KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa Jepang mengakui kemampulan Indonesia dan beberapa negara ASEAN dalam hal digitalisasi dan transfer data.
Menurut Airlangga, negara-negara ASEAN telah berhasil mengembangkan sistem pembayaran menggunakan mata uang lokal tanpa keterlibatan dolar Amerika Serikat (AS) atau local currency settlement (LCS).
Dengan adanya perkembangan ini, sejumlah negara ASEAN seperti Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina, serta Indonesia dapat melakukan transaksi menggunakan QRIS tanpa harus menggunakan dolar AS. Airlangga juga menyatakan bahwa Jepang tertarik untuk mempelajari pengalaman Indonesia dalam hal ini.
Airlangga menjelaskan, "ASEAN telah berhasil mengimplementasikan LCS, dengan beberapa local currency settlement, di mana transaksi di lima negara ASEAN dapat dilakukan menggunakan QR dari Indonesia, begitu pula sebaliknya secara lokal di Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Hal ini sangat diapresiasi."
Lebih lanjut, Airlangga mengungkapkan bahwa kemampuan untuk melakukan pembayaran di luar negeri menggunakan QRIS memungkinkan penggunaan mata uang lokal dan menghindari keterlibatan dolar AS.
Menurutnya, hal ini akan memperkuat kepercayaan dalam transfer data karena dukungan dari Bank Indonesia dan lembaga terkait lainnya, bahkan hingga ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan Jepang yang tertarik untuk belajar dari pengalaman Indonesia.
Selain itu, Airlangga juga menyebutkan penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang sudah diadopsi oleh startup di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki dua perusahaan startup yang memiliki valuasi lebih dari USD10 miliar (decacorn), salah satunya adalah GoTo yang juga mendapat apresiasi dari Jepang.
"Apa alasan Jepang tertarik untuk belajar dari Indonesia? Karena kita memiliki dua decacorn, termasuk Pak Patrick (Patrick Walujo, Presiden Direktur GOTO),” kata Airlangga, Sabtu, 11 Mei 2024.
“Menteri digital Jepang mengatakan bahwa mereka ingin belajar dari Indonesia. Mengapa mereka tidak bisa beroperasi di pasar internasional? Salah satunya karena masalah bahasa. Jepang adalah negara yang menggunakan bahasa Kanji, sementara Indonesia lebih siap dalam pasar global karena aplikasi digitalnya menggunakan bahasa Inggris. Di situlah Jepang tertarik untuk belajar dari Indonesia," sambung Airlangga.
Menurut Airlangga, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai USD17 miliar pada tahun 2025, dan USD400 miliar pada tahun 2030.
Sementara itu, dengan kerangka kerja digital yang ada di ASEAN, ekonomi digital di kawasan ini dapat mencapai USD1 triliun hingga USD2 triliun.
"Dengan kerangka kerja ekonomi digital di ASEAN, yang biasanya berjalan seperti biasa, ekonomi digital di kawasan ini dapat mencapai USD1 triliun hingga USD2 triliun. Bayangkan potensi ekonomi digital Indonesia dalam skenario ini," pungkasnya.