Logo
>

IPO Bisa Ditunda hingga Delisting: ini Potensi Risikonya

Papan pemantauan khusus jadi alat mitigasi suspensi, sementara tren IPO masih bergantung kesiapan struktur korporasi.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
IPO Bisa Ditunda hingga Delisting: ini Potensi Risikonya
Gedung BEI Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. foto: KabarBursa.com/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM – Proses penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) bukanlah hal yang sederhana. Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan bahwa meskipun perusahaan telah menjadwalkan IPO, tetap dimungkinkan bagi mereka untuk menunda bahkan membatalkan pelaksanaan aksi korporasi tersebut. Namun, penundaan ini harus disertai alasan kuat dan disampaikan secara resmi kepada otoritas.

“Kalau memang jadwalnya sudah ada, di awal sudah ditetapkan, lalu di akhir bisa ada perubahan, itu sangat mungkin terjadi dan memang secara aktual pernah terjadi,” ujar Expert Pengembangan Perusahaan Tercatat BEI, Natal Neibahaho dalam acara sesi tanya jawab edukasi wartawan pada Selasa, 29 April 2025.

Menurut Natal, jika perusahaan memutuskan menunda IPO, maka mereka harus mengajukan permohonan resmi kepada Bursa dan OJK, berikut alasan dan latar belakang keputusannya.

“Proses evaluasi akan dihentikan sementara sampai perusahaan siap kembali dan menyampaikan dokumen pendukung lanjutan,” ucap dia.

Dalam kesempatan yang sama,Kepala Divisi dan Layanan Perusahaan Tercatat BEI Teuku Fahmi Ariandar menjelaskan bahwa penurunan harga saham pasca-IPO tidak serta merta menyebabkan perusahaan terkena delisting. Namun, delisting bisa terjadi jika perusahaan gagal memenuhi ketentuan Bursa, termasuk jika sahamnya disuspensi selama 24 bulan berturut-turut.

“Kondisi delisting itu sudah diatur di peraturan Bursa, yaitu Peraturan I-I dan I-H. Suspensi selama 24 bulan menjadi salah satu pemicunya, selain isu going concern dan pelanggaran aturan lainnya,” kata Fahmi.

Ia juga menekankan bahwa saat ini BEI memiliki papan pemantauan khusus untuk perusahaan dengan kondisi keuangan atau operasional tertentu. Perusahaan yang tidak memiliki pendapatan, misalnya, tidak langsung disuspensi melainkan dipindahkan dulu ke papan khusus tersebut. Suspensi baru dilakukan jika kondisi perusahaan tidak membaik dalam satu tahun.

“Dengan adanya papan pemantauan khusus ini, investor masih bisa mengambil keputusan sebelum saham benar-benar disuspensi,” ucap dia.

Menariknya, IPO tidak selalu digerakkan oleh kebutuhan pendanaan. Beberapa perusahaan, terutama yang dimiliki keluarga atau konglomerasi besar, memilih IPO sebagai upaya meningkatkan tata kelola dan visibilitas di mata publik dan investor.

Ia menyoroti pentingnya kesiapan administratif dan struktur korporasi sejak awal. “Banyak perusahaan besar sulit IPO karena struktur grupnya sejak awal tidak dirancang untuk jadi perusahaan terbuka,” ungkapnya.

Secara historis, BEI mencatat bahwa sebagian besar aktivitas IPO terjadi pada kuartal III dan IV. Hal ini disebabkan banyak perusahaan baru menyelesaikan laporan keuangan tahunan di awal tahun, kemudian mulai proses IPO pada pertengahan tahun, setelah kondisi pasar dan makroekonomi dinilai lebih stabil.

“Selain itu, awal dan akhir tahun biasanya menjadi periode sibuk bagi investor institusi untuk melakukan penyesuaian portofolio, jadi perusahaan cenderung memilih waktu yang lebih tenang di pertengahan tahun,” ujar Fahmi.

BEI menekankan pentingnya transformasi menyeluruh dalam proses penawaran umum perdana sahamyang tidak hanya bersifat transaksional tetapi merupakan langkah strategis jangka panjang bagi perusahaan.

Susunan Strategi Berkelanjutan


Proses IPO mencakup evaluasi mendalam atas kesiapan internal perusahaan serta penyusunan strategi berkelanjutan pasca pencatatan saham di bursa.

"Penggunaan dana IPO akan dijabarkan secara detail dalam prospektus, dan itu menjadi basis evaluasi OJK maupun Bursa," ujarnya. 

Ia menambahkan bahwa prospektus bukan satu-satunya rujukan investor, karena informasi tambahan dari media sosial, berita bisnis, dan laporan tahunan juga menjadi perhatian calon pemegang saham.

BEI juga menekankan pentingnya transparansi informasi mengenai rekam jejak manajemen, rencana bisnis, dan strategi pemasaran yang difasilitasi oleh penjamin emisi. Proses seperti pre-marketing, roadshow, serta pembentukan tim sindikasi IPO yang solid menjadi penentu keberhasilan pencatatan saham.

"IPO yang sukses tidak hanya ditentukan oleh nilai kapitalisasi atau jumlah saham yang dilepas, tapi juga oleh ketepatan timing, kondisi pasar global dan domestik, serta kepercayaan investor," jelasnya.

BEI juga menyampaikan bahwa setelah tercatat, perusahaan akan diklasifikasikan ke dalam sektor, subsektor, industri, dan sub-industri dalam kerangka klasifikasi IDX Industrial Classification (IDXIC) yang terdiri dari 12 sektor utama.

Klasifikasi ini berperan penting dalam membandingkan performa emiten dengan pesaingnya, serta menjadi referensi investor dalam mengambil keputusan.

Per April 2025, sudah terdapat 13 perusahaan baru yang tercatat di BEI dengan kapitalisasi pasar mencapai hampir Rp7 triliun. Sementara itu, dalam pipeline saat ini terdapat 31 perusahaan yang tengah dalam proses evaluasi pencatatan. Mayoritas berasal dari sektor consumer non-cyclical, diikuti oleh sektor cyclical, keuangan, kesehatan, dan transportasi.

Jika dibandingkan dengan bursa negara lain, Indonesia menempati posisi yang kompetitif. Hingga Maret 2025, BEI mencatat 11 IPO baru, sedikit di bawah Bursa Malaysia yang mencapai rekor 14 IPO. Kinerja Malaysia sebagian didorong oleh regulasi baru dan insentif bagi calon emiten.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Desty Luthfiani

Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".