KABARBURSA.COM - Pada penutupan perdagangan, Rabu, 14 Agustus 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memecahkan rekor harga tertinggi sepanjang masa (all time high). IHSG ditutup menguat 79,4 poin atau 1,08 persen ke level 7.436,039.
Sebanyak 333 saham naik, 241 saham turun, dan 220 saham lainnya stagnan.
Sektor consumer cyclicals tercatat paling kuat naiknya, yaitu sebesar 3,42 persen. Sementara itu, di posisi terlemah terdapat sektor properti dan real estate sebesar -0,25 persen.
Sepanjang hari ini, indeks LQ45 bergerak menguat. Saham-saham yang mengalami penguatan terbesar di antaranya BRPT, ISAT, AKRA, EXCL, SIDO. Sedangkan, saham-saham yang mengalami penurunan terbesar diantaranya ITMG, MBMA, BUKA, INCO, GGRM.
Saham-saham pendorong indeks atau top gainers sore ini di antaranya, Wijaya Karya (WIKA) naik 50 poin atau 18,80 persen ke316, Ricky Putra Globalindo (RICY) naik 14 poin atau 17,72 persen ke 93, VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) naik 17 poin atau 13,93 persen ke 139, dan Sumber Sinergi Makmur (IOTF) naik 11 poin atau 13,58 persen ke 92.
Sedangkan, saham-saham yang mengalami penurunan terbesar diantaranya BEBS, OLIV, INTA, PIPA, ZATA.
Senada dengan Bursa Asia yang mengalami penguatan di tengah penantian rilisnya data inflasi Amerika Serikat (AS) pada malam hari ini.
“Bursa Asia kompak menguat di tengah penantian rilisnya data inflasi Amerika Serikat pada malam hari ini yang tampaknya masih berada di jalur yang tepat,” tulis Pilarmas Investindo Sekuritas dalam risetnya, Rabu, 14 Agustus 2024.
Sementara, inflasi AS secara year on year (yoy) diprediksi menurun dari sebelumnya 3 persen menjadi 2,9 persen. Sedangkan secara MoM, diprediksi meningkat dari sebelumnya -0,1 persen menjadi 0,2 persen.
“Tentu prediksi ini menunjukkan perekonomian Amerika Serikat yang tidak terkontraksi berlebih dan juga menuju target inflasi The Fed yang sebesar 2 persen sehingga kemungkinan pemangkasan suku bunga semakin di depan mata,” katanya.
Sementara itu, Phillip Sekuritas Indonesia mengungkapkan indeks saham di Asia sore ini mayoritas ditutup menguat dengan indeks MSCI Asia-Pasifik di luar Jepang naik 0,4 persen.
“Peningkatan ini memperpanjang rangkaian kenaikan menjadi empat hari berturut-turut, memulihkan kondisi setelah guncangan pasar yang terjadi minggu lalu,” ungkap tim riset Phillip Sekuritas Indonesia.
Meredanya tekanan inflasi di AS memperkuat kepercayaan investor bahwa bank sentral AS (Federal Reserve) dapat mulai menurunkan suku bunga mulai bulan September. Hal ini memungkinkan Federal Reserve untuk kembali fokus pada upaya mendukung pasar tenaga kerja.
Rupiah Menguat
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan pada penutupan perdagangan Rabu, 14 Agustus 2024. Rupiah mencatat kenaikan sebesar 158 poin, yang membawa nilai tukar ke posisi Rp15.675 per dolar AS.
Kenaikan ini menunjukkan tren positif dan stabilitas yang mungkin mencerminkan berbagai faktor, termasuk kebijakan ekonomi domestik atau perubahan dalam kondisi pasar global.
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa penguatan rupiah ini disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang tengah mengalami tekanan. Salah satu faktor utama adalah kabar mengenai ancaman resesi yang mungkin menimpa ekonomi Amerika Serikat. Situasi ini telah mempengaruhi sentimen pasar dan berdampak pada nilai tukar mata uang, termasuk rupiah.
Menurut Ibrahim, pelaku pasar keuangan memperkirakan bahwa ekonomi AS akan mengalami pelambatan tajam setelah menghadapi inflasi yang tinggi. Ekspektasi ini berkontribusi pada penguatan rupiah, karena investor mungkin mencari aset yang lebih stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global.
“Ini menunjukkan volatilitas besar di sisi ekonomi AS dan dampaknya yang meluas ke seluruh dunia,” ujar Ibrahim.
Kondisi perekonomian Eropa juga terpantau rentan, dipengaruhi oleh sentimen geopolitik serta dampak dari perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat pada kuartal II 2024, tercatat sebesar 4,7 persen, yang sebagian besar disebabkan oleh besarnya beban pinjaman dalam negeri. Faktor-faktor ini turut memperburuk ketidakpastian ekonomi global dan memberikan dampak signifikan terhadap pasar keuangan, termasuk nilai tukar mata uang seperti rupiah.
Dari sisi politik, perang Ukraina-Rusia dan ketegangan di Timur Tengah telah mengguncang kondisi perekonomian global.
“Akibatnya, ekonomi global diperkirakan masih akan melambat,” kata Ibrahim Assuaibi.
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan Investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.