KABARBURSA.COM – Tekanan jual masih membayangi saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Dalam sepekan terakhir, saham melemah tipis 0,43 persen. Pasar bertanya, ke mana arah valuasi bank syariah terbesar di Indonesia ini.
Pada penutupan Jumat, 5 Desember 2025, BRIS bertengger di level 2.330, melemah 1,27 persen. Sekilas koreksi ini terlihat kecil, tetapi struktur perdagangan, broker flow, dan volume distribusi mengungkap bahwa pasar sedang merapikan posisinya. Sebagian investor memilih keluar dulu sambil menunggu kejelasan katalis baru.
Hal ini terlihat dari volume perdagangan BRIS yang hanya 4,74 juta saham, jauh di bawah rata-rata 15,99 juta saham. Penurunan ini bukan didorong oleh panic selling, melainkan melemahnya minat beli yang signifikan.
Ketika volume turun dan harga melemah tipis, pasar sedang berada di fase “slow bleed”, yaitu tekanan datang dari investor yang melepas perlahan, sementara pembeli baru tidak cukup kuat untuk membentuk titik balik.
Orderbook memperlihatkan pasar yang berat di sisi offer. Antrian jual terbesar berada di 2.340–2.350, bahkan mencapai puluhan ribu lot. Sebaliknya, sisi bid menunjukkan kelemahan yang lebih nyata, dengan antrian tipis di level 2.330 dan langsung menurun di bawahnya.
Pola ini mencerminkan distribusi bertahap di area sempit, menjadi ciri umum saham yang sedang mencari support baru. Level 2.300 menjadi psikologis kuat yang mulai diuji pasar, dan jika jebol, BRIS berpotensi turun ke area 2.240–2.260 sebagai support lanjutan.
Pergerakan broker semakin mempertegas arah tekanan. Di sisi beli, broker Stockbit Sekuritas (CC), Mandiri sekuritas (XL), dan Mirae Asset Sekuritas (YP) melakukan akumulasi, namun dengan nilai yang relatif kecil dibanding sisi jual.
Sementara itu broker Maybank Sekuritas (ZP), Yuanta Sekuritas (FS), CLSA Sekuritas (KZ), dan UBS Sekuritas (AK) menjadi penekan terbesar harga dengan total distribusi miliaran rupiah.
Ketimpangan antara nilai akumulasi dan distribusi menunjukkan bahwa investor besar masih memilih mengurangi eksposur, mungkin untuk merespon ketidakpastian makro atau dinamika sektor perbankan syariah yang memasuki masa penyesuaian pertumbuhan.
Revenue Diprediksi Naik, Target 3.265
Namun yang menarik adalah saat pasar sedang melepas BRIS, proyeksi analis untuk 2026 justru menunjukkan potensi pertumbuhan yang stabil dan terukur. Revenue BRIS diperkirakan naik dari 25,298 triliun rupiah pada 2024 menjadi 29,737 triliun rupiah pada 2026.
Laba bersih diperkirakan mencapai 8,955 triliun rupiah, naik signifikan dari 7 triliun rupiah di 2024. Nilai EPS pun diproyeksikan terus naik dari 151,88 menjadi 194,65 dalam dua tahun.
Ini bukan pertumbuhan eksplosif seperti saham teknologi atau komoditas, tetapi pertumbuhan bank besar yang konsisten dan defensif—sebuah atribut berharga dalam lanskap ekonomi yang volatil.
Target harga konsensus berada di Rp3.265, atau sekitar 40 persen di atas harga saat ini. Namun rentang prediksi yang cukup lebar—dengan batas bawah Rp2.700 dan batas atas Rp3.900—menunjukkan bahwa analis pun mengakui ketidakpastian arah jangka pendek BRIS. Dengan kata lain, peluang ada, tetapi risikonya juga nyata.
Peluang BRIS di 2026 masih cukup kuat, tetapi jalannya tidak akan mulus. Pertama, BRIS adalah bank syariah terbesar dengan akses pembiayaan murah dan basis nasabah luas, Ini memberi pondasi pertumbuhan yang lebih stabil dibanding bank syariah lain yang lebih kecil.
Kedua, jika tren transformasi digital dan perluasan pembiayaan segmen UMKM syariah berjalan sesuai rencana, pendapatan berbasis fee dan margin pembiayaan dapat meningkat lebih cepat dari ekspektasi.
Tantangan Besar Perbankan Syariah
Namun di sisi lain, tantangan tidak kecil. Marjin pembiayaan perbankan syariah relatif ketat dan sangat bergantung pada stabilitas sektor riil. Jika pertumbuhan ekonomi 2026 tidak setinggi proyeksi atau terjadi tekanan pada sektor perdagangan dan UMKM, BRIS bisa menghadapi perlambatan profitabilitas.
Selain itu, BRIS juga berada dalam radar investor institusi global yang sangat sensitif terhadap pergerakan tingkat suku bunga dan kebijakan moneter. Jika The Fed atau BI bergerak agresif, saham-saham perbankan bisa kembali mengalami tekanan rotasi sektor.
Pasar hari ini sedang menakar BRIS dengan lebih rasional, bukan euforia seperti 2023–2024. Valuasinya masih relatif murah jika dibandingkan dengan pertumbuhan laba, tetapi investor tampaknya ingin melihat bukti konkret peningkatan efisiensi dan kualitas aset. Tanpa katalis kuat, pergerakan BRIS kemungkinan akan tetap sideways dalam jangka pendek.
Namun untuk 2026, peluang BRIS tetap terbuka lebar. Jika proyeksi analis tentang kenaikan pendapatan dan laba terbukti, BRIS berpotensi kembali ke jalur penguatan yang lebih stabil, bahkan mendekati target harga 3.265 atau lebih tinggi.
Tahun depan bisa menjadi tahun re-rating valuasi, tetapi hanya jika BRIS mampu menjaga kualitas pembiayaan dan meningkatkan efisiensi operasional di tengah persaingan perbankan yang semakin ketat.
Sementara itu, pasar memilih berhati-hati. Dan dalam konteks saham perbankan besar seperti BRIS, kehati-hatian pasar bukan sinyal lemahnya fundamental, melainkan proses normal menuju fase penentuan arah baru.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.