KABARBURSA.COM - Inflasi konsumen Korea Selatan melambat untuk bulan kedua berturut-turut pada bulan Mei 2024 ke level terendah dalam 10 bulan. Data resmi menunjukkan bahwa realisasi tersebut lebih rendah dari ekspektasi pasar.
Indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) pada bulan Mei 2024 tercatat inflasi 2,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya, seperti dilaporkan Selasa, 4 Juni 2024. Posisi ini lebih lambat dibandingkan inflasi 2,9 persen pada bulan April 2024 dan inflasi 2,8 persen berdasarkan survei ekonom Reuters. Ini merupakan inflasi tahunan paling lambat sejak bulan Juli 2024.
Indeks tersebut naik 0,1 persen pada basis bulanan, menurut Statistik Korea, setelah tidak ada perubahan pada bulan April dan dibandingkan dengan kenaikan 0,2 persen yang diperkirakan oleh para ekonom.
Berdasarkan produk, harga produk pertanian turun 2,5 persen di bulan Mei 2024, namun produk minyak bumi naik 0,3 persen dan harga jasa pribadi naik 0,4 persen.
Bank of Korea (BOK) mengatakan, bulan lalu inflasi kemungkinan akan berada pada tren menurun sepanjang tahun meskipun pertumbuhan ekonomi lebih kuat, karena permintaan domestik terlihat hanya pulih sedikit.
BOK, yang mempertahankan suku bunga stabil selama pertemuan ke-11 berturut-turut pada bulan Mei 2024, diperkirakan akan menurunkan suku bunga kebijakannya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 3,0 persen pada kuartal IV 2024, menurut jajak pendapat Reuters pada bulan Mei.
CPI Inti, tidak termasuk bahan pangan dan energi yang mudah berubah, naik 2,2 persen tahun ke tahun, melambat dari kenaikan 2,3 persen pada bulan sebelumnya dan menandai kenaikan paling lambat sejak Desember 2021.
Aktivitas Pabrik Korea Selatan
Aktivitas pabrik di Korea Selatan meningkat pada bulan Mei pada laju tercepat dalam dua tahun terakhir karena pertumbuhan output dan pesanan yang lebih kuat berkat meningkatnya permintaan global, menurut sebuah survei sektor swasta.
Indeks manajer pembelian (PMI) untuk produsen di negara dengan ekonomi terbesar keempat di Asia, yang disusun oleh SP Global, naik menjadi 51,6 di bulan Mei, dari 49,4 di bulan April, berdasarkan penyesuaian musiman.
Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak Mei 2022, dan terjadi setelah dua bulan berturut-turut berada di bawah angka 50 yang memisahkan ekspansi dan kontraksi.
Produksi melonjak pada tingkat tercepat sejak Juli 2021, sementara pesanan baru meningkat terbesar sejak Februari 2022 berkat peluncuran produk baru, penjualan ekspor yang lebih kuat, dan minat konsumen domestik yang lebih besar, menurut survei.
Pesanan ekspor baru meningkat selama lima bulan berturut-turut, karena produsen mencatat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar, mulai dari Eropa hingga Amerika Utara dan Selatan, serta negara-negara Asia seperti China, Jepang, dan Vietnam.
Ekspor Korea Selatan telah meningkat sejak bulan Oktober dan memberikan dorongan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada perdagangan pada kuartal pertama, yang merupakan pertumbuhan tercepat dalam lebih dari dua tahun.
“Sektor manufaktur Korea Selatan tampaknya mendapat angin kedua. Bukti kualitatif dari survei ini juga memberikan gambaran masa depan yang menjanjikan, dengan para panelis mengomentari peluncuran produk baru dalam waktu dekat yang memberikan mereka platform untuk ekspansi produksi yang berkelanjutan,” kata Joe Hayes, ekonom utama di SP Global Market Intelligence.
Untuk memenuhi permintaan yang kuat, produsen menaikkan pembelian mereka sebesar yang terbesar sejak April 2022. Namun pada sisi negatifnya, inflasi harga input merupakan yang tercepat dalam tujuh bulan terakhir di tengah pergerakan nilai tukar yang tidak menguntungkan dan kenaikan harga bahan mentah, seperti aluminium, nikel dan tembaga.
Optimisme produsen untuk tahun depan menurun pada bulan Mei, setelah mencapai level tertinggi dalam dua tahun pada bulan April, namun masih merupakan angka tertinggi kedua sejak Juni 2022.
Prospek PDB Korea Selatan
Saat ini, Korea Selatan memperkirakan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II 24 akan melambat cukup tajam menjadi 0,1 persen quartal on quartal (qoq) dari pertumbuhan 1,3 persen pada kuartal sebelumnya. Alasan utama perlambatan ini adalah kontribusi positif yang lebih kecil dari ekspor neto dan kontraksi belanja swasta dan investasi.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.