Logo
>

Indef: Rupiah Diprediksi Tak Stabil hingga Akhir 2024

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Indef: Rupiah Diprediksi Tak Stabil hingga Akhir 2024

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, mengungkapkan bahwa tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun atau kuartal IV-2024.

    Menurut Eko, penguatan rupiah hingga akhir 2024 hanya akan terjadi pada momen-momen tertentu seperti pemilihan kepala daerah (pilkada) dan masa libur akhir tahun.

    “Sampai akhir tahun dugaan saya akan ada booster di kuartal IV-2024 karena ada pilkada dan libur akhir tahun, tapi memang secara umum rupiah ini akan cenderung tidak stabil,” ungkap Eko dalam agenda Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2024: Presiden Baru, Persoalan Lama, Selasa 25 Juni 2024.

    Eko menambahkan bahwa tidak stabilnya rupiah disebabkan karena banyak pengusaha yang masih bergantung pada bahan baku impor. Mereka perlu membeli dolar AS untuk memenuhi kebutuhan impor mereka. "Otomatis mereka memburu dolar AS untuk bisa mencukupi kebutuhan itu," tambah Eko.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti menyatakan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh kebijakan fiskal dan moneter yang masih ketat.

    "Saat ini, kondisi ekonomi baik dari segi fiskal maupun moneter masih relatif ketat dengan terus meningkatnya suku bunga dan fluktuasi nilai tukar," kata dia.

    Dengan kondisi tersebut industri manufaktur bakal menjadi salah satu sektor yang paling terdampak karena mayoritas bahan baku yang berasal dari luar negeri.

    "Karena nilai tukar Rupiah terhadap dolar terdepresiasi, sehingga industri manufaktur yang menggantungkan diri pada bahan baku impor akan sangat terdampak," kata Esther.

    Esther menegaskan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah pasti berdampak pada industri manufaktur, karena masih bergantung pada impor bahan baku.

    "Ini menunjukkan bahwa produksi industri dalam negeri masih sangat bergantung pada bahan baku impor, sehingga pelemahan mata uang pasti berdampak pada industri manufaktur," ungkap

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta W Kamdani membenarkan,industri manufaktur seperti industri tekstil dan elektronik adalah industri yang paling terdampak, karena sebagian besar bahan bakunya masih diimpor dari luar negeri. "Saat ini, sekitar 70 hingga 80 persen bahan baku industri tekstil dan elektronik masih diimpor," imbuh dia.

    Fluktuasi Nilai Tukar

    Direktur Eksekutif INDEF, Sri Astuti, menyoroti permasalahan kompleks yang sedang dihadapi dalam perekonomian, khususnya terkait dengan tingkat suku bunga yang terus meningkat dan fluktuasi nilai tukar rupiah yang mencapai level Rp16.400-an per dolar AS. Analisisnya menyoroti bahwa hal ini disebabkan oleh kebijakan moneter dan fiskal yang ketat.

    Dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2024, Esther menjelaskan bahwa kondisi ekonomi baik dari sisi fiskal maupun moneter masih dianggap ketat, dengan terus meningkatnya tingkat suku bunga dan fluktuasi nilai tukar. Dia memperkirakan bahwa industri manufaktur akan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh situasi ini, terutama karena mayoritas bahan baku yang digunakan berasal dari luar negeri.

    Esther pun mengingatkan pemerintahan yang akan datang untuk memprioritaskan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat fondasi ekonomi Indonesia.

    Dia juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh industri manufaktur, terutama terkait dengan fungsi intermediasi sektor keuangan domestik yang masih belum optimal. Salah satu masalah yang disoroti adalah pemberian kredit usaha yang masih tersegmentasi dan terbatas pada segmen dan sektor tertentu.

    Selain itu, Esther juga menekankan bahwa margin bunga yang tinggi yang harus ditanggung oleh pengusaha dapat mengancam keberlangsungan iklim usaha di dalam negeri.

    Margin Bunga Perbankan

    Dia menambahkan bahwa margin bunga perbankan yang masih tinggi, terutama dengan kebijakan suku bunga yang juga tinggi, dan fluktuasi nilai tukar yang sangat volatile, menjadi beban yang harus ditanggulangi oleh pemerintahan yang terpilih.

    Meskipun demikian, terdapat indikasi positif pada pasar keuangan dengan penguatan rupiah terhadap dolar AS pada awal perdagangan.

    Sentimen pasar yang membaik terhadap aset berisiko membantu mendorong penguatan Rupiah.

    Aset berisiko adalah aset apa pun yang memiliki tingkat risiko tertentu. Umumnya mengacu pada aset yang memiliki tingkat volatilitas harga yang signifikan, seperti ekuitas, komoditas, obligasi bunga tinggi, real estat, dan mata uang.

    Ariston Tjendra, pengamat pasar uang, menyatakan bahwa pasar masih memandang kondisi pasar keuangan global sebagai layak untuk berinvestasi. (yub/prm)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.