Logo
>

IHSG Dekati Area Uji Teknis, Analis Soroti Potensi Koreksi

IHSG melanjutkan penguatan dengan dominasi volume beli, namun analis MNC Sekuritas memperingatkan potensi koreksi seiring terbentuknya pola wave teknikal.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
IHSG Dekati Area Uji Teknis, Analis Soroti Potensi Koreksi
IHSG dekati area uji teknis, MNC Sekuritas peringatkan potensi koreksi meski penguatan masih didukung volume beli. Foto: Kabar/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan penguatan pada Selasa, 7 Mei 2025, dengan kenaikan 0,97 persen ke level 6.898. Penguatan ini masih ditopang oleh volume pembelian yang dominan, dan menurut analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana, pergerakan indeks saat ini masih berada pada akhir wave [a] dari wave B.

“Diperkirakan, area penguatan akan menguji 6.934–6.943,” tulis Herditya dalam riset harian yang diterima KabarBursa.com di Jakarta, Rabu 7 Mei 2025.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa pasar perlu mewaspadai potensi pembalikan arah dari IHSG untuk membentuk wave [b], yang diperkirakan akan menguji rentang 6.364–6.618. Adapun level support IHSG berada di kisaran 6.759 dan 6.708, sementara resistance terdekat berada pada 6.933 hingga 6.986.

Di tengah sentimen teknikal yang menguat, terdapat sejumlah saham yang menurut MNC Sekuritas menarik untuk dipantau:

  1. BRMS (PT Bumi Resources Minerals Tbk) menguat 5,88 persen ke level 396. Analis memperkirakan BRMS tengah berada di bagian dari wave (iii) dari wave [iii].
  2. ERAA (PT Erajaya Swasembada Tbk) naik 3,77 persen ke 496. Saat ini ERAA diperkirakan berada pada bagian dari wave (iv) dari wave [iii].
  3. TINS (PT Timah Tbk) melonjak 7,66 persen ke 1.195, dengan posisi teknikal berada pada awal wave iii dari wave (c).
  4. UNVR (PT Unilever Indonesia Tbk) juga menguat 3,38 persen ke 1.835 dan dinilai sedang berada di awal wave [v] dari wave C.

Keempat saham tersebut disoroti oleh analis sebagai bagian dari pergerakan gelombang (wave) teknikal yang berpotensi mendukung tren jangka pendek, seiring dominasi volume beli yang mengiringi kenaikannya di pasar.

Peluang Rebound


IHSG sebelumnya menutup perdagangan di zona hijau pada Selasa, 6 Mei 2025 sore ini. Indeks menguat sebesar 66,24 poin atau setara 0,97 persen ke level 6.898,20.

Minghijaunya IHSG hari ini ditopang sebagian sektor. Secara sektoral, sektor energi mencatatkan penguatan tertinggi hari ini dengan kenaikan sebesar 1,96 persen, diikuti sektor barang konsumen siklikal yang naik 1,27 persen, dan sektor industri dasar yang turut naik 0,93 persen. Sektor properti mengalami pelemahan terdalam dengan koreksi 0,28 persen, sementara sektor industri dasar turun tipis 0,01 persen.

IHSG diperkirakan masih berpeluang melanjutkan penguatan pada pekan ini setelah pekan lalu berhasil rebound dan kembali menembus level psikologis 6.800.

Kendati demikian, pergerakan indeks diproyeksikan akan diwarnai volatilitas tinggi seiring penantian data inflasi global serta arah kebijakan suku bunga The Fed.

"Secara teknikal, IHSG menunjukkan sinyal rebound yang cukup kuat dan berhasil keluar dari tekanan di bawah 6.800. Jika sentimen eksternal membaik dan capital inflow berlanjut, kami melihat peluang IHSG untuk menguji resistance di kisaran 6.900–6.950 cukup terbuka," ujar Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan saat dihubungi KabarBursa.com, Selasa, 6 Mei 2025.

David menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi pergerakan IHSG saat ini. Di antaranya adalah arah kebijakan The Fed dan pergerakan yield obligasi AS yang menjadi acuan utama pasar global. Selain itu, rilis laporan keuangan kuartal I 2025 dari emiten-emiten domestik turut menjadi katalis penting yang memengaruhi sentimen investor. 

"Arah aliran dana asing yang mulai kembali masuk dan harga komoditas—terutama batu bara serta CPO—masih menjadi penopang utama sektor energi dan agribisnis," katanya.

Untuk peluang investasi, David merekomendasikan beberapa saham yang dinilai berpotensi mencatat kinerja positif.

Sell in May


Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, mengungkapkan data historis menunjukkan bahwa bulan Mei secara statistik memberikan probabilitas kenaikan IHSG terendah, hanya 20 persen dalam lima tahun terakhir.

Sebaliknya, April mencatat winning rate 80 persen. Liza menambahkan, “Bulan lalu IHSG melonjak 9,3 persen, namun memasuki Mei, pelaku pasar perlu mewaspadai faktor global yang bisa memicu volatilitas.”

Sejumlah indikator ekonomi dan keputusan suku bunga dari negara-negara besar akan dirilis sepanjang Mei, termasuk FOMC AS, Bank of England, dan data inflasi serta GDP dari China, Jepang, Jerman, dan Uni Eropa. Dari dalam negeri, data PDB kuartal I dan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menjadi sorotan penting. “KIWOOM melihat seluruh agenda ini memiliki potensi besar mengguncang pasar saham global,” kata Liza.

Ketidakpastian juga ditambah dengan gelombang kebijakan tarif impor dari AS. Presiden Donald Trump kembali melancarkan agenda proteksionis “America First”, dengan tiga langkah besar yang mulai berlaku Mei ini.

Pertama, pada 2 Mei 2025, AS mencabut kebijakan de minimis untuk barang dari China dan Hong Kong bernilai di bawah USD 800. Mulai Juni, tarif flat per item naik dari USD 100 menjadi USD 200. “Platform seperti Shein dan Temu menghentikan sementara pengiriman ke AS. Konsumen berpenghasilan rendah terkena dampak karena harga barang melonjak,” ujar Liza.

Kedua, sejak 3 Mei 2025, AS menerapkan tarif 25 persen atas mobil impor utuh (CBU), termasuk dari Kanada dan Meksiko. “Beberapa produsen otomotif besar seperti GM dan Ford menghentikan produksi sementara karena gangguan pasokan. PHK dan lonjakan harga mobil pun mengintai,” katanya.

Ketiga, tarif 100 persen atas film yang diproduksi di luar negeri direncanakan mulai berlaku kuartal ketiga 2025. “Disney dan Netflix menunda proyek di luar AS. Ini menimbulkan protes dari pelaku industri film global,” kata Liza.

Akibat berbagai kebijakan ini, Moody’s memperkirakan inflasi barang konsumen di AS akan naik 0,4 persen dalam dua bulan ke depan. Sementara model dari Penn Wharton Budget memperkirakan bahwa jika seluruh tarif diterapkan secara permanen, PDB AS jangka panjang akan turun 6 persen dan upah riil menurun 5 persen. Rata-rata rumah tangga kelas menengah diperkirakan kehilangan USD 22.000 sepanjang hidupnya.

Gangguan rantai pasok dan distribusi juga menjadi perhatian. “E-commerce mengalihkan rute pengiriman via Meksiko, yang bisa memicu tarif baru lagi di masa depan,” kata Liza.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).