KABARBURSA.COM - Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Subandi, menyatakan bahwa kalangan importir mulai merasa khawatir terhadap potensi dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam jangka waktu yang cukup lama.
Menurutnya, pelemahan nilai tukar rupiah akan memberikan tekanan tambahan bagi industri berbasis impor, terutama dalam hal perencanaan strategis bisnis dan pengelolaan keuangan mereka.
"Pelaku usaha akan kembali mengalami kesulitan mengendalikan biaya dan menetapkan pricing atas produk atau komoditas yang diimpor," kata Subandi ketika dihubungi, Kamis 4 April 2024.
Dengan demikian, dia berpesan agar pemerintah dapat melakukan intervensi yang dapat segera menekan dan mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Importir berharap pemerintah melakukan intervensi agar nilai tukar dolar terhadap rupiah bisa lebih ditekan dan dikendalikan," pintanya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, memproyeksikan bahwa tren pelemahan nilai tukar rupiah berisiko terus berlangsung selama 1 hingga 2 bulan ke depan.
Menurutnya, pelemahan rupiah akan memberikan dampak yang signifikan kepada sektor riil dan konsumen di Indonesia, terutama terkait dengan risiko kenaikan harga barang impor. Hal ini akan menambah beban bagi konsumen Indonesia yang berkeinginan untuk membeli barang impor seperti ponsel pintar dan mobil yang didatangkan secara utuh atau completely built up (CBU).
“Barang impor harganya akan naik, misalnya beli iPhone kan kalau di pasar global dalam bentuk dolar Amerika Serikat [USD], berarti lebih mahal,” ujar Tauhid.
Tauhid menggarisbawahi barang-barang yang dijual di Indonesia bakal makin mahal bila memiliki komponen impor. Harga barang dengan komponen impor yang besar tentu bakal merangkak naik seiring dengan pelemahan rupiah, tak terkecuali barang fast-moving customer goods (FMCG).
Selain dampak terhadap sektor riil dan konsumen, pelemahan rupiah juga berpotensi memberikan dampak lain yang dirasakan oleh Indonesia.
Pertama, pelaku bisnis yang melakukan pinjaman dari luar negeri akan semakin terbebani dengan suku bunga yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh beban utang mereka yang harus dibayar dalam bentuk rupiah, yang akan semakin tinggi akibat depresiasi rupiah. Dengan nilai tukar yang terus melemah, mereka harus mengeluarkan lebih banyak dana untuk membayar utang tersebut, sehingga meningkatkan beban finansial mereka.
Kedua, pelemahan rupiah tidak selalu memberikan dampak negatif. Pelemahan tersebut juga dapat menarik wisatawan asing yang memiliki dolar AS untuk berkunjung ke Indonesia. Dengan nilai tukar yang lebih rendah, biaya wisata menjadi lebih murah bagi wisatawan asing, yang dapat mendorong pertumbuhan sektor pariwisata di Indonesia.
Rupiah spot dibuka melemah lebih jauh dalam pembukaan perdagangan jelang libur panjang Lebaran, Kamis 4 April 2024, di tengah tren penguatan mata uang Asia pagi ini.
Mata uang Garuda dibuka di Rp15.937/USD pada pukul 09:01 WIB, melemah 0,1 persen dibandingkan dengan level penutupan hari sebelumnya.
Sementara itu, mata uang Asia lain bergerak menguat seperti yang diperlihatkan oleh ringgit Malaysia yang menguat 0,34 persen, peso Filipina naik 0,09 persen, won Korea menguat 0,07 persen. Rupiah melemah bersama baht Thailand yang tergerus 0,13 persen, rupee India dan yuan China.