KABARBURSA.COM - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus memperkuat upaya pengawasan terhadap patogen yang berpotensi menyebabkan epidemi atau pandemi, menyusul pembaruan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai daftar patogen global.
Sebagai tanggapan, Bonanza Perwira Taihitu, Kepala Pusat Kebijakan Kesehatan Global dan Teknologi Kesehatan Kemenkes RI, mengungkapkan bahwa Indonesia secara aktif terlibat dalam memperkokoh sistem kesiapsiagaan global untuk menghadapi ancaman penyakit menular baru, terutama dalam kapasitasnya sebagai pemimpin G20.
Kegiatan ini sejalan dengan upaya global dan nasional dalam pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons (PPR) terhadap pandemi yang bisa muncul kapan saja.
“Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah melakukan identifikasi patogen prioritas yang bersumber dari satwa liar. Proses ini melibatkan pakar nasional dan internasional, termasuk dari WHO, baik di tingkat regional maupun global,” kata Bonanza dalam rilis Kemenkes.
“Setiap negara menyusun daftar prioritas patogen berdasarkan situasi epidemiologis masing-masing, yang kemudian diselaraskan dengan panduan global dari WHO,” tambahnya.
Hasil identifikasi patogen oleh Kemenkes RI mencakup daftar patogen prioritas yang disusun sesuai dengan panduan WHO, dengan beberapa prioritas tambahan ditetapkan berdasarkan kondisi epidemiologi lokal.
Daftar prioritas ini mencakup berbagai famili virus dan bakteri.
Famili virus yang menjadi perhatian utama di Indonesia meliputi Coronaviridae (seperti SARS CoV), Orthomyxoviridae (termasuk Influenza H5N1), dan Paramyxoviridae (seperti Measles dan Nipah),” jelas Bonanza.
“Selain itu, terdapat famili Flaviviridae (misalnya, Dengue, Zika), Filoviridae (misalnya, Ebola, Marburg), Bunyaviridae (misalnya, Hanta), Togaviridae (misalnya, Chikungunya), Rhabdoviridae (misalnya, Rabies), Poxviridae (misalnya, Mpox), dan Retroviridae (misalnya, HIV),” tambahnya.
Bonanza juga mengungkapkan bahwa patogen dari famili virus tersebut juga termasuk dalam daftar prioritas WHO. Selain virus, terdapat pula famili bakteri yang menjadi perhatian utama, terutama terkait dengan resistensi antimikroba (AMR).
“Bakteri prioritas WHO meliputi Enterobacteriaceae (misalnya, Salmonella, E. coli), Mycobacteriaceae (MTB Complex), Bacillaceae (Anthrax), Staphylococcaceae (Staphylococcus aureus), Neisseriaceae (N. Gonorrhoeae, N. Meningitidis), dan Campylobacter Aceae (Campylobacter),” jelasnya.
“Selain itu, famili bakteri lain yang dipantau meliputi Pseudomonadaceae (Pseudomonas), Leptospiraceae (Leptospira), Vibrionaceae (Vibrio cholerae), dan Yersiniaceae (Y. pestis),” tambah Bonanza.
Patogen-patogen ini sering terkait dengan spesies satwa seperti kelelawar, primata, rodentia, dan burung, yang sering berperan sebagai inang dan vektor penyebaran penyakit.
Sebelumnya, WHO memperbarui daftar patogen dalam dokumen berjudul “WHO R&D Blueprint for Epidemics: Pathogens Prioritization, A Scientific Framework For Epidemic And Pandemic Research Preparedness” yang dipublikasikan pada 30 Juli 2024. Dokumen ini menekankan pentingnya kesiapsiagaan, kolaborasi, dan kerja sama internasional dalam mempercepat penelitian serta pengembangan tindakan penanggulangan medis terhadap ancaman epidemi dan pandemi di masa depan.
Siap Siaga di Tingkat Nasional
Kemenkes akan mengoptimalkan daftar patogen prioritas, baik virus maupun bakteri, sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesiapsiagaan nasional, termasuk ketersediaan vaksin, obat-obatan, dan langkah-langkah penanggulangan lainnya.
“Identifikasi prioritas ini juga memperkuat surveilans rutin, salah satunya melalui program ILI (Influenza-like Illness) dan SARI (Severe Acute Respiratory Infections), serta pemanfaatan laboratorium kesehatan masyarakat (labkesmas),” kata Bonanza Perwira Taihitu.
Saat ini, labkesmas tingkat 2 tersebar di 232 kabupaten/kota di Indonesia, sedangkan labkesmas tingkat 3 ada di 30 provinsi. Selain itu, terdapat dua labkesmas tingkat nasional dengan satu laboratorium yang dilengkapi fasilitas Biosafety Level 3 (BSL-3) di Balai Besar Laboratorium Biologi Kesehatan, Jakarta.
“Diharapkan identifikasi ini akan meningkatkan kewaspadaan semua pihak serta memperkuat sistem peringatan dini terhadap situasi yang berkembang di setiap wilayah,” imbuh Bonanza.
Pemerintah Indonesia juga menerapkan pendekatan One Health, yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk menangani tantangan kesehatan secara menyeluruh. Pendekatan ini sejalan dengan rekomendasi dari WHO, FAO, dan WOAH.
Selain fokus pada patogen prioritas, pemerintah terus memantau penyakit infeksi emerging yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan, seperti Mpox, COVID-19, Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan Avian Influenza (H5N1, H5N6, H9N2).
Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, M.K.M, menegaskan pentingnya pemetaan risiko penyakit infeksi emerging di tingkat daerah. “Banyak daerah yang belum memiliki peta risiko penyakit infeksi emerging. Oleh karena itu, dinas kesehatan dan pemangku kepentingan terkait perlu melakukan pemetaan risiko dan merekomendasikan tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan dan respons terhadap potensi risiko penyakit infeksi emerging,” tegasnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.