KABARBURSA.COM - Industri rokok di Bursa Efek Indonesia tengah menghadapi tekanan berat. Data kuartal I 2025 menunjukkan penurunan laba bersih signifikan pada dua pemain terbesar, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM), sementara dua emiten yang lebih kecil, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) dan PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC), terlihat lebih stabil.
Analis pasar modal dari Traderindo, Wahyu Laksono, menyebut tren ini sebagai tanda perubahan mendasar pada industri rokok nasional. “Kinerja emiten besar tertekan, sementara emiten kecil relatif lebih tangguh,” ujar Wahyu kepada KabarBursa.com pada Senin, 22 September 2025.
Data yang dihimpun KabarBursa menunjukkan laba bersih HMSP turun dari Rp2.247 miliar pada kuartal I 2024 menjadi Rp1.918 miliar pada kuartal I 2025. GGRM anjlok lebih dalam dari Rp596 miliar menjadi hanya Rp104 miliar pada periode yang sama.
Sebaliknya, WIIM mencatat laba bersih Rp73 miliar pada kuartal I 2025, turun tipis dari Rp91 miliar setahun sebelumnya. ITIC meraih Rp4,9 miliar, turun dari Rp15 miliar.
Menurut Wahyu, tekanan terbesar datang dari kenaikan cukai, pembatasan iklan, serta maraknya rokok ilegal. “Kenaikan cukai dan rokok ilegal menggerus margin perusahaan,” katanya.
Selain faktor eksternal, data neraca keuangan juga memperlihatkan posisi yang berbeda-beda di tiap emiten. HMSP memiliki aset lancar Rp10.298 miliar dengan liabilitas Rp5.467 miliar dan net debt Rp4.965 miliar. GGRM mencatat aset lancar Rp32.998 miliar, liabilitas Rp10.518 miliar dan net debt Rp8.261 miliar. Sementara itu WIIM memiliki aset lancar Rp2.394 miliar dengan liabilitas Rp1.235 miliar dan net debt Rp32 miliar. Adapun ITIC tercatat memiliki aset lancar Rp47,6 miliar, liabilitas Rp10,5 miliar dan kas bersih Rp8,5 miliar.
Wahyu menekankan bahwa perbedaan strategi dan skala bisnis membuat daya tahan tiap perusahaan berbeda. “WIIM dan ITIC lebih fleksibel karena utangnya rendah,” ujar dia.
Data juga menunjukkan bahwa payout ratio masing-masing emiten ikut memengaruhi keberlanjutan dividen. HMSP memiliki payout ratio 153 persen, GGRM 95 persen WIIM 45 persen, dan ITIC 24,79 persen. Tingginya payout ratio pada emiten besar memberi sinyal upaya mempertahankan loyalitas investor meski laba menurun.
Wahyu mengingatkan agar investor berhati-hati terhadap saham rokok di tengah tren penurunan. “Jangan hanya lihat dividen tinggi. Perhatikan fundamental dan prospek bisnisnya,” ucapnya. Ia juga menambahkan potensi titik balik hanya bisa terjadi jika kebijakan cukai lebih ramah atau regulasi dilonggarkan.
Cerita Petani Tembakau Alami Penurunan Pendapatan
Ribut, petani tembakau dari Desa Selo, Boyolali, mengungkapkan penjualan tembakau lokalnya makin berat setelah pembeli beralih ke pabrik-pabrik kecil dan makin gencarnya kampanye pengendalian konsumsi rokok. “Sekarang jualnya ke konco-konco pabrik rokok kecil sama bakul desa,” kata Ribut kepada KabarBursa.com. Dulu, ia rutin memasok ke PT Gudang Garam Tbk (GGRM), kini lebih banyak ke pabrik baru di Jawa Timur.
Menurut Ribut, sistem pembelian pabrik baru ini jauh berbeda. “Bedanya jauh banget. Grade tembakau belum jelas, jadi untung-untungan,” ujarnya. Harga yang ia terima kini lebih rendah dibanding ketika menjual ke Gudang Garam.
“Pas panen raya dulu bisa ada sisa buat tabungan, sekarang cuma cukup buat kebutuhan,” katanya. Ia juga menyebut risiko makin tinggi.
“Kadang ya kapusan bakul (ditipu penjual), barang enggak dibayar,” ujarnya.
Tekanan terhadap petani tembakau ini muncul bersamaan dengan dorongan reformasi cukai hasil tembakau (CHT). Pada 16 September 2025, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) merilis Lembar Kebijakan Jalan Menuju Reformasi Cukai. Rilis ini mendesak pemerintah menghentikan perlakuan istimewa berupa tarif cukai murah terhadap Sigaret Kretek Tangan (SKT). Dalam regulasi CHT saat ini, terdapat tiga jenis rokok: Sigaret Putih Mesin (SPM), Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan SKT. Dari ketiganya, hanya SKT yang mendapat kenaikan tarif tidak lebih dari 5 persen. SKT adalah rokok kretek yang dilinting dengan tenaga manusia.
Menurut Gea Melinda, Research Associate CISDI, SKT justru lebih berbahaya bagi kesehatan dibanding rokok jenis lain.
“Kadar nikotin dan tar dalam SKT jauh lebih tinggi dibanding SPM dan SKM. Membiarkan SKT tetap murah sama artinya membiarkan masyarakat, khususnya kelompok miskin dan anak muda, lebih mudah terjerat adiksi rokok,” kata Gea.
Olivia Herlinda, Chief Research and Policy CISDI, menilai alasan pemerintah melindungi pekerja SKT tidak tepat. “Perlakuan istimewa terhadap SKT hanya ilusi. Sebagian besar rumah tangga pekerja SKT dan petani cengkeh hidup di bawah garis kemiskinan dengan risiko kesehatan dan risiko kerja yang sangat tinggi,” ujarnya.
Tambahan Pemasukan Tahunan Negara Dari Cukai Tembakau
Lembar kebijakan CISDI menyebutkan tambahan pemasukan tahunan negara dari cukai tembakau berpotensi mencapai Rp10,9 triliun. Bahkan, negara hanya memerlukan 0,1 persen atau Rp14,3 miliar dari pemasukan tambahan untuk membiayai pendapatan pekerja SKT yang hilang selama masa transisi.
Rekomendasi kebijakan CISDI antara lain menyederhanakan struktur tarif CHT menjadi dua golongan tarif SKT pada tahap awal, lalu menggabungkan produk rokok mesin (SPM dan SKM), hingga akhirnya menerapkan tarif tunggal sesuai rekomendasi WHO. CISDI juga mengusulkan menaikkan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) secara signifikan, menyusun strategi transisi pekerja linting dan petani cengkeh, serta membentuk kolaborasi lintas sektor dengan dukungan APBN, DBHCHT, pajak rokok daerah, dan penerimaan tambahan dari kenaikan tarif cukai.
Isu kesehatan dan ekonomi ini bertemu dengan masalah lingkungan. Save Our Surroundings bersama Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Generasi Anti Rokok, Trash Hero Sanur, dan Kolaborasi Bumi pada 20 September 2025 menggelar aksi bersih pantai di Pantai Mertasari, Sanur Kauh, Bali. Dalam satu jam, 200 relawan mengumpulkan 26.798 puntung rokok. “Puntung rokok racuni ekosistem laut dan membunuh biota laut,” kata Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC.
Menurutnya, 4,5 triliun puntung rokok berakhir di laut setiap tahunnya. I Wayan Maja dari Trash Hero Sanur menyoroti puntung rokok mendominasi sampah di setiap aksi bersih pantai. “Tanpa regulasi tegas masalah ini berulang,” ujarnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.