KABARBURSA.COM - Aplikasi asal China, TEMU, telah mengajukan pendaftaran agar bisa beroperasi di Indonesia. Pengajuan sudah dilakukan sebanyak tiga kali.
Menyikapi itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menyiapkan sejumlah langkah agar aplikasi tersebut tidak masuk ke Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan pihaknya telah membicarakan hal itu dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), hingga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
“Kami dari Kemendag sudah mulai melakukan pembicaraan dengan teman-teman di kementerian dan lembaga-lembaga terkait. Kami mengundang teman-teman dari Kemenkominfo, mengundang teman-teman dari Kemenkop, Kemenparekraf untuk mengantisipasi hal itu,” kata Isy di Pantai Indah Kapuk (PIK) Avenue, Jakarta Utara, Kamis, 8 Agustus 2024.
Menurut Isy, model bisnis aplikasi TEMU melanggar peraturan Perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dijelaskannya, produk dari aplikasi tersebut didapat langsung dari produsen atau pabrik. Isy menekankan, model bisnis yang menjual produk dari produsen ke konsumen dilarang di Indonesia.
“Aplikasi TEMU tidak cocok dengan model bisnis di Indonesia. Artinya model bisnis yang dari factory ke konsumen langsung itu dilarang di negara kita. Kemarin di Permendag Nomor 31 Tahun 2023 disampaikan bahwa marketplace itu dilarang bertindak sebagai produsen. Jadi, artinya itu aplikasi TEMU tidak cocok dengan bisnis di Indonesia,” jelasnya.
Dia menekankan, dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi dengan efektif, termasuk terkait pendaftaran aplikasi tersebut. Diungkapkan, sampai saat ini Kemenkominfo belum menyetujui aplikasi TEMU, meskipun sudah tersedia di Playstore.
Isy kembali menegaskan, selama model bisnis aplikasi tersebut masih sama, tidak berubah, pihaknya tetap melarang.
“Kami tetap melarang kalau misalkan modelnya dari factory (pabrik) langsung ke pedagang,” jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Koperasi UKM (Kemenkop UKM) mengungkapkan aplikasi tersebut telah mendaftar untuk operasionalnya sebanyak tiga kali. TEMU mendaftar melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Namun, pendaftaran TEMU tidak disetujui karena merek bisnis yang sama sudah terlebih dahulu beroperasi.
“TEMU sudah mendaftar ke Kemenkumham untuk hak mereknya per September 2022. Jadi sejak 7 September, telah tiga kali ya berupaya mendaftarkan merek, tapi memang kebetulan di Indonesia sudah ada yang punya,” kata Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari dalam diskusi media di kantor Kemenkop UKM, Selasa, 6 Agustus 2024.
Bukti Bahayanya Aplikasi TEMU China
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKop UKM) mewanti-wanti bahaya aplikasi TEMU besutan China terhadap UMKM Indonesia. Keberadaannya tidak hanya mengancam Indonesia, tapi sudah merambah ke Amerika Serikat (AS) hingga negara-negara Eropa.
Direktur Utama Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada, menilai aplikasi TEMU dapat mengancam UMKM karena platform tersebut menjual produk dengan harga sangat murah, ditambah lagi dengan potongan subsidi yang diberikan.
Menurutnya, platform ini tidak segan memberikan diskon hingga 90 persen di berbagai negara, yang terbarunya di Thailand.
Bahkan diindikasikan di beberapa tempat seperti AS, TEMU memberikan harga 0 persen untuk produknya sehingga konsumen hanya tinggal membayar ongkos kirimnya.
“Kami mengindikasikan di beberapa kondisi mereka memberikan harga 0 persen. Di AS mereka sempat memberikan harga 0 persen. Jadi buyer (pembeli) hanya membayar ongkos kirim,” kata Wientor, dalam Sharing Session terkait Serbuan Produk Impor di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2024.
Wientor mengatakan, pihaknya mengasumsikan bahwa produk yang dijual itu adalah barang-barang dead stock yang tidak laku di China, kemudian dilempar ke negara lain.
Asumsi ini diperkuat dari kondisi ekonomi China yang sedang surplus barang. Karena itulah, China harus mengeluarkan produk-produk tersebut dari negerinya.
“Dan salah satu cara mengeluarkan itu adalah melalui platform yang mereka punya. Itu terjadi di AS, terjadi di Eropa. Jadi bukan tidak mungkin itu akan dilakukan di negara kita,” ujarnya.
Lanjut Wientor menjelaskan, cara beroperasi aplikasi TEMU di Indonesia sangat berbahaya lantaran barang berkemungkinan dikirim langsung dari pabriknya di China. Dengan demikian, tidak akan ada komisi berjenjang untuk seller, reseller, dropshipper, atau bahkan afiliator di Indonesia seperti e-commerce lainnya.
“TEMU ini aplikasi jahat dari China yang kalau dibiarkan masuk, UMKM kita sudah pasti mati. Ini barang langsung datang dari pabrik,” pungkasnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menkop UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari mengatakan, aplikasi TEMU terhubung dengan 80 pabrik di China dan sudah bisa langsung mengirimkan produknya ke konsumen tanpa adanya reseller.
TEMU sudah berupaya masuk ke Indonesia sejak September 2022 dengan mendaftarkan mereknya. Namun hingga saat ini, platform tersebut belum juga berhasil masuk ke Indonesia lantaran di Indonesia sendiri kebetulan sudah ada nama merek yang sudah mendaftarkan terlebih dulu.
Meski begitu, Fiki mengatakan, masalah merek tersebut sedang proses banding, sehingga kemungkinan untuk platform tersebut masuk tetap ada.
“TEMU ini kita sudah dapat datanya, ini platform yang digambarkan satu platform yang bisa makan perusahaan global selevel TikTok, selevel ByteDance,” ungkap Fiki (*).
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.