Logo
>

IHSG Masih Dibayang Koreksi, Saham di Sektor Ini Perlu Dihindari Investor

IHSG kini masih bertahan di atas area psikologis 7.000 meski terus tertekan oleh ketegangan geopolitik Iran-Israel, serta pelemahan mata uang rupiah.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
IHSG Masih Dibayang Koreksi, Saham di Sektor Ini Perlu Dihindari Investor
Pengunjung BEI mengambil gambar pergerakan saham. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali koreksi sebesar 0,67 persen ke level 7.107 pada perdagangan Rabu, 18 Juni 2025. Di tengah bayang indeks yang melemah, terdapat sektor yang perlu dihindari investor. 

Analis pasar modal dan Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan, IHSG kini masih bertahan di atas area psikologis 7.000 meski terus tertekan oleh ketegangan geopolitik Iran-Israel, serta pelemahan mata uang rupiah.

Secara teknikal, Ia melihat IHSG menunjukkan kecenderungan konsolidasi melemah (sideways to bearish), dengan indikator RSI yang mulai turun ke kisaran 47 dan MACD yang mendekati dead-cross, mencerminkan tekanan jual yang meningkat. 

"Volume transaksi yang mulai menyusut juga menunjukkan minat beli jangka pendek mulai meredup," ujar dia dalam risetnya kepada KabarBursa.com, Rabu, 18 Juni 2025.

Kata Hendra, level support IHSG kini berada di 7.000–6.960, sedangkan resistance jangka pendek berada di kisaran 7.170–7.200. Apabila IHSG mampu bertahan di atas support tersebut dan ditopang akumulasi sektor tertentu, potensi rebound masih terbuka. 

"Namun, jika konflik Iran-Israel makin meluas dan rupiah terus melemah melewati Rp16.400, maka risiko tembus ke bawah 7.000 akan meningkat," ungkapnya. 

Kendati demikian, beberapa sentimen positif tetap menopang pasar. Pertama, keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di 5,5 persen menjadi sinyal positif stabilitas moneter. 

Kedua, lanjut Hendra, arus dana domestik yang masih solid, terutama dari investor ritel dan institusi lokal, menjadi penyangga saat investor asing cenderung wait and see. 

"Ketiga, musim pembagian dividen dari sejumlah emiten seperti NCKL, CTBN, dan PGAS memberikan daya tarik bagi investor income-seeking. Keempat, laporan keuangan semester I yang akan dirilis Juli berpotensi mendorong window dressing dan rotasi sektor," jelasnya. 

Investor Diminta Lebih Selektif

Namun demikian, Hendra mengimbau investor tetap perlu selektif. Ia berpendapat ada beberapa sektor yang perlu dihindari. Misal, sektor transportasi udara dan logistik karena rentan terhadap lonjakan harga minyak serta gangguan rantai pasok akibat geopolitik. 

"Sektor properti mewah dan konstruksi besar juga sensitif terhadap pelemahan rupiah dan tekanan fiskal," kata dia. 

Selain itu, ia berpendapat saham-saham big cap perbankan juga bisa mengalami tekanan sementara akibat sentimen negatif terhadap rupiah dan ekspektasi yield. 

Sebaliknya, Hendra memandang sektor energi dan komoditas seperti ANTM (target 3.660), ESSA (trading buy, target 780), dan BRPT (target 1.630) tetap potensial, terutama karena naiknya ekspektasi terhadap harga emas, nikel, dan amonia sebagai dampak dari potensi krisis energi. 

"Saham defensiif di sektor konsumer (ICBP, MYOR, SIDO) serta telko dan tower (TLKM, TOWR) juga menarik untuk akumulasi, karena cenderung tidak terdampak langsung oleh volatilitas global dan tetap mencetak profit stabil. Saham-saham pembagi dividen besar seperti CTBN dan NCKL juga bisa menjadi penyeimbang risiko dalam portofolio," ungkapnya. 

Untuk strategi investasi, Hendra menyarankan investor jangka pendek fokus pada saham-saham sektor komoditas dan defensif yang sedang koreksi sehat, serta disiplin dalam manajemen risiko dengan stop loss ketat dan take profit cepat. 

"Untuk jangka menengah, investor dapat mulai mengakumulasi saham-saham unggulan yang sudah turun dari puncak, terutama menjelang rilis laporan keuangan semester I," tuturnya. 

Sedangkan untuk jangka panjang, kata dia, strategi dollar-cost averaging di saham-saham sektor energi transisi, telekomunikasi, dan konsumer staples yang berbasis fundamental kuat sangat layak dipertimbangkan, sembari memantau perkembangan geopolitik dan kondisi fiskal dalam negeri. 

"Dengan demikian, meskipun kondisi pasar saat ini menantang, peluang tetap terbuka bagi investor yang disiplin, adaptif, dan selektif dalam memilih sektor dan timing masuk," pungkasnya.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Hutama Prayoga

Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.