Logo
>

Inflasi dan Tarif bikin Wall Street Anjlok Tajam

Sebanyak 10 dari 11 sektor dalam indeks S&P 500 melemah, dipimpin oleh sektor layanan komunikasi yang turun 3,81 persen

Ditulis oleh Syahrianto
Inflasi dan Tarif bikin Wall Street Anjlok Tajam
Papan pantau saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menampilkan indeks saham dunia. (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Saham-saham di Wall Street ditutup melemah tajam pada Jumat, 28 Maret 2025, dengan aksi jual besar-besaran di Amazon, Microsoft, dan raksasa teknologi lainnya. Pelemahan ini terjadi setelah data ekonomi AS memicu kekhawatiran akan lemahnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya inflasi, sementara pemerintahan Trump semakin meningkatkan tarif perdagangan.

    Melansir Reuters, pengeluaran konsumen AS pada Februari naik lebih rendah dari perkiraan, sementara indeks harga inti mencatat kenaikan terbesar dalam 13 bulan.

    Kekhawatiran semakin bertambah setelah survei University of Michigan menunjukkan ekspektasi inflasi konsumen dalam 12 bulan ke depan melonjak ke level tertinggi dalam hampir 2,5 tahun pada Maret. Konsumen juga memperkirakan inflasi akan tetap tinggi hingga tahun berikutnya.

    Data tersebut memicu kecemasan bahwa serangkaian tarif yang diumumkan Presiden AS Donald Trump sejak menjabat pada Januari akan meningkatkan harga barang impor, memperburuk inflasi, dan menghambat langkah Federal Reserve untuk memangkas suku bunga.

    Ketidakpastian ini menyebabkan saham-saham unggulan di Wall Street anjlok. Saham Apple (AAPL.O) turun 2,7 persen, Microsoft (MSFT.O) merosot 3 persen, dan Amazon (AMZN.O) melemah 4,3 persen.

    "Salah satu perhatian utama investor adalah dampak inflasi dari tarif yang belum sepenuhnya tercermin dalam data. Kami percaya ini adalah ketenangan sebelum badai tarif, di mana inflasi kemungkinan besar akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang," kata Greg Bassuk, CEO AXS Investments di New York.

    Indeks S&P 500 turun 1,97 persen ke 5.580,94 poin. Nasdaq melemah 2,70 persen ke 17.322,99 poin, sementara Dow Jones Industrial Average turun 1,69 persen ke 41.583,90 poin.

    Sebanyak 10 dari 11 sektor dalam indeks S&P 500 melemah, dipimpin oleh sektor layanan komunikasi yang turun 3,81 persen, diikuti dengan sektor konsumsi non-primer yang merosot 3,27 persen.

    Futures suku bunga menunjukkan bahwa para pedagang memperkirakan kemungkinan 76 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Juni mendatang, menurut CME FedWatch.

    Dengan penurunan pada hari Jumat, 28 Maret 2025 indeks S&P 500 kini turun sekitar 9 persen dari rekor tertinggi penutupan pada 19 Februari. Nasdaq telah kehilangan sekitar 14 persen dari level tertinggi penutupannya pada 16 Desember.

    "Masalahnya adalah kita tidak tahu aturan mainnya, dan dunia usaha benar-benar kesulitan menghadapi ketidakpastian ini," kata Bob Doll, CEO Crossmark Investments.

    "Sebagian dari pelemahan ekonomi yang kita alami, dan kemungkinan akan terus berlanjut, berasal dari individu dan bisnis yang berkata, 'Saya tidak yakin apa yang akan terjadi besok, jadi saya akan lebih berhati-hati'."

    Indeks perbankan yang sensitif terhadap suku bunga turun 2,3 persen, sementara indeks volatilitas CBOE (VIX) naik hampir 3 poin ke level tertinggi dalam satu minggu.

    Saham CoreWeave, perusahaan infrastruktur kecerdasan buatan yang didukung oleh Nvidia, memulai debutnya di Nasdaq pada hari Jumat dengan harga pembukaan hampir 3 persen di bawah harga penawarannya. Debut yang lemah ini menimbulkan kekhawatiran akan sulitnya pemulihan pasar IPO, terutama di tengah gejolak akibat kebijakan tarif perdagangan.

    Komitmen Trump untuk memberlakukan tarif 25 persen pada impor mobil, yang akan berlaku minggu depan, kembali menekan saham otomotif. Saham General Motors (GM.N) turun 1,1 persen, sementara Ford (F.N) melemah 1,8 persen.

    Dalam sepekan terakhir, indeks S&P 500 turun 1,5 persen, Nasdaq melemah 2,6 persen, dan Dow Jones turun sekitar 1 persen.

    Fokus investor kini tertuju pada putaran baru tarif yang akan diumumkan oleh pemerintahan Trump pada 2 April, dengan indikasi bahwa kebijakan tarif tersebut mungkin berbeda dari pendekatan sebelumnya yang bersifat timbal balik.

    Saham Lululemon Athletica (LULU.O) anjlok 14 persen setelah perusahaan pakaian olahraga tersebut menurunkan proyeksi tahunan mereka, dengan alasan ketidakpastian akibat tarif.

    Di sisi lain, saham perusahaan tambang Harmony Gold dan Gold Fields melonjak masing-masing 9,5 persen dan 4,5 persen, terdorong oleh kenaikan harga emas akibat kekhawatiran perang dagang.

    Indeks S&P 500 bersiap mencatat penurunan kuartalan pertamanya dalam enam kuartal terakhir, sementara Nasdaq yang berfokus pada sektor teknologi berada di jalur penurunan kuartalan terdalam sejak 2022.

    UBS Global Wealth Management menurunkan target akhir tahun untuk indeks S&P 500 dari 6.600 menjadi 6.400.

    Saham Wolfspeed (WOLF.N) anjlok 52 persen sehari setelah perusahaan chip itu menunjuk CEO baru di tengah perjuangannya memperbaiki kondisi keuangan.

    Jumlah saham yang melemah dalam indeks S&P 500 lebih banyak daripada yang menguat dengan rasio 4,5 banding 1.

    Indeks S&P 500 mencatat 10 level tertinggi baru dan 23 level terendah baru, sementara Nasdaq mencatat 35 level tertinggi baru dan 358 level terendah baru.

    Volume perdagangan di bursa AS relatif ringan, dengan 14,3 miliar saham diperdagangkan, dibandingkan rata-rata 16,2 miliar saham dalam 20 sesi sebelumnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.