KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pada perdagangan Kamis, 23 Oktober 2025, naik 43,61 poin atau 0,53 persen ke level 8.196,16.
Sepanjang sesi awal, indeks sempat menyentuh level tertinggi di 8.200,95 sebelum terkoreksi tipis ke level terendah 8.179,61.
Total volume transaksi pagi ini mencapai 5,07 juta lot dengan nilai perdagangan Rp369,16 miliar dari 47.540 transaksi di seluruh pasar. Aktivitas investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp133,51 miliar di seluruh pasar, dengan pembelian bersih Rp169,82 miliar di pasar reguler, sementara di pasar tunai dan negosiasi tercatat net sell Rp36,31 miliar.
Secara total, nilai pembelian investor asing tercatat Rp7,36 triliun berbanding penjualan Rp7,23 triliun, sementara investor domestik mendominasi 68,45 persen transaksi pasar.
Dari jajaran saham yang mengalami penguatan tertinggi (top gainers), City Retail Developments Tbk (NIRO) melonjak 24,55 persen ke posisi Rp274. Disusul oleh Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk (RISE) yang meroket 20,00 persen ke Rp10.500, kemudian PP Presisi Tbk (PPRE) naik 16,38 persen ke Rp135, Multi Makmur Lemindo Tbk (PIPA) meningkat 15,68 persen ke Rp428, dan Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) menguat 15,38 persen ke Rp4.500.
Sementara itu, saham-saham yang melemah antara lain Mineral Sumberdaya Mandiri Tbk (AKSI) turun 12,34 persen ke Rp412, Supra Boga Lestari Tbk (RANC) melemah 8,64 persen ke Rp1.005, Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM) terkoreksi 8,18 persen ke Rp505, Multitrend Indo Tbk (BABY) turun 7,02 persen ke Rp424, dan Agro Bahari Nusantara Tbk (UDNG) melemah 6,17 persen ke Rp2.130.
Dari sisi sektoral, hampir seluruh indeks sektor mengalami penguatan. Sektor properti memimpin kenaikan dengan lonjakan 3,77 persen, diikuti oleh non-cyclical yang naik 1,59 persen, teknologi sebesar 0,86 persen, serta energi dan industri yang masing-masing menguat 0,78 persen dan 0,84 persen. Sementara sektor yang cenderung stagnan adalah cyclical dengan kenaikan tipis 0,06 persen.
Analis menilai, penguatan IHSG pagi ini didorong oleh optimisme terhadap data inflasi domestik yang stabil, arus masuk modal asing, serta rotasi sektor ke saham properti dan keuangan yang dinilai undervalued setelah koreksi pekan lalu. Investor masih akan mencermati arah kebijakan The Fed dan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjelang akhir bulan.
IHSG diperkirakan akan bergerak menguat secara terbatas dalam sepekan perdagangan 20 hingga 24 Oktober 2025, seiring ekspektasi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia dan rilis sejumlah data ekonomi penting Amerika Serikat.
Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus mengungkapkan sentimen tersebut diyakini menjadi pemicu rebound pasar setelah koreksi tajam yang terjadi pada pekan sebelumnya.
Selain itu, Bank Indonesia diperkirakan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen. Ini akan menjadi pemangkasan kelima kalinya sepanjang tahun 2025 dan menjadi salah satu katalis utama yang diperhatikan pelaku pasar. Dari sisi global, rilis data ekonomi Amerika Serikat seperti initial jobless claims dan inflasi tahunan bulan September yang diproyeksikan naik tipis menjadi 3 persen dari 2,9 persen turut menjadi sentimen penggerak pasar.
Indri mengatakan potensi penguatan IHSG pekan ini cukup terbuka setelah koreksi yang terjadi pada pekan lalu. “Pasar kemungkinan besar akan memanfaatkan kondisi market yang sudah terkoreksi untuk mulai mengoleksi saham-saham bervaluasi menarik,” kata Indri melalui keterangan resmi yang diterima KabarBursa.com, Senin, 20 Oktober 2025.
Indri memperkirakan IHSG akan bergerak dalam rentang support 7.730 dan resistance 8.100. Ia menilai sektor perbankan, properti, dan infrastruktur yang sensitif terhadap suku bunga berpeluang menjadi fokus investor.
Selain itu, sektor komoditas terutama emas serta saham-saham konglomerasi diperkirakan akan mendapat momentum beli. Strategi ini dikenal sebagai bottom fishing, di mana investor memanfaatkan momentum koreksi untuk akumulasi jangka menengah.
Pekan lalu, IHSG sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di 8.288 namun kemudian ditutup melemah 4,14 persen. Asing mencatat net sell di pasar reguler sebesar Rp4,2 triliun. Dari 11 sektor, hanya sektor kesehatan yang mencatat penguatan sebesar 2,79 persen. Sementara itu, sektor teknologi mengalami pelemahan terdalam yaitu 11,59 persen akibat tekanan pada saham DCII dan MLPT yang memiliki bobot besar dalam indeks.
Sentimen eksternal yang membebani pasar pada pekan lalu antara lain ketegangan hubungan Amerika Serikat dan China. China berencana membatasi ekspor tanah jarang yang memicu respons keras Presiden AS Donald Trump. Amerika Serikat mengancam akan memberlakukan tambahan tarif hingga 100 persen jika China tetap pada rencana pembatasan tersebut. Tanah jarang merupakan bahan baku penting industri elektronik dan pertahanan nasional AS, sehingga konflik ini meningkatkan ketidakpastian global.
Selain itu, outlook pemangkasan suku bunga The Federal Reserve juga menjadi perhatian utama pasar global. Sebanyak 99 persen pelaku pasar meyakini The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan akhir bulan ini, sementara sisanya memperkirakan pemangkasan 50 basis poin. Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter ini memberi ruang bagi arus dana asing kembali masuk ke pasar negara berkembang termasuk Indonesia.
Dari sisi domestik, rencana pemerintah untuk menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke 8 persen juga menjadi faktor pendorong optimisme pasar. Menteri Keuangan tengah mempertimbangkan langkah ini untuk memperkuat daya beli masyarakat. Anggota DPR, Misbakhun, turut mendorong penurunan tarif PPN demi mempercepat perputaran ekonomi domestik.
Harga emas dunia turut mencetak rekor tertinggi baru di level 4.381 dolar AS per troy ounce. Lonjakan harga emas ini ditopang oleh meningkatnya tensi perang dagang AS–China, ekspektasi pemangkasan suku bunga, serta kekhawatiran atas stabilitas ekonomi Amerika Serikat akibat dampak government shutdown yang terjadi belakangan ini.
“Fokus pasar akan terbagi pada kebijakan moneter, tensi geopolitik, dan momentum pada sektor komoditas. Jika sentimen berjalan sesuai ekspektasi, rebound IHSG berpeluang terjadi meski pergerakan masih cenderung terbatas,” ujar Indri.
Kombinasi sentimen global dan domestik tersebut, pelaku pasar diperkirakan akan lebih selektif dalam mengakumulasi saham, terutama pada sektor dengan prospek penguatan jangka menengah. Rebound IHSG pada pekan ini akan sangat ditentukan oleh kepastian arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia dan respons pasar terhadap rilis data ekonomi Amerika Serikat.(*)