Logo
>

Kelas Menengah Tertekan Daya Beli, Sejauh Apa Bahayanya?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Kelas Menengah Tertekan Daya Beli, Sejauh Apa Bahayanya?

KABARBURSA.COM - Sebagai salah satu penyumbang terbesar belanja konsumsi, masyarakat berpendapatan menengah layak mendapatkan perhatian lebih. Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), mengungkapkan bahwa ada sejumlah faktor yang cukup menekan belanja masyarakat kelas menengah. “Tahun ini, kelas menengah makin menunjukkan laju perlambatan konsumsi. Jangan sampai shrinking middle class (penyusutan jumlah masyarakat kelas menengah) terjadi,” ujar Bhima.

Pertama, kenaikan harga beras dan pembatasan stok beras telah membuat kelas menengah harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk kebutuhan pokok. Kedua, perlambatan pendapatan pekerja di sektor berbasis komoditas juga berdampak pada masyarakat pekerja yang merupakan bagian dari kelas menengah, terutama di daerah penghasil komoditas di luar Pulau Jawa. Ketiga, penurunan suku bunga yang belum pasti waktunya juga menjadi faktor yang memengaruhi kemampuan membayar pinjaman, baik untuk konsumsi maupun modal kerja.

Untuk mengatasi masalah ini, Bhima menawarkan beberapa langkah mitigasi yang bisa diambil oleh pemerintah. Pertama, relaksasi kebijakan pajak konsumsi, seperti menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atau bahkan menurunkan PPN menjadi 9 persen agar tidak memberatkan belanja masyarakat.

Kedua, pemerintah perlu mendorong serapan tenaga kerja di sektor non-komoditas, seperti dengan membuka kawasan industri baru dan mendorong infrastruktur yang bersifat padat karya. Ketiga, Bank Indonesia (BI) perlu melakukan langkah pre-emptive untuk menurunkan suku bunga pada kuartal II-2024 dengan total penurunan hingga akhir tahun 2024 di kisaran 50 bps hingga 75 bps.

Ekspektasi penurunan suku bunga acuan diharapkan dapat membantu meringankan cicilan pinjaman bagi kelas menengah. Dengan demikian, langkah-langkah tersebut diharapkan dapat membantu memitigasi tekanan yang dialami oleh masyarakat kelas menengah terhadap konsumsi mereka.

Bahaya Pembiaran Kelas Menengah, Pemerintah Harus Apa?

Masalah kelas menengah di dalam negeri tidak boleh diabaikan, terutama ketika Indonesia bertekad menjadi negara maju. Pasalnya, jumlah kelas menengah di Indonesia terbilang cukup besar dan berdampak pada ekonomi.

Mantan Menteri Keuangan RI 2013-2014 Chatib Basri mengingatkan pemerintah tidak boleh abai terhadap nasib masyarakat kelas menengah di Indonesia, jika ingin menjadi negara maju. Menurutnya, Indonesia harus belajar dari Chile. Negara ini adalah negara dengan kinerja ekonomi ciamik di antara negara-negara Amerika Latin.

"Chile adalah sebuah negara di Latin Amerika dengan income per kapita ter tinggi. Chile adalah sebuah negara dengan human development index terbaik di Latin Amerika. Bahkan Chile mampu menurunkan tingkat kemiskinan dari 53 persen menjadi 6 persen, sangat mengesankan," ungkapnya dalam akun Instagram pribadinya @chatibbasri, dikutip Senin, 12 Februari 2024.

Ironisnya, meskipun Chile memiliki kinerja ekonomi yang hebat pada Oktober 2019, negara itu dilanda unjuk rasa besar yang hampir saja berujung pada revolusi. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap kelas menengah.

Fenomena ini dikenal sebagai "the Chilean Paradox." Menurut Sebastian Edwards dari UCLA, salah satu alasan utamanya adalah kurangnya perhatian terhadap kelas menengah.

Menurut Chatib Basri, Indonesia perlu mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di Chile. Indonesia harus memperluas perlindungan sosial untuk kelas menengah, meningkatkan kualitas layanan publik, tata kelola pemerintahan yang bersih, dan memastikan keadilan.

Dia menyebut kelas menengah ini sebagai "Professional complainers." Masalah yang dihadapi oleh kelas menengah akan semakin relevan untuk Indonesia.

Studi yang dilakukan oleh Dartanto dan Can (2023) menunjukkan bahwa antara tahun 2019-2022, manfaat kebijakan pemerintah terutama terfokus pada 20 persen kelompok terbawah dan 10 persen kelompok teratas. Kelompok kelas menengah, terutama di persentil 60 persen-80 persen, dilupakan dan bahkan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

Kelas menengah tidak merasakan dampak apapun dari pertumbuhan ekonomi yang pesat. Mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan sosial karena tidak termasuk dalam kelompok miskin, namun mereka juga tidak menikmati pertumbuhan ekonomi seperti kelas atas.

Gap antara harapan dan realita menjadi semakin besar, di mana kemajuan yang terjadi dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi kelas menengah.

Peningkatan pendapatan per kapita dalam suatu negara akan menghasilkan kelas konsumen baru yang memiliki implikasi ekonomi dan politik. Kelas konsumen baru ini, dengan pendapatan yang lebih baik, akan menuntut kualitas pelayanan jasa publik yang lebih baik serta tata kelola pemerintahan yang lebih baik pula. Mereka cenderung lebih cerewet dan kritis terhadap pelayanan publik dan keadilan.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kebijakan pemerintah selama ini belum terlalu fokus pada menjaga daya beli kelas menengah. Pemerintah cenderung fokus pada penanganan ekonomi masyarakat miskin atau kelas terbawah, melalui program bantuan sosial. Belum ada fokus kebijakan yang khusus ditujukan untuk kelas menengah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sri Mulyani menjelaskan bahwa kelas menengah memiliki variasi dalam perilaku dan daya beli mereka, tergantung pada percentile kelasnya. Oleh karena itu, untuk mendukung keberlangsungan hidup kelas menengah, pemerintah perlu memastikan bahwa sektor pelayanan publik, seperti infrastruktur, pendidikan, air bersih, listrik, dan internet, tersedia dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang baik. Dengan demikian, masyarakat kelas menengah dapat memenuhi kebutuhan mereka dan terus memperjuangkan peningkatan kualitas hidup mereka.

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

KabarBursa.com

Redaksi