KABARBURSA.COM - Industri kosmetik di Indonesia tengah mengalami lonjakan pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Didukung oleh meningkatnya permintaan pasar, baik domestik maupun internasional, sektor ini terus memperluas sayapnya.
Data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan pertumbuhan jumlah industri kosmetik di Indonesia mencapai 21,9 persen dari 913 perusahaan pada tahun 2022 menjadi 1.010 perusahaan di pertengahan 2023. Pertumbuhan ini tak lepas dari peran industri kecil dan menengah (IKM) yang mendominasi sektor kosmetik di Tanah Air, di mana sekitar 95 persen dari industri ini merupakan IKM.
Sementara itu, Asosiasi Kosmetik Kontrak Manufaktur Indonesia (AKKMI) baru-baru ini mengumumkan pembentukan asosiasinya yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan keberlanjutan industri kosmetik nasional.
Kehadiran asosiasi ini diharapkan dapat memperkuat kolaborasi di antara para pelaku industri serta meningkatkan penetrasi produk kosmetik lokal di pasar global.
Data Kemenko Perekonomian menunjukkan dari berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan kosmetik di Indonesia, segmen pasar terbesar didominasi oleh produk perawatan diri (personal care) dengan nilai pasar sebesar USD3,18 miliar pada tahun 2022. Hal ini diikuti oleh segmen skincare sebesar USD2,05 miliar, kosmetik USD1,61 miliar, dan wewangian USD39 juta. Pertumbuhan pasar ini menunjukkan potensi besar yang dimiliki oleh industri kosmetik nasional.
Di tengah pertumbuhan industri yang signifikan ini, tiga perusahaan besar dalam sektor kosmetik di Indonesia, yakni PT Victoria Care Indonesia Tbk (VICI), PT Martina Berto Tbk (MBTO), dan PT Mustika Ratu Tbk (MRAT), menunjukkan kinerja yang beragam dari sisi fundamental dan saham.
Ketiga emiten ini tidak hanya berkontribusi besar terhadap pasar kosmetik nasional, tetapi juga memiliki posisi strategis dalam persaingan industri yang semakin ketat.
PT Victoria Care Indonesia Tbk (VICI)
Pada kuartal pertama 2024, VICI mencatatkan laba bersih sebesar Rp47 miliar, yang meningkat menjadi 51 miliar pada kuartal kedua 2024.
Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023, di mana laba bersih pada kuartal pertama mencapai Rp39 miliar dan Rp50 miliar pada kuartal kedua, terlihat adanya peningkatan yang cukup stabil.
Dengan angka ini, VICI berhasil mencatatkan laba bersih tahunan (annualised) sebesar Rp196 miliar pada 2024, lebih tinggi dibandingkan Rp178 miliar pada 2023.
VICI juga mencatatkan kapitalisasi pasar terbesar di antara ketiga emiten ini, mencapai Rp4.193 miliar. Angka ini menunjukkan kepercayaan pasar yang tinggi terhadap perusahaan ini, yang juga ditopang oleh performa keuangan yang solid. VICI mencatatkan rasio price to earnings (PE) yang terannualisasi sebesar 21,42, lebih rendah dibandingkan dua emiten lainnya, menjadikannya lebih menarik bagi investor dari sisi valuasi.
Dari segi price to book value, VICI mencatatkan rasio sebesar 4,32, yang menandakan valuasi pasar yang lebih tinggi dibandingkan nilai buku perusahaannya.
Rasio price to cash flow dan price to free cash flow VICI juga mencatatkan angka yang relatif lebih sehat, masing-masing sebesar 18,93.
Dalam hal EBITDA, VICI kembali mencatatkan performa unggul dengan angka 280,01 miliar.
PT Martina Berto Tbk (MBTO)
Pada kuartal pertama 2024, MBTO mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp2 miliar, namun berhasil membalikkan kondisi ini pada kuartal kedua dengan laba bersih sebesar Rp3 miliar. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana MBTO mengalami kerugian bersih sebesar Rp439 juta pada kuartal pertama dan Rp3 miliar pada kuartal kedua 2023, terlihat adanya upaya perbaikan. Meskipun demikian, laba bersih tahunan (annualised) MBTO hanya mencapai Rp2 miliar pada 2024, jauh lebih rendah dibandingkan kerugian sebesar Rp32 miliar pada 2023.
Sementara itu, dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp113 miliar, MBTO menunjukkan tantangan dalam menjaga stabilitas profitabilitas. Rasio PE MBTO yang terannualisasi sebesar 74,42 mengindikasikan valuasi yang lebih tinggi dibandingkan laba bersihnya. Namun, jika melihat rasio PE berdasarkan trailing twelve months (TTM), MBTO justru mencatatkan rasio negatif -4,16, yang menunjukkan adanya tantangan signifikan dalam mempertahankan profitabilitas.
Dari sisi price to book value, MBTO mencatatkan rasio sebesar 0,31, jauh lebih rendah dibandingkan VICI, yang bisa menjadi indikasi under-valuation. Namun, rasio price to cash flow dan price to free cash flow MBTO masing-masing sebesar 25,10 dan 88,12 menunjukkan adanya permasalahan dalam pengelolaan aliran kas perusahaan. EBITDA MBTO juga jauh lebih rendah dibandingkan VICI, hanya mencatatkan 12,02 miliar.
PT Mustika Ratu Tbk (MRAT)
Pada kuartal pertama 2024, MRAT mencatatkan laba bersih sebesar Rp157 juta, yang kemudian sedikit menurun menjadi Rp145 juta pada kuartal kedua. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana laba bersih kuartal pertama mencapai Rp37 juta pada 2023 dan Rp311 juta pada 2022, terlihat adanya fluktuasi yang signifikan. Laba bersih tahunan (annualised) MRAT untuk 2024 diperkirakan mencapai Rp604 juta, masih lebih rendah dibandingkan laba bersih Rp14 miliar pada 2023 dan Rp68 miliar pada 2022.
MRAT, dengan kapitalisasi pasar sebesar 218 miliar, juga menghadapi tantangan serupa dengan MBTO. Rasio PE MRAT yang terannualisasi mencapai 361,16, menunjukkan valuasi yang sangat tinggi dibandingkan laba bersihnya. Rasio PE berdasarkan TTM juga menunjukkan angka negatif -15,73, mengindikasikan tantangan besar dalam profitabilitas perusahaan.
MRAT mencatatkan price to book value sebesar 0,54, yang menempatkannya sedikit lebih baik dibandingkan MBTO. Namun, dari segi price to cash flow, MRAT menunjukkan angka yang sangat tinggi sebesar 109,19, mengindikasikan kesulitan dalam menjaga arus kas operasional. EBITDA MRAT juga mencatatkan angka yang jauh lebih rendah dibandingkan dua emiten lainnya, hanya sebesar Rp3,06 miliar. (*)