KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG menguat 24 poin atau 0,38 persen, berakhir di level 6.638 pada perdagangan Jumat, 14 Februari 2025. IHSG bergerak variatif dengan rentang pergerakan antara 6.679 dan 6.609.
Seiring dengan penguatan IHSG, tercatat 304 saham mengalami kenaikan, 242 saham melemah, dan 244 saham stagnan. Volume perdagangan hari ini mencapai Rp14,618 miliar, dengan transaksi sebesar Rp14,308 triliun dan frekuensi perdagangan sebanyak 1.139.504 kali.
Saham POLU mencatatkan penguatan tertinggi sebagai top gainer, dengan kenaikan sebesar 22,02 persen. Diikuti oleh KDSI yang naik 20,10 persen, INDX dengan kenaikan 18,28 persen, TMPO yang menguat 17,91 persen, dan BNLI yang naik 17,27 persen.
Di sisi lain, saham SAPX mengalami koreksi paling dalam dengan penurunan 15,76 persen, diikuti oleh CNMA yang turun 14,37 persen. Saham FMII juga tercatat mengalami penurunan 13,22 persen, diikuti oleh BRRC yang melemah 11,25 persen dan MANG yang turun 9,89 persen.
Indeks LQ45 turut mencatatkan penguatan sebesar 0,35 persen. Dalam indeks ini, saham SMGR mencatatkan penguatan signifikan dengan kenaikan 5,28 persen.
Sebelumnya, IHSG dibuka menguat 26,56 poin atau 0,40 persen ke level 6.640,13 pada pagi hari. Meskipun menguat, level IHSG pagi tersebut masih tergolong rendah, tertekan oleh sentimen global. Fluktuasi IHSG saat ini belum dapat diprediksi, terutama setelah sebelumnya sempat menyentuh level 6.500-an dan kemudian rebound. Namun, kenaikannya tetap belum signifikan.
Pada sesi awal perdagangan, IHSG bergerak dalam rentang 6.613,57 sebagai level terendah dan 6.640,13 sebagai level tertinggi. Aktivitas perdagangan di seluruh pasar tercatat dengan volume transaksi sebanyak 1,45 juta lot, nilai transaksi mencapai Rp230,18 miliar, dan frekuensi perdagangan sebanyak 9.560 kali. Tercatat 149 saham mengalami kenaikan, 36 saham melemah, dan 256 saham stagnan.
IHSG Bisa Perkasa Andai BI Turunkan Suku Bunga
Head of Research and Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto membeberkan jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa perkasa jika Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan.
Rully mengatakan penurunan suku bunga BI berpotensi membuat foreign inflow (dana asing masuk) ke Surat Berharga Negara (SBN) dan juga saham perbankan.
Namun di satu sisi, jika suku bunga tetap ditahan, Rully menyatakan hal ini bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar modal Indonesia.
“Ya mungkin (IHSG) bisa sekitar 6.300 atau 6.400 (jika suku bunga ditahan),” ujar dia kepada wartawan dalam acara Media Day – Consumer Trends for the 2025 Fasting Month di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.
Rully mengatakan IHSG kemungkinan tidak bisa menyentuh level 7.000 di kuartal I 2025 jika BI tidak segera menurunkan suku bunga acuan pada Februari atau Maret. Hal ini ia katakan berkaca dari situasi pasar yang tengah terjadi.
Lebih jauh dia memaparkan, Mirae Asset menargetkan BI menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini. Menurutnya, keputusan ini bisa memberikan dampak positif bagi pasar modal Indonesia.
Dia menjelaskan BI mungkin tidak terlalu konsen terhadap pasar modal. Namun, dia berharap pasar modal harus tetap diperhatikan dikarenakan bisa menjadi tolak ukur pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Bursa Efek Indonesia (BEI) angkat bicara mengenai pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa hari terakhir. Di tengah kondisi ini, BEI memiliki beberapa saran kepada para investor.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik melihat kondisi pasar saham Indonesia saat ini disebabkan oleh sentimen yang datang dari ketidakpastian.
“Kondisi pasar kita saat ini memang dipengaruhi ketidakpastian global,” ujar dia saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Di tengah kondisi ini, Jeffrey menyarankan agar para investor berhati-hati dalam mengambil keputusan. Hal ini bertujuan untuk menghindari berbagai risiko yang ada.
“Mengambil keputusan secara rasional dan disesuaikan dengan profil risiko masing masing investor,” tutur Jeffrey.
Tarif Perdagangan AS bikin Kocar-Kacir
Beberapa waktu lalu, Jeffrey juga membeberkan faktor utama yang menyebabkan kondisi ketidakpastian global adalah kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat terhadap China, hingga dinamika ekonomi ke negara Meksiko dan Kanada.
“Kebijakan yang telah diumumkan namun kemudian ditunda menciptakan ketidakpastian yang semakin besar bagi pasar global,” ujar Jeffrey di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.
Jeffrey bilang, dampak dari kondisi tersebut tidak hanya terasa di negara-negara besar, tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekonomi di Indonesia. Menurutnya, ketidakpastian di pasar global ikut memberi efek terhadap tukar mata uang, kebijakan perdagangan, dan rantai pasok global.
“Perubahan konstelasi ekonomi ini memberikan tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis di Indonesia,” katanya.
Dengan adanya ketidakpastian ini, Jeffrey mengimbau agar para investor lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi, terutama dalam menghadapi kemungkinan fluktuasi yang lebih besar di pasar keuangan domestik.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh investor adalah mengantisipasi dampak dari ketidakpastian global. Meskipun sulit untuk memperkirakan bagaimana kondisi ini akan berkembang, menurut Jeffrey, investor berpengalaman dapat belajar dari periode ketidakpastian sebelumnya.
“Analisis terhadap kebijakan pemerintah, reaksi negara lain, serta tren historis dapat menjadi panduan dalam mengambil keputusan investasi yang lebih matang,” jelasnya.
Guna mengatasi sejumlah hal tersebut, BEI bakal meluncurkan sejumlah instrumen keuangan baru, yakni short selling dan intraday short selling.
Jeffrey mengatakan, tujuan peluncuran instrumen ini adalah untuk membantu para investor di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian.
“Produk ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak opsi strategi bagi investor, terutama saat pasar mengalami fluktuasi tinggi dalam waktu singkat,” ujarnya.
Jeffrey menuturkan, proses finalisasi izin bagi anggota bursa yang akan menyediakan layanan short selling masih berlangsung. Dia menjelaskan BEI menargetkan instrumen ini akan diluncurkan dalam waktu dekat, yakni sekitar Maret atau awal kuartal kedua tahun ini.
“Dengan adanya strategi baru ini, investor diharapkan dapat lebih optimal dalam mengelola portofolio mereka di tengah kondisi pasar yang dinamis dan penuh tantangan,” jelasnya.(*)