termasuk Indonesia.
    • 2024: Tahun 2024 juga merupakan tahun politik di Indonesia, namun dengan dinamika yang berbeda. Selain itu, dunia masih bergulat dengan dampak pandemi Covid-19, serta adanya ketidakpastian geopolitik yang terus berlanjut. (*)

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi