KABARBURSA.COM - Pelaku usaha kripto di Indonesia menilai industri kripto di dalam negeri sedang "tidak sehat".
CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan kondisi ini tercermin dari nilai transaksi kripto yang menurun dan jauh lebih rendah dari negara tetangga.
"Padahal kita pernah menjadi pemimpin di industri kripto di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), karena volume transaksinya lebih unggul jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan ini," kata Oscar dalam Leadership Roundtable Forum, Indonesia Data and Economic Conference KataData, di Hotel 16 Kempinski, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
Namun, lanjut Oscar, belakangan ini market Thailand lebih besar jika dibandingkan dengan Indonesia.
Oscar mengungkapkan, pada periode 2020 sampai 2021, Indodax sempat memfasilitasi transaksi dengan nilai mencapai Rp3 triliun. Tapi, saat ini angkanya menyusut menjadi rata-rata Rp1 triliun per hari.
Penurunan transaksi itu terjadi meskipun jumlah pengguna Indodax terus meningkat. Tercatat saat ini jumlah pengguna platform transaksi kripto itu mencapai 6,2 juta.
"Bisa dikatakan industri kripto dalam negeri sedang dalam posisi tidak sehat," ujar dia.
Menurut Oscar, penurunan jumlah transaksi disebabkan besarnya biaya transaksi kripto yang harus dikeluarkan investor dalam negeri, seiring dengan dikenakannya pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
"Setiap transaksi kripto di Indonesia dikenakan PPN sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi pada bursa yang terdaftar di Bappebti, ditambah PPh sebesar 0,1 persen. Jadi total pajak mencapai 0,21 persen," terangnya.
Padahal, ungkap Oscar, pihaknya hanya mengenakan biaya sebesar 0,15 persen dari setiap transaksi kripto. Dengan demikian, investor dikenakan pajak yang lebih besar dari biaya transaksi.
Lanjut Oscar, tingginya biaya yang perlu dikeluarkan, membuat investor beralih ke platform kripto luar negeri. Hal ini yang kemudian membuat transaksi kripto di negara tetangga menjadi lebih unggul dari Indonesia.
"Saat ada yang ingin transaksi, begitu tahu pajaknya mahal, tidak jadi transaksi," imbuhnya.
Dia pun merekomendasikan kepada pemerintah untuk meninjau kembali pengenaan PPN. Ia berharap, pajak yang dikenakan dapat setara dengan pajak perdagangan pasar saham.
"Harapannya sama dengan negara-negara lain dikenakan PPh final saja, diharapkan sama seperti saham karena pola perdagangannya spot market, tarif pajak hanya PPh final," pungkas Oscar. (*/adi)