KABARBURSA.COM - Pada September 2024, inflasi tahunan (year on year/y-on-y) tercatat sebesar 1,84 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) berada di angka 105,93.
Dalam rilis pers yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Oktober, inflasi provinsi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan, mencapai 4,14 persen dengan IHK sebesar 110,12. Sebaliknya, provinsi dengan inflasi terendah adalah Kepulauan Bangka Belitung, hanya 0,49 persen dengan IHK sebesar 103,76. Jakarta, Selasa 1 Oktober 2024.
Di tingkat kabupaten/kota, inflasi tertinggi tercatat di Kabupaten Minahasa Selatan, dengan angka 6,31 persen dan IHK 107,44. Sementara itu, Kabupaten Karo mencatat inflasi terendah, yaitu 0,04 persen dengan IHK 105,80. Dalam hal deflasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan mengalami penurunan terdalam dengan deflasi sebesar 1,32 persen dan IHK 104,16. Di Tanjung Pandan, deflasi juga tercatat, meski lebih ringan, yakni 0,22 persen dengan IHK 105,87. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, 1 Oktober 2024.
Inflasi y-on-y ini dipicu oleh lonjakan harga yang terlihat dari kenaikan sebagian besar indeks kelompok pengeluaran. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau naik 2,57 persen; pakaian dan alas kaki meningkat 1,18 persen; perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga bertambah 0,60 persen; serta perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga naik 1,08 persen.
Lebih lanjut, kelompok kesehatan mengalami kenaikan sebesar 1,69 persen, transportasi 0,92 persen, rekreasi, olahraga, dan budaya 1,55 persen, pendidikan 1,94 persen, penyediaan makanan dan minuman/restoran 2,25 persen, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya mencatat peningkatan signifikan sebesar 6,25 persen. Sementara itu, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatat penurunan indeks sebesar 0,28 persen.
Tingkat deflasi bulan ke bulan (month to month/m-to-m) untuk September 2024 adalah 0,12 persen, sedangkan inflasi year to date (y-to-d) untuk periode yang sama mencapai 0,74 persen. Pada komponen inti, inflasi y-on-y tercatat sebesar 2,09 persen, inflasi m-to-m sebesar 0,16 persen, dan inflasi y-to-d mencapai 1,69 persen.
Angka-angka ini menunjukkan dinamika perekonomian yang kompleks, di mana tantangan inflasi tetap menjadi perhatian penting bagi pengambil kebijakan dan masyarakat.
Inflasi Umum Indonesia
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan inflasi umum Indonesia pada bulan Agustus 2024 menurun menjadi 2,12 persen year-on-year (yoy) dari 2,13 persen pada Juli 2024. Tingkat inflasi ini disebut sebagai yang terendah sejak Februari 2024 dan masih berada di kisaran target BI sebesar 1,5-3,5 persen.
“Penurunan tipis ini terutama disebabkan oleh faktor dari sisi penawaran, terutama penurunan harga pangan bergejolak karena musim panen tanaman hortikultura,” kata Teuku dalam keterangan resminya, dikutip pada, Kamis, 19 September 2024.
Disebutkan, inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau melemah menjadi 3,39 persen (y.o.y) pada Agustus 2024 dari 3,66 persen (y.o.y) pada Juli 2024, terendah sejak Juli 2023.
Inflasi juga tercatat menurun pada kelompok pengeluaran lainnya, seperti pendidikan (1,83 persen (y.o.y) pada Agustus 2024 dibandingkan 1,90 persen (y.o.y) pada Juli 2024). Penurunan inflasi di kelompok pengeluaran ini sebagian disebabkan oleh berkurangnya dampak tahun ajaran baru yang dimulai pada Juli 2024.
Secara bulanan, inflasi umum mencatat deflasi untuk keempat kalinya berturut-turut pada tahun 2024, dengan deflasi sebesar 0,03 persen (m.t.m) pada Agustus 2024 dibandingkan 0,18 persen (m.t.m) pada Juli 2024.
Serupa dengan tren tahunan, pendorong utama deflasi bulanan Agustus adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mencatat deflasi sebesar 0,52 persen (m.t.m), berkontribusi 0,15 poin persentase terhadap deflasi keseluruhan pada bulan tersebut.
Berdasarkan komponen inflasi, kelompok harga pangan bergejolak menjadi pendorong utama inflasi pada Agustus 2024. Komponen ini mencatat inflasi tahunan sebesar 3,04 persen (y.o.y) pada Agustus 2024, turun dari 3,63 persen (y.o.y) pada Juli 2024, yang merupakan level terendah sejak September 2023.
Secara bulanan, harga pangan bergejolak mengalami deflasi untuk kelima kalinya pada tahun ini, sebesar 1,24 persen (m.t.m) pada Agustus 2024, turun dari 1,92 persen (m.t.m) pada Juli 2024. Penurunan inflasi tahunan dan deflasi bulanan tersebut terutama didorong oleh turunnya harga bawang merah, daging ayam ras, dan tomat.
Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah mencatat inflasi tahunan sebesar 1,68 persen (y.o.y) pada Agustus 2024, sedikit meningkat dari 1,47 persen (y.o.y) pada Juli 2024.
Secara bulanan, komponen ini mencatat inflasi sebesar 0,23 persen (m.t.m) pada Agustus 2024, naik dari 0,11 persen (m.t.m) pada bulan sebelumnya. Peningkatan ini terutama dipicu oleh harga bensin dan rokok kretek mesin, menyusul penyesuaian harga BBM non-subsidi serta dampak berkelanjutan dari kenaikan cukai tembakau.
Inflasi Inti Menurun
Akademisi LPEM FEB UI juga menyebut inflasi inti pada bulan Agustus 2024 naik tipis menjadi 2,02 persen yoy dari 1,95 persen pada Juli 2024. Sedangkan secara bulanan, inflasi inti berada di angka 0,20 persen (m.t.m) pada Agustus 2024 meningkat secara moderat dari 0,18 (m.t.m) pada Juli 2024.
“Pendorong utama inflasi inti bulan Agustus adalah kopi bubuk, emas perhiasan, dan biaya pendidikan. Inflasi ini dipengaruhi oleh berlanjutnya kenaikan harga komoditas global. Harga kopi terus meningkat, di mana kopi robusta telah mencapai level tertinggi sepanjang sejarah dan kopi arabika naik ke level tertinggi dalam 2,5 bulan terakhir,” jelasnya.
Ia menilai penurunan produksi serta permintaan memperparah kondisi pasar kopi global. Sementara harga emas tidak terpengaruh dan terus meningkat lantaran ekspektasi penurunan suku bunga The Fed.
Menurutnya, kenaikan inflasi inti dikontribusi oleh kenaikan biaya pendidikan. Sementara tekanan inflasi diprakirakan bakal reda pada September 2024 dengan proyeksi tekanannya mencapai 1,5-3,5 persen sesuai dengan target.
Menurutnya, hal ini tercermin dalam Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) untuk September 2024, yang sedikit lebih rendah dibandingkan Agustus 2024.
“Penurunan harga BBM nonsubsidi pada awal September juga diperkirakan dapat meredakan tekanan inflasi. Namun, tekanan inflasi diperkirakan akan tetap ada pada komponen harga pangan bergejolak. Produksi beras diperkirakan akan menurun hingga Oktober 2024, mengantisipasi dampak dari musim La Niña yang akan datang,” jelasnya.(*)