KABARBURSA.COM - Perdagangan di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pagi hari ini, Kamis, 27 Juni 2024, dibuka menguat 0,64 persen. Indeks mencatat kenaikan 44,18 poin ke level 6.949.
Volume perdagangan, menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat 934 juta saham dengan nilai transaksi Rp750 miliar. Adapun frekuensi yang terjadi sebanyak 55.760 kali. Sebanyak 203 saham menguat, dan 143 saham melemah. Sementara, 181 saham tidak bergerak.
LQ45 menguat 0,58 persen di 868,27, indeks JII tumbuh 0,57 persen di 498,41, indeks MNC36 naik 0,46 persen di 324,51, dan IDX30 menanjak 0,47 persen di 430,71. Sebagian besar sektor tumbuh merata di bawah 1 persen, sedangkan yang turun hanya konsumer siklikal, energi, dan industri.
Head of Retail Research Analyst BNI Sekuritas Fanny Suherman, melihat bahwa pergerakan IHSG secara teknikal hari ini akan berpotensi sideways, menjelang pengumuman GDP dan data Core PCE Amerika Serikat (AS) di kuartal I-2024 yang akan segera dirilis. “Hari ini IHSG masih berpotensi sideways, dengan level support IHSG di 6.850-6.870, sedangkan level resist berada di 6.930-6.950,” ucap Fanny.
Sementara Ratih Mustikoningsih, Financial Expert Ajaib Sekuritas, dalam risetnya menjelaskan sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG hari ini antara lain, dari dalam negeri, aksi profit taking oleh investor asing masih terjadi di saham perbankan Big Caps. Investor asing catatkan jual bersih Rp313,8 miliar di seluruh pasar pada Rabu, 26 Juni 2024.
Outflow tersebut mencerminkan kekhawatiran investor akan stabilitas ekonomi domestik, khususnya nilai tukar rupiah (Jisdor) yang terdepresiasi 6,2 persen year to date (ytd) di level Rp16.435 per dolar AS. Risiko nilai tukar juga berdampak bagi turunya margin profitabilitas emiten.
"Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mempertimbangkan perpanjangan restrukturisasi kredit COVID-19 hingga 2025. Pasalnya, stimulus tersebut telah berakhir pada Maret 2024. Perpanjangan kebijakan tersebut akan membantu perbankan memperbaiki kualitas aset dan menjaga pencadangan (CKPN). Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan stimulus tersebut untuk diperpanjang pada Sidang Kabinet awal pekan ini," tulisnya.
Selain itu, acuan investasi global, HSBC, menurunkan rekomendasinya untuk saham-saham di Indonesia dari sebelumnya Overweight menjadi Neutral. Ini menjadi langkah kesekian lembaga keuangan dan investasi global yang menilai saham-saham di Indonesia ‘Kurang Menarik’, setelah sebelumnya Morgan Stanley juga memangkas rekomendasinya.
Salah satu pertimbangannya, saham-saham di Indonesia diprediksi akan terpukul oleh depresiasi rupiah yang amat dalam, ditambah lagi dengan tingkat suku bunga yang tinggi.
Pada saat yang bersamaan, ketidakpastian kebijakan muncul imbas dari transisi pemerintah yang ke depan akan dipimpin oleh Prabowo Subianto. Isu fiskal yang sempat menekan pasar beberapa waktu lalu, meski sudah dimoderasi oleh pernyataan komitmen kesinambungan fiskal oleh Satgas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran pada Senin, 24 Juni 2024 lalu, masih belum sepenuhnya tuntas.
Ambisi belanja yang begitu besar oleh pemerintahan baru kelak akan menuntut pembiayaan utang yang lebih besar, dan juga sudah mendapatkan peringatan oleh Anggota Dewan agar Pemerintah lebih memiliki prioritas.
Dari luar negeri, sentimen global yang menekan aset-aset di Emerging Market, termasuk Indonesia bersumber dari prospek kebijakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed).
Indeks kekuatan greenback menyentuh level tertinggi sejak November pada Rabu, 26 Juni 2024, yang tadi malam menyentuh 106 dan pagi ini melanjutkan keperkasaan di 106,05. Mendorong Yield surat utang AS, US-Treasury, merangkak naik lagi di semua tenor di mana UST-10Y melonjak 9 bps ke level 4,337 persen.
Pernyataan terbaru sejumlah pejabat The Fed sebelumnya yang cenderung Hawkish serta makin mengikis peluang pemangkasan suku bunga karena mereka masih melihat ada risiko lonjakan inflasi ke depan.
"Ini semua tentang The Fed. Suku bunga yang ada di level tinggi lebih lama (Higher for Longer) berarti menjaga suku bunga tetap tinggi, menarik dana global ke Amerika dan membuat dolar AS tetap kuat," kata Andrew Brenner, Head of International Fixed Income di NatAlliance Securities LLC.
Masih dari sentimen global, Ratih menambahkan bahwa penjualan rumah baru tipe single family di Amerika Serikat (AS) pada Mei 2024 turun 11,3 persen month on month (mom) menjadi 619 ribu unit. Perolehan tersebut merupakan yang terendah dalam 6 bulan terakhir dan di bawah perkiraan sebesar 640 ribu. Minimnya penjualan diakibatkan kenaikan harga dan kredit rumah. Dari Asia, Indeks Nikkei 225 sejak awal tahun (ytd) melonjak 18,534 persen, pada Rabu, 26 Juni 2024.
"Penguatan tersebut sejalan dengan performa saham teknologi Jepang yang mengikuti pergerakan Indeks Nasdaq khususnya didorong oleh saham sektor chip Nvidia dan saham teknologi lain nya. Sementara, reinvestasi atas dividen yang didapatkan investor juga menambah likuiditas di pasar ekuitas Jepang," lanjutnya. (*)