KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat sebesar 23 poin atau naik 0,36 persen ke level 6.555 pada perdagangan.
Merujuk data perdagangan RTI Business, volume perdagangan pada pembukaan sesi I pagi ini sebesar Rp337.041 juta dengan transaksi 226.678 miliar dengan frekuensi 15,027.
Sementara itu 166 saham terpantau menguat, 68 saham melemah, dan 245 saham mengalami stagnan.
Mengutip Stockbit, saham ASBI terpantau menjadi top gainer dengan kenaikan harga saham sebesar 23,86 persen. Di posisi kedua ada SKLT yang naik 21,05 persen, diikuti GPSO yang melonjak 13,12 persen, BBRC 11,76 persen, dan SHID 10,60 persen.
Dari sisi top loser, saham POLU terpantau terkoreksi paling dalam dengan penurunan -12, 24 persen, diikuti NAYZ -9,76 persen, ISAP -8,33 persen, DMMX -6,63 persen, dan DAYA -6,29 persen.
Di satu sisi, IHSG diprediksi berpeluang bangkit dalam jangka pendek. Analis Teknikal MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, memperkirakan IHSG akan menguji area 6.671–6.829 dalam rangka membentuk wave (iv) dari wave [c] pada skenario hitam.
“Kami perkirakan, terdapat peluang penguatan IHSG dalam jangka pendek, paling tidak untuk menguji rentang area 6.671-6.829,” ujar Herditya dalam riset harian yang diterima KabarBursa.com di Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Sementara itu Reliance Sekuritas memproyeksikan IHSG akan bergerak pada kisaran support pada level 6,481 dan resistance pada level 6,598 dengan kecenderungan menguat.
"Secara teknikal, candle IHSG berbentuk black spinning top, serta indikator Stochastic dead cross. Dengan kondusifnya bursa saham regional, maka IHSG berpeluang besar mengalami kenaikan," tulis Reliance dalam risetnya.
Wall Street Bervariasi, Coca-Cola Naik, Tesla Ambruk
Sementara diberitakan sebelumnya, Wall Street ditutup bervariasi pada perdagangan Selasa waktu setempat atau Rabu, 12 Februari 2025, dini hari WIB. Kenaikan saham Coca-Cola dan Apple berhasil menahan laju pelemahan yang dialami Tesla. Sementara itu, investor masih mencermati pernyataan terbaru Ketua Federal Reserve, Jerome Powell.
Dalam kesaksiannya di hadapan Komite Perbankan Senat, Powell mengatakan bank sentral AS belum terburu-buru menurunkan suku bunga jangka pendek lagi. Ia menegaskan ekonomi AS masih kuat secara keseluruhan dengan tingkat pengangguran yang rendah dan inflasi yang masih bertahan di atas target 2 persen The Fed.
Di sisi lain, pelaku pasar juga menunggu perkembangan terbaru dari Presiden AS Donald Trump terkait kebijakan tarif. Sehari sebelumnya, Trump secara signifikan menaikkan tarif impor baja dan aluminium, serta mengisyaratkan bahwa dalam dua hari ke depan, ia akan mengumumkan kebijakan tarif timbal balik terhadap semua negara yang mengenakan bea masuk atas produk-produk AS.
“Valuasi saham saat ini cukup tinggi, proyeksi perusahaan masih konservatif, inflasi tetap membandel, kebijakan pemerintah tidak pasti, pembicaraan tarif masih berlangsung, dan ketegangan global makin meningkat. Secara keseluruhan, tingkat ketidakpastian sangat tinggi, yang berarti volatilitas pasar bisa meningkat,” ujar Kepala Strategi Ekuitas di U.S. Bank Wealth Management, Terry Sandven, dikutip dari Reuters di Jakarta, Rabu.
Saham Coca-Cola (KO.N) melonjak 4,7 persen setelah kinerja pendapatannya di kuartal keempat melampaui ekspektasi. Harga jual yang lebih tinggi serta permintaan yang tetap kuat terhadap minuman soda dan jus menjadi faktor utama kenaikan ini.
Sebaliknya, Tesla (TSLA.O) terjun bebas 6,3 persen hanya sehari setelah Reuters dan sejumlah media lain melaporkan bahwa konsorsium yang dipimpin CEO Elon Musk mengajukan tawaran senilai USD97 miliar (sekitar Rp1.552 triliun) untuk mengakuisisi lembaga nonprofit yang mengendalikan startup kecerdasan buatan OpenAI.
Kesaksian Powell di Senat ini merupakan bagian pertama dari dua hari uji materi di Kongres AS. Ia dijadwalkan berbicara di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR pada Rabu.
Sementara itu, para pedagang memperkirakan The Fed akan melakukan setidaknya satu kali pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin tahun ini, dengan peluang 44 persen untuk pemangkasan tambahan dengan besaran yang sama, menurut data dari LSEG.
Apple Naik Berkat AI, Saham Energi Menguat
Investor tengah bersiap menyambut data indeks harga konsumen (CPI) bulan Januari yang akan dirilis Rabu pukul 08.30 ET atau 20.30 WIB. Data ini akan menjadi perhatian utama sebelum Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, kembali berbicara di hadapan Kongres AS.
Saham Apple (AAPL.O) menguat 2,2 persen setelah laporan dari The Information menyebutkan bahwa Apple sedang bermitra dengan Alibaba (9988.HK) untuk mengembangkan dan meluncurkan fitur kecerdasan buatan atau AI bagi pengguna iPhone di China.
Secara keseluruhan, S&P 500 naik tipis 0,03 persen dan menutup sesi perdagangan di level 6.068,50 poin. Nasdaq melemah 0,36 persen ke 19.643,86 poin, sementara Dow Jones Industrial Average menguat 0,28 persen ke 44.593,65 poin.
Volume perdagangan di bursa AS tergolong tinggi, dengan 15,4 miliar saham berpindah tangan, lebih tinggi dibanding rata-rata 14,9 miliar saham dalam 20 sesi perdagangan sebelumnya.
Dari 11 indeks sektor S&P 500, delapan sektor mengalami kenaikan, dipimpin oleh sektor barang konsumsi pokok yang naik 0,91 persen, disusul sektor energi yang menguat 0,76 persen. Sementara itu, sektor konsumsi diskresioner menjadi yang paling tertekan dengan penurunan 1,2 persen.
Beberapa saham yang mencatatkan kenaikan signifikan antara lain Phillips 66 (PSX.N), yang melonjak 4,7 persen setelah Elliott Investment Management mengumumkan kepemilikan saham lebih dari USD2,5 miliar (sekitar Rp40 triliun) di perusahaan pengolahan minyak tersebut.
DuPont de Nemours (DD.N) melesat hampir 7 persen setelah produsen material industri itu menaikkan proyeksi laba 2025 berkat meningkatnya permintaan di sektor elektronik. Saham Ecolab (ECL.N), perusahaan teknologi air, naik 6,2 persen setelah memberikan proyeksi laba 2025 yang lebih tinggi dari perkiraan analis.
Sebaliknya, Fidelity National Information Services (FIS.N) anjlok lebih dari 11 persen setelah konglomerasi perbankan dan pemrosesan pembayaran ini merilis proyeksi laba kuartal pertama yang di bawah ekspektasi pasar.
Secara teknikal, dalam indeks S&P 500 jumlah saham yang menguat lebih banyak daripada yang melemah dengan rasio 1,1 banding 1. Namun, di seluruh pasar saham AS, saham yang melemah masih lebih dominan dengan rasio 1,3 banding 1.(*)