KABARBURSA.COM - Ekonomi Malaysia tumbuh dengan kecepatan tertinggi dalam enam kuartal, menunjukkan pemulihan yang semakin kuat sejak awal tahun ini.
Produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5,8 persen pada kuartal April-Juni dibandingkan tahun lalu, tercepat sejak kuartal Desember 2022. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan tertinggi hanya 5,1 persen. Kinerja ini melampaui ekspansi 4,2 persen yang terlihat dalam tiga bulan pertama tahun 2024.
Negara dengan perekonomian senilai USD400 miliar ini, yang tumbuh tercepat di kawasan Asia Tenggara dengan 8,7 persen pada tahun 2022, mengalami pertumbuhan moderat tahun lalu di tengah permintaan global yang lesu. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan output ekonomi akan meningkat menjadi 4,4 persen pada tahun ini dari 3,7 persen pada tahun 2023.
Malaysia baru-baru ini menarik investasi miliaran dolar dari perusahaan besar seperti Google dan Microsoft Corp. Perdana Menteri Anwar Ibrahim memposisikan Malaysia sebagai pusat teknologi regional. Pada saat yang sama, ekspor tumbuh selama tiga bulan berturut-turut pada bulan Juni dan diperkirakan akan semakin meningkat berkat siklus teknologi global, menurut bank sentral. Pemberian uang tunai dan kenaikan gaji untuk pegawai negeri sipil juga akan mendukung konsumsi domestik.
Analis Maybank Investment Bank, Suhaimi Ilias dan Wong Chew Hann, dalam sebuah catatan menjelang rilis data tersebut, menyatakan bahwa Malaysia diperkirakan akan mendapat keuntungan dari tiga faktor positif tahun ini: peningkatan investasi swasta, pemulihan permintaan eksternal, dan belanja konsumen yang tangguh. Mereka memperkirakan pertumbuhan mencapai 4,7 persen tahun ini.
Namun, pemulihan yang tidak merata atau lebih lambat di China - mitra dagang terbesar Malaysia - dapat mengaburkan prospek negara ini. Malaysia juga bergantung pada wisatawan dan investasi dari China untuk mendukung aktivitas ekonominya. Bank Negara Malaysia memperkirakan PDB akan tumbuh antara 4 persen dan 5 persen tahun ini seiring dengan membaiknya permintaan eksternal.
Secara keseluruhan, ekonomi Malaysia pada tahun 2023 mengalami pertumbuhan yang moderat, dengan produk domestik bruto (PDB) real mencapai 3,7 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan target awal pemerintah sebesar 4,4 persen - 5,0 persen, namun lebih tinggi dari perkiraan Bank Negara Malaysia (BNM) sebesar 3,0 persen- 3,5 persen.
Konsumsi rumah tangga meningkat seiring dengan membaiknya kondisi pasar tenaga kerja dan meredanya tekanan biaya hidup. Ekspor barang dan jasa tumbuh didorong oleh permintaan global yang kuat untuk produk elektronik, semikonduktor, dan produk karet. Investasi sektor swasta dan publik tetap stabil, mendukung pertumbuhan ekonomi.
Perang di Ukraina, kenaikan harga komoditas, dan potensi resesi global menimbulkan ketidakpastian bagi ekonomi Malaysia. Inflasi masih menjadi perhatian utama, meskipun telah menunjukkan tanda-tanda moderasi. Kekurangan tenaga kerja di beberapa sektor dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
BNM memperkirakan ekonomi Malaysia akan tumbuh antara 3,0 persen dan 4,0 persen di tahun 2024. Pertumbuhan akan didorong oleh konsumsi domestik yang terus meningkat, ekspor yang stabil, dan investasi yang berkelanjutan.
Namun, risiko eksternal seperti gejolak geopolitik dan perlambatan ekonomi global dapat menghambat prospek pertumbuhan. BNM menyebutkan bahwa ketidakpastian global masih menjadi risiko utama bagi ekonomi Malaysia di tahun 2024.
Hingga 19 Juli 2024, Bank Sentral Malaysia (BNM) belum mengumumkan secara resmi kebijakan moneternya untuk tahun 2024.
Namun, berdasarkan beberapa pernyataan pejabat BNM dan analisis para ekonom, diperkirakan BNM akan mempertahankan suku bunga acuannya (Overnight Policy Rate - OPR) pada level 3,0 persen di sepanjang tahun 2024.
Inflasi di Malaysia diperkirakan akan tetap stabil pada kisaran 2,0 persen - 3,0 persen di tahun 2024, yang masih dalam target BNM. Pertumbuhan ekonomi Malaysia diproyeksikan akan melambat di tahun 2024, namun BNM masih optimis bahwa pertumbuhan akan tetap stabil.
BNM ingin menjaga stabilitas keuangan di tengah ketidakpastian global. Jika ekonomi global memburuk secara signifikan, BNM mungkin perlu menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan. Jika inflasi meningkat di atas target BNM, BNM mungkin perlu menaikkan suku bunga untuk meredamnya. Jika ringgit mengalami depresiasi yang signifikan, BNM mungkin perlu menaikkan suku bunga untuk menstabilkannya.
Suku bunga yang rendah dapat mendorong konsumsi rumah tangga dan investasi, namun juga dapat meningkatkan risiko inflasi. Suku bunga yang rendah dapat melemahkan nilai tukar ringgit. Suku bunga yang rendah dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi, namun jika terlalu rendah dapat memicu overheating.
BNM diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya di tahun 2024, namun kebijakan ini dapat berubah tergantung pada kondisi ekonomi global dan domestik. Investor dan pelaku usaha perlu mencermati perkembangan kebijakan BNM dan dampaknya terhadap ekonomi dan pasar keuangan Malaysia. (*)