KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi pertama Selasa, 14 Oktober 2025, menutup sesi di zona merah, melemah 0,68 persen atau 56 poin ke level 8.171. Melemahnya IHSG lantaran tertekan sektor keuangan.
IHSG sempat menguat hingga menyentuh level 8.285 pada awal sesi, sebelum berbalik arah dan menyentuh titik terendah di 8.155.
Sebanyak 236 saham menguat, 472 saham melemah, dan 248 lainnya stagnan. Dari 11 sektor yang diperdagangkan, 8 sektor berada di zona merah dan hanya 3 sektor yang berhasil menguat.
Sektor yang masih mampu menopang pergerakan indeks adalah Kesehatan, properti, dan bahan baku. Sektor Kesehatan naik 0,98 persen ke level 1.853. Penguatan didorong oleh emiten farmasi dan alat kesehatan.
Untuk sektor properti, menguat 0,56 persen ke level 965 berkat optimisme terhadap permintaan residensial yang meningkat menjelang akhir tahun. Dan, sektor bahan baku tumbuh 0,36 persen ke level 2.114, mengikuti kenaikan harga logam dasar di pasar global.
Namun, tekanan di sektor keuangan, transportasi, energi, industry, infrastruktur, serta teknologi, menyebabkan IHSG terseret ke level 8.171. Sektor keuangan turun 1,43 persen ke 1.398. Saham-saham perbankan seperti BBRI, BMRI, dan BBCA melemah.
Tekanan paling besar sebenarnya datang dari sektor transportasi, yang anjlok 3,14 persen ke 1.769, akibat aksi jual pada saham-saham logistik dan maskapai penerbangan. Sektor teknologi juga terpuruk 2,62 persen ke 11.219, tertekan koreksi pada saham WIFI, RAJA, dan RATU.
Sedakan sektor energi, indutri, dan infrastruktur mengalami penurunan di kisaran 0,7 hingga 1 persen.
Nikkei Turun 2,71 Persen, Topix Lemah 2,36 Persen
Serupa dengan kondisi pasar saham Asia. Sebagian besar indeks utama mencatat penurunan, mengikuti langkah hati-hati investor menjelang perundingan dagang Washington dan Beijing yang rencananya dilakukan pada akhir Oktober ini.
Indeks Nikkei 255 di Jepang turun tajam 2,71 persen, sedangkan Topix melemah 2,36 persen akibat tekanan pada saham-saham teknologi dan eksportir.
Di Korea Selatan, Kospi merosot 0,78 persen, sejalan dengan pelemahan saham-saham chipmaker. Bursa Hong Kong juga terkoreksi tipis, dengan Hang Seng turun 0,19 persen.
Dari China, Shenzhen Composite berhasil menguat 0,21 persen, Penguatan ditopang saham-saham BUMN di sektor energi dan konstruksi. Sementara di Australia, ASX 200 naik 0,14 persen berkat penguatan saham tambang. Sedangkan Taiex Taiwan terkoreksi ringan 0,23 persen.
Secara keseluruhan, sentiment pasar Asia masih negative, dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global serta ketidakpastian arah kebijakan moneter Amerika Serikat. Tidak hanya itu, investor juga memantau Langkah The Federal Reserve yang diperkirakan akan Kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada rapat FOMC 29 Oktober mendatang.
CME FedWatch memperkirakan, peluang pemangkasan mencapai 96,7 persen.
Ringgit Menguat, Rupiah Sedikit Perkasa
Di pasar mata uang Asia, pergerakannya terlihat beragam. Yen Jepang menguat 0,32 persen ke posisi 151,8 per dolar AS. Dolar Singapura stabil, menguat 0,05 persen di 1.2979 per dolar AS, sementara dolar Australia melemah 0,58 persen ke 0,6476 akibat penurunan harga komoditas.
Rupiah sedikit perkasa setelah naik 0,0 persen ke 16.567 per dolar AS. Kenaikan didukung oleh aliran dana domestik yang stabil.
Sementara rupee India turun 0,11 persen ke 88,77 per dolar AS karena tekanan harga minyak. Yuan China melemah 0,09 persen ke 7.137 per dolar AS, karena adanya kekahawatiran terhadap negosiasi dagang.
Ringgit Malaysia menguat 0,06 persen ke 4,2255 per dolar AS. Sedangkan baht Thailand naik 0,16 persen ke 32,543, didorong oleh arus masuk dana ke pasar obligasi.
Secara umum, mata uang di Kawasan Asia Tenggara cenderung stabil hingga menguat tipis. Kondisi ini mencerminkan bahwa pasar keuangan regional masih relatif tenang meski bursa saham melemah.
Penguatan Yen menjadi sinyal bahwa investor mulai mengalihkan aset mereka ke instrumen yang lebih aman di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
Jadi, bisa disimpulkan, arah pasar saham dan mata uang Asia siang ini menunjukkan pola yang konsisten, yaitu sentiment risk-off masih dominan, karena pelaku pasar memilih untuk berhati-hati.
IHSG yang melemah mengikuti tren regional, menjadi refleksi dari meningkatnya kewaspadaan investor terhadap risiko eksternal, terutama perang dagang AS-China dan potensi perlambatan ekonomi global.(*)