KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan awal pekan, Senin, 4 Agustus 2025, dengan penurunan cukup tajam. IHSG melemah 74 poin atau 0,97 persen ke level 7.464, terseret oleh tekanan di sebagian besar sektor.
Adapun total transaksi mencapai Rp15,91 triliun dengan volume perdagangan 296,92 juta lot saham.
Beberapa saham masih mampu mencatatkan penguatan signifikan, di antaranya PPRI, DKHH, OASA, AGAR, COIN, KEJU, dan FILM. Sementara itu, CUAN, COIN, NCKL, TOBA, BRPT, RAJA, dan BBRI menjadi saham-saham teraktif.
Dari sisi sektoral, energi mengalami tekanan terbesar dengan penurunan 1,41 persen, sedangkan sektor kesehatan justru memimpin penguatan dengan kenaikan 1,87 persen.
Pelemahan ini melanjutkan sesi pagi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuka pekan ini dengan langkah mundur. Hingga penutupan sesi pertama perdagangan Senin, 4 Agustus 2025, IHSG melemah 0,33 persen ke posisi 7.512,90 dengan nilai transaksi Rp8,2 triliun.
Sentimen negatif dari bursa global, terutama Wall Street yang lebih dulu terkoreksi, ikut menyeret pasar domestik. Tekanan kian berat setelah Amerika Serikat resmi memberlakukan tarif resiprokal 19 persen terhadap Indonesia, kebijakan yang memicu kekhawatiran terhadap kinerja ekspor.
Investor asing tercatat melepas saham senilai Rp2,34 triliun pada sesi pagi. Dari kawasan, bursa Asia bergerak bervariasi, mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global, spekulasi penurunan suku bunga The Fed, dan efek lanjutan dari kebijakan tarif AS. Nilai tukar rupiah pun ikut melemah 0,23 persen ke 16.493 per dolar AS.
Dari pengamatan tim riset PT Korea Investment & Sekuritas Indonesia, dari sisi sektoral, saham kesehatan dan teknologi tampil sebagai penopang, sementara sektor energi dan keuangan justru menjadi pemberat indeks.
Saham-saham Grup Prajogo Pangestu seperti PTRO, TPIA, CUAN, dan BREN kompak melemah. Investor tampaknya memilih menunggu kepastian rebalancing indeks MSCI pada 7 Agustus, sambil merespons tekanan teknikal dan sentimen global yang negatif.
Sektor migas juga tak luput dari tekanan. Harga minyak dunia turun akibat surplus pasokan dan pemulihan produksi OPEC+, membuat sentimen di sektor ini tertekan.
Bursa Asia Dibuka Beragam
Di bursa Asia, sentimen pasar cenderung beragam. Prospek penurunan suku bunga di Amerika Serikat memberi dorongan positif setelah data ketenagakerjaan menunjukkan pelemahan signifikan.
Revisi data penggajian menurunkan rata-rata pertumbuhan lapangan kerja tiga bulan terakhir menjadi 35.000 dari 231.000 di awal tahun.
Namun, ketidakpastian politik di AS menjadi ganjalan. Pemecatan kepala Statistik Tenaga Kerja oleh Presiden Donald Trump dan rencana penunjukan gubernur baru di Federal Reserve memunculkan kekhawatiran akan independensi kebijakan moneter. Langkah ini dinilai berpotensi menambah sentimen politisasi terhadap arah suku bunga.
Indeks Nikkei 225 Jepang turun 1,25 persen ke 40.290, sedangkan Shanghai Composite China menguat 0,66 persen ke 3.583 dan Hang Seng Hong Kong naik 0,92 persen ke 24.733.
Kospi Korea Selatan juga menguat 0,91 persen, sementara ASX200 Australia bergerak tipis 0,02 persen.
Rupiah Menguat, Ringgit Terangkat, Yen Tersungkur
Di pasar mata uang, rupiah menguat 0,68 persen menjadi 16.401 per dolar AS. Ringgit Malaysia mencatat penguatan terbesar di kawasan, naik 0,94 persen ke 4,238 per dolar AS, sementara yen Jepang justru melemah 0,44 persen ke 148,05 per dolar AS.
Bursa Eropa mencoba bangkit setelah aksi jual tajam akhir pekan lalu. Indeks Stoxx 600 naik 0,2 persen, namun SMI Swiss melemah 1,5 persen akibat kekhawatiran tarif impor AS sebesar 39 persen terhadap Swiss.
Harga minyak dunia juga bergerak positif. Minyak mentah Brent naik tipis ke USD69,78 per barel, sedangkan WTI menguat 0,28 persen ke USD67,52 per barel. Penguatan ini dipicu rencana OPEC+ menambah produksi mulai September dan kekhawatiran gangguan pasokan minyak Rusia ke India.(*)