KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup sesi I perdagangan Rabu, 30 Juli 2025 dengan koreksi cukup tajam. IHSG melemah 56 poin atau 0,72 persen ke level 7.562, terseret tekanan dari sejumlah sektor utama yang menjadi penopang indeks dalam beberapa pekan terakhir.
Volume perdagangan tercatat sebanyak 144,48 juta lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp7,48 triliun, menandakan aktivitas pasar tetap tinggi di tengah pelemahan harga. Meski indeks terkoreksi, beberapa saham masih mencatat penguatan signifikan.
Saham-saham seperti ISEA, SWID, IKAN, JAST, PGUN, COCO, dan JARR muncul sebagai top gainers. Sementara itu, emiten-emiten seperti BWPT, CDIA, WIFI, TOBA, GZCO, BBRI, dan INET tercatat sebagai yang paling aktif ditransaksikan.
Tekanan terbesar hari ini datang dari sektor finansial dan infrastruktur, yang masing-masing melemah 1,97 persen dan 1,73 persen. Koreksi dua sektor ini memberi beban besar bagi IHSG, mengingat kontribusinya yang cukup dominan terhadap pergerakan indeks.
Di sisi lain, sektor barang konsumen non-primer mencatat performa positif dengan kenaikan 0,89 persen, menunjukkan bahwa investor mulai mengalihkan perhatian ke saham-saham yang dinilai lebih defensif di tengah ketidakpastian.
Hubungan Dagang AS-China Perkuat Bursa Asia
Sementara itu, mayoritas bursa saham Asia bergerak menguat, dipengaruhi oleh perkembangan terbaru dalam hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China.
Negosiasi yang digelar di Swedia belum menghasilkan keputusan soal kelanjutan gencatan tarif, namun absennya pernyataan keras dari kedua pihak memberi ruang bagi optimisme pasar.
Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, menyebut bahwa deadline pemberlakuan tarif baru oleh Presiden Donald Trump pada sejumlah mitra dagang tetap berlaku, namun ia juga menegaskan bahwa pembicaraan dengan Tiongkok berjalan dalam kerangka waktu yang berbeda.
Pernyataan ini membuat investor global cenderung wait and see, namun tetap optimis bahwa eskalasi besar kemungkinan dapat dihindari dalam waktu dekat.
Dari kawasan ASEAN, Singapura mencatat pertumbuhan ekonomi yang cukup impresif di kuartal kedua. Produk domestik bruto (PDB) tumbuh 1,4 persen secara kuartalan dan 4,3 persen secara tahunan, melampaui ekspektasi.
Namun bank sentral setempat mengingatkan bahwa laju pertumbuhan diperkirakan akan melambat pada paruh kedua tahun ini, khususnya pada sektor-sektor yang sensitif terhadap permintaan global.
Sementara itu, Australia melaporkan tingkat inflasi yang melandai ke 2,1 persen year-on-year pada kuartal kedua, terendah sejak Maret 2021. Angka ini juga lebih rendah dari estimasi sebelumnya.
Tekanan inflasi yang mereda ini memberi ruang bagi bank sentral Australia untuk menahan suku bunga, setidaknya dalam waktu dekat.
Rupiah Stabil, Rupee dan Ringgit Melemah
Di pasar mata uang, pergerakan rupiah relatif stabil dengan kecenderungan menguat tipis. Rupiah menguat 0,11 persen ke level Rp16.391 per dolar AS, mengikuti penguatan sejumlah mata uang regional seperti yen Jepang, dolar Singapura, dan dolar Australia.
Sebaliknya, rupee India dan ringgit Malaysia justru tertekan terhadap dolar AS.
Secara keseluruhan, pelemahan IHSG hari ini lebih banyak dipengaruhi oleh tekanan sektor domestik, sementara bursa regional justru ditopang sentimen global yang sedikit lebih tenang.
Dengan minimnya katalis positif dari dalam negeri dan kecenderungan investor untuk mengalihkan portofolio ke sektor defensif, pergerakan indeks dalam waktu dekat kemungkinan akan tetap fluktuatif, setidaknya hingga arah kebijakan global dan lokal menjadi lebih jelas.(*)