Logo
>

J Resources Panen Emas, tapi Beban Utang Masih Menyengat

Meskipun penjualan emas melonjak, utang PSAB masih jadi tantangan besar untuk tahun 2025.

Ditulis oleh Syahrianto
J Resources Panen Emas, tapi Beban Utang Masih Menyengat
Salah satu fasilitas dekat pertambangan emas milik PT J Resources Asia Pasifik Tbk atau PSAB. (Foto: Dok. J Resources)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) kembali menunjukkan kilau emasnya di tahun 2024. Penjualan perusahaan naik signifikan jadi USD236 juta, tumbuh lebih dari 38 persen dibanding tahun sebelumnya yang sebesar USD170 juta. Tapi, apakah itu cukup buat mengimbangi "tambang utang" yang masih dalam?

    Mari kita kulik laporan keuangan konsolidasian per 31 Desember 2024 yang baru saja dirilis perusahaan tambang emas ini. 

    Kenaikan penjualan tahun 2024 ke USD236 juta jelas jadi sorotan, karena ini adalah lonjakan penjualan tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Di sisi lain, margin kotor juga penting. Beban pokok penjualan tercatat USD122 juta, artinya laba kotor sebesar USD113,7 juta, atau margin kotor sekitar 48 persen.

    Ini mencerminkan perbaikan efisiensi atau harga jual yang lebih ciamik. Dibandingkan 2022, laba kotor naik hampir 60 persen, sebuah progres yang sangat menggembirakan.

    Tapi mengingat harga emas global sempat menyentuh rekor tahun lalu, ada pertanyaan besar: apakah efisiensi operasional sudah optimal? Karena dibanding pemain emas besar lain, margin ini masih bisa lebih ‘mengilap’.

    Ini bagian yang bikin mata analis melek: kas perusahaan melonjak 202 persen menjadi USD23,3 juta dari hanya USD7,7 juta di 2023. Artinya, perusahaan makin likuid dan punya napas lebih panjang untuk operasional maupun ekspansi. Apakah ini hasil dari efisiensi, divestasi, atau hanya hasil pinjaman baru?

    Peningkatan kas ini juga dibarengi oleh membengkaknya pinjaman jangka panjang, yang naik drastis dari USD58,7 juta (2023) menjadi USD164,8 juta di 2024.

    Total obligasi yang diterbitkan relatif stagnan di kisaran USD61 juta, namun tetap perlu dicermati karena beban bunga bisa menggerus margin. Sementara itu, utang bank jangka pendek justru turun dari USD52,6 juta menjadi USD40,8 juta, menandakan upaya restrukturisasi kewajiban jangka pendek ke skema jangka panjang.

    Jadi meskipun kas naik, total liabilitas masih sebesar USD464 juta, hanya sedikit turun dibanding 2023.

    Aset tetap, eksplorasi, dan properti pertambangan masih mendominasi total aset sebesar USD866,7 juta. Ini jadi indikasi bahwa PSAB tetap fokus pada perluasan dan pemanfaatan konsesi tambang yang sudah dimiliki. Aset eksplorasi bahkan naik tipis jadi USD172,5 juta.

    Ekuitas naik menjadi USD402 juta, naik sekitar 5 persen dari tahun sebelumnya. Ini menunjukkan sedikit penguatan modal, tapi proporsi ekuitas terhadap total aset masih di bawah 50 persen, alias leverage-nya tetap tinggi.

    Ilustrasi: Kinerja keuangan PSAB yang tumbuh sepanjang 2024. (Foto: AI untuk KabarBursa)
    Secara umum, PSAB menunjukkan pertumbuhan solid dari sisi penjualan dan cash position. Tapi pekerjaan rumah (PR) besar masih ada di utang jangka panjang dan efisiensi produksi. Investor perlu jeli: apakah perusahaan sedang bersiap ekspansi besar? Atau justru menambal utang dengan utang?

    Kalau ekspansi emasnya sukses, bisa jadi PSAB bakal benar-benar bersinar. Tapi kalau tidak, bisa-bisa cash yang sekarang mekar, tahun depan malah lumer.

    Apalagi melihat target 2025, PSAB mengincar pendapatan antara USD230 juta hingga USD240 juta, mencerminkan pertumbuhan sekitar 35 persen-41 persen dari tahun sebelumnya. 

    Strategi ini didukung oleh peningkatan volume produksi dan harga emas yang mencapai rekor tertinggi, dengan harga emas spot global melonjak hampir 2 persen menjadi USD3.235,89 per ons, dengan rekor all time high di USD3.245,28 per ons. Sementara harga kontrak berjangka emas naik 2,1 persen menjadi USD3.244,15 per ons pada April 2025. 

    PSAB dan Emiten Tambang Sejenis

    Untuk menakar seberapa kompetitif kinerja PSAB, kita perlu menengok tetangganya di sektor tambang emas: PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI). Ketiganya punya gaya main yang berbeda, ada yang agresif ekspansi, ada pula yang kalem tapi konsisten.

    MDKA, yang dikenal sebagai salah satu emiten tambang paling ekspansif di Bursa Efek Indonesia (BEI), mencetak pendapatan jumbo senilai USD2,2 miliar pada 2024, naik dari USD1,7 miliar di 2023. Namun, ironisnya, bottom line-nya malah tekor. Setelah mencetak laba bersih USD75 juta di 2022, MDKA terjun ke rugi bersih USD67 juta tahun lalu. 

    Apa penyebabnya? Biaya pengembangan proyek dan tekanan beban keuangan jadi kambing hitam. MDKA memang lagi jor-joran investasi di proyek smelter dan diversifikasi ke nikel, yang meskipun strategis, menggerus profitabilitas jangka pendek.

    Bandingkan dengan ARCI, sang emiten “steady but solid”. Pendapatan tahun 2024 tercatat USD307 juta, relatif datar dibanding tahun sebelumnya, tapi laba bersih tetap stabil di kisaran USD47 juta. ARCI juga mencatat volume produksi emas tertinggi dibanding PSAB dan MDKA, mengindikasikan operasional yang lebih matang. Margin dan efisiensinya pun tergolong tangguh di tengah fluktuasi harga emas global.

    Sementara itu, PSAB tampak sedang naik kelas. Lonjakan pendapatan dan perbaikan margin kotor memberi sinyal bahwa perusahaan mulai mengoptimalkan potensi tambang. 

    Tapi yang membedakan PSAB dari ARCI dan MDKA adalah struktur permodalan dan posisi utang. Dengan liabilitas mencapai USD464 juta, leverage PSAB masih tinggi. Rasio utang terhadap ekuitas (DER) yang mendekati 1,15 mengindikasikan perusahaan masih rentan terhadap guncangan eksternal, terutama jika harga emas global terkoreksi.

    Namun, kabar baiknya: kas PSAB meningkat pesat, memberi ruang untuk manuver jangka pendek. Jika digunakan secara cermat, misalnya untuk eksplorasi, pembelian alat berat, atau akuisisi aset produktif, cash ini bisa menjadi pemantik pertumbuhan. Tapi kalau malah terserap untuk bayar bunga atau menambal defisit, ya bisa jadi hanya delay masalah.

    Siapa yang Paling Berkilau?

    Tahun 2025 bakal jadi tahun penentuan buat emiten tambang emas. Sentimen global masih campur aduk, Federal Reserve atau The Fed mulai melonggarkan suku bunga, harga emas berpotensi tetap tinggi, tapi geopolitik dan fluktuasi dolar masih bikin investor dag-dig-dug.

    Untuk PSAB, posisi kas yang membengkak bisa jadi bahan bakar ekspansi, entah lewat peningkatan kapasitas tambang, eksplorasi wilayah baru, atau penguatan logistik. Tapi risiko utang jangka panjang tetap membayangi. Kalau tidak diimbangi oleh pertumbuhan EBITDA yang signifikan, potensi “overleverage” bisa bikin napas perusahaan megap-megap.

    Kuncinya: efisiensi produksi dan strategi refinancing yang cerdas. Jika manajemen bisa turunkan cost per ounce dan naikkan output, margin PSAB bisa makin mengilap. Tapi kalau tidak, kas yang tumbuh tahun ini bisa “lumer” di 2025 karena beban bunga dan cicilan.

    MDKA mungkin masih terus dalam fase transisi, antara eksplorasi mimpi besar dan realita neraca keuangan. Proyek-proyek besar mereka, termasuk smelter dan diversifikasi ke nikel, bisa jadi game-changer. Tapi ingat, pasar modal tidak sabaran. Kalau tahun ini masih rugi, bisa-bisa kepercayaan investor terkikis. Mereka butuh deliver growth yang konkret, bukan sekadar roadmap manis.

    ARCI, meski paling kalem, justru berpotensi jadi kuda hitam. Kalau bisa mempertahankan margin dan meningkatkan volume produksi, ARCI bisa jadi pilihan favorit investor konservatif yang cari stabilitas di tengah gejolak sektor. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.