KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Senin, 6 Januari 2025, menunjukkan penurunan yang signifikan. IHSG turun sebesar 83,95 poin atau setara dengan 1,17 persen, ditutup pada level 7.080,47.
Sebelumnya, IHSG dibuka pada angka 7.164,43 dan mencapai titik tertingginya di 7.182,02. Namun, tekanan jual yang kuat pada sepanjang sesi menyebabkan indeks akhirnya jatuh ke level terendah di 7.073,95.
Dengan nilai transaksi yang tercatat mencapai lebih dari 7,2 triliun rupiah dan volume perdagangan yang melibatkan sekitar 199 ribu lot, pasar terlihat cukup volatil pada hari ini. Di tengah ketidakpastian tersebut, IHSG menunjukkan adanya upaya untuk rebound, meskipun tidak cukup kuat untuk mengubah arah pergerakan pasar yang cenderung melemah.
Penurunan IHSG kali ini menunjukkan reaksi negatif pasar terhadap sentimen domestik dan global yang masih belum stabil. Beberapa faktor eksternal, seperti ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi harga komoditas, turut mempengaruhi performa pasar saham domestik. Analis memperkirakan bahwa pasar akan terus menghadapi tantangan di jangka pendek, meskipun ada ekspektasi adanya pemulihan di kuartal berikutnya seiring dengan faktor-faktor pendukung seperti stabilitas suku bunga dan optimisme dalam sektor tertentu.
Di sisi lain, meskipun IHSG mengalami penurunan, ada sektor-sektor tertentu yang tetap menunjukkan kekuatan, dan hal ini mungkin menjadi titik perhatian bagi investor untuk melakukan pemilihan saham secara lebih selektif. Namun, dengan tekanan global yang terus berlanjut, pelaku pasar perlu tetap waspada dan memperhatikan dinamika yang berkembang di pasar keuangan internasional.
Top Losers dan Top Gainers
Anjloknya IHSG hari ini berkaitan erat dengan sejumlah saham yang memberikan tekanan. Di jajaran top losers, ada saham Satria Antaran Prima Tbk (SAPX) yang anjlok hingga 24,88 persen atau setara dengan 515 poin dan menancapkan kaki di level Rp1.555.
Begitu pula dengan PT Mulia Boga Raya Tbk (KEJU) yang terpuruk 19,75 persen atau setara dengan 235 poin, berada di harga Rp955. Untuk PT Duta Anggada Realty Tbk atau DART mecatatkan penurunan sebesar 20.09 persen (45 poin), berada di harga Rp179.
Saham lainnya yang memberikan tekanan adalah ACRO (Samcro Hyosung Adilestari Tbk) dan MPXL (MPX Logistics International Tbk), yang masing-masing turun sebesar 21,90 persen (Rp82) dan 21,77 persen (Rp115).
Walau begitu, ada pula saham yang masuk ke dalam top gainers dengan kenaikan fantastis. Yaitu saham MMIX (Multi Medika Internasional Tbk) yang naik hingga 34,53 persen (Rp187), Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) yang lompat setinggi 34,51 persen.
Ada pula saham ECII dengan kenaikan sebanyak 25,00 persen (Rp300) dan JIHD yang terbang sebanyak 24,70 persen (Rp1.540). Terakhir, ada saham INPC (PT Bank Artha Graha Internasional Tbk) dengan kenaikan sebesar 24,51 persen (Rp254).
Pasar Asia Pasifik Bergerak Beragam
Di pasar keuangan kawasan Asia-Pasifik mengalami pergerakan yang beragam. Para investor menganalisis data aktivitas bisnis dari sejumlah ekonomi utama di wilayah tersebut. Di China, data Caixin Services PMI yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan pertumbuhan yang signifikan pada bulan Desember, mencatatkan angka 52,2, yang menjadi kenaikan tercepat di sektor jasa sejak Mei 2024.
Hal ini memberi sinyal adanya perbaikan dalam sektor jasa yang krusial bagi perekonomian terbesar kedua di dunia. Terlebih lagi, pada akhir pekan lalu, bank sentral China mengumumkan kebijakan moneter yang lebih longgar di tahun 2025 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sebuah langkah yang tentu saja memberi angin segar bagi pasar.
Sementara itu, di Jepang, sektor jasa menunjukkan ekspansi yang berkelanjutan untuk bulan kedua berturut-turut di bulan Desember. Indeks PMI jasa yang dihitung oleh Bank au Jibun Jepang tercatat di 50,9, naik dari 50,5 pada bulan November, mencerminkan permintaan yang solid serta ekspansi bisnis yang terjadi di seluruh negeri.
Data tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Jepang tetap stabil di tengah berbagai tantangan, dengan sektor jasa menjadi pendorong utama pertumbuhannya.
Di sisi komoditas, harga minyak mencapai level tertinggi sejak bulan Oktober, didorong oleh kekhawatiran mengenai dampak cuaca yang lebih dingin di Belahan Bumi Utara serta kebijakan stimulus yang diumumkan oleh Beijing. Hal ini mendorong ekspektasi bahwa permintaan bahan bakar global akan meningkat, terutama menjelang musim dingin yang biasanya meningkatkan konsumsi energi.
Sementara itu, harga emas juga mengalami sedikit kenaikan, dipengaruhi oleh pelemahan dolar AS. Para pelaku pasar pun cermat memantau data ekonomi AS yang akan datang, seperti laporan nonfarm payrolls bulan Desember, yang bisa memberikan petunjuk lebih lanjut tentang strategi suku bunga yang akan diambil oleh Federal Reserve.
Dalam pergerakan indeks global, bursa Asia-Pasifik bergerak dengan hasil yang beragam. Nikkei 225 di Jepang turun 1,57 persen, sementara Hang Seng di Hong Kong juga mengalami penurunan meskipun tidak signifikan, yaitu sebesar 0,35 persen.
Shanghai Composite di China sedikit terkoreksi, turun 0,17 persen. Sebaliknya, pasar saham Taiwan (TAIEX) mencatatkan kinerja yang cemerlang, meningkat 2,54 persen, didorong oleh sektor teknologi yang kembali mencatatkan pertumbuhan. Indeks Kospi di Korea Selatan berhasil naik 1,81 persen, mencerminkan optimisme pasar terhadap ekonomi domestik.
Sementara itu, bursa Australia (S&P/ASX 200) hanya mencatatkan sedikit kenaikan sebesar 0,08 persen, dan Indeks Sensex di India turun tipis sebanyak 0,34 persen. Indeks Straits Times (STI) di Singapura mengalami kenaikan 0,29 persen, menandakan stabilitas meskipun ada ketidakpastian di pasar global.
Di pasar futures, yang juga menjadi perhatian, bursa Wall Street mengalami sedikit penurunan dengan Dow Futures bergerak mundur 0,08 persen, sementara S&P Futures tetap stabil dan Nasdaq Futures sedikit menguat sebesar 0,05 persen, mencerminkan ketidakpastian yang sedikit berkurang menjelang perilisan data ekonomi AS yang krusial.
Secara keseluruhan, pasar saham Asia-Pasifik menggambarkan suasana hati yang bercampur, dengan beberapa pasar menyesuaikan diri dengan sentimen global yang lebih berhati-hati, sementara sektor-sektor tertentu tetap menunjukkan kinerja positif seiring dengan adanya berbagai kebijakan stimulus yang memperlihatkan potensi perbaikan ekonomi di negara-negara besar.(*)