KABARBURSA.COM - Awal September menandai babak baru yang bergejolak di Wall Street. Bursa saham Amerika Serikat terseret arus tekanan setelah pengadilan banding federal memutuskan bahwa sebagian besar tarif impor era Presiden Donald Trump tidak sah secara hukum. Namun, ketetapan itu tak langsung mencabut tarif—pengadilan memberikan tenggat hingga 14 Oktober, membuka kemungkinan campur tangan Mahkamah Agung atas permintaan Trump.
Keputusan ini menambah lapisan ketidakpastian hukum yang menghantui lantai perdagangan, hanya beberapa saat setelah pasar kembali bergeliat pasca-libur Labor Day. Seolah sesuai takdir pasar, September kembali hadir sebagai bulan dengan reputasi suram. Indeks volatilitas Cboe—barometer utama ketakutan investor—melonjak.
Dilansir dari reuters, Wall Street menutup hari dengan kemunduran serentak:
Dow Jones terkikis 249,07 poin (−0,55 persen) ke 45.295,81
S&P 500 jatuh 44,72 poin (−0,69 persen) ke 6.415,54
Nasdaq anjlok 175,92 poin (−0,82 persen) ke 21.279,63
“Apakah strategi tarif Trump telah menciptakan alienasi ekonomi sekaligus menggerus penerimaan negara? Inilah yang menggerakkan keresahan pasar,” ujar Oliver Pursche, Senior VP Wealthspire Advisors. Ia menambahkan bahwa meski tekanan ini nyata, belum saatnya menyebutnya awal dari kejatuhan besar. “September selalu tidak tenang—dan itu sudah jadi bagian dari ritme.”
Para pelaku pasar kini menanti laporan ketenagakerjaan AS yang akan dirilis Jumat (5/9). Jika tren negatif berlanjut, ini akan menjadi bulan keempat berturut-turut dengan melemahnya penciptaan lapangan kerja.
Sebagian besar analis yakin The Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dalam rapat kebijakan 17 September, sebagai langkah pencegahan terhadap perlambatan ekonomi.
Namun, di balik bayangan suram itu, satu geliat positif mulai terasa: jendela IPO musim gugur resmi terbuka.
IPO Roadshow Kembali Menggema, Optimisme Pasar Bangkit
Setelah tertunda cukup lama, perusahaan-perusahaan dari berbagai sektor—teknologi, kripto, konsumer, hingga jasa teknik—kembali meluncurkan IPO roadshow. Musim gugur menjadi momentum krusial untuk mengetes suhu pasar yang sempat membeku akibat kebijakan perdagangan Trump.
Meredanya kekhawatiran terhadap tarif menjadi angin segar bagi para emiten. Menurut analis, periode antara September hingga pertengahan Oktober akan menjadi ujian vital bagi daya tahan Wall Street menghadapi ketidakpastian politik dan ekonomi global.
Beberapa nama besar yang siap masuk bursa:
Klarna, pionir fintech asal Swedia
Gemini, bursa kripto milik si kembar Winklevoss
Black Rock Coffee Bar, jaringan kafe dari AS
Figure Technology, perusahaan pinjaman berbasis blockchain
Legence, spesialis jasa teknik dan pemeliharaan
Josef Schuster, CEO IPOX, menilai arus optimisme terhadap pasar IPO tetap kuat dan cenderung akan berlanjut hingga 2026. “Investor menunjukkan ketertarikan tinggi terhadap perusahaan di sektor teknologi dan konsumer,” ujarnya.
Tak heran, karena secara historis, musim gugur hingga akhir tahun merupakan musim tersibuk IPO. Setelah jeda musim panas, perusahaan dan investor institusional berlomba memanfaatkan celah waktu sebelum tutup tahun fiskal.
Keyakinan investor mendapat dorongan tambahan dari performa gemilang sejumlah perusahaan yang melantai di awal tahun. Beberapa di antaranya:
Circle (CRCL.N), penerbit stablecoin
Firefly Aerospace (FLY.O), startup luar angkasa
Bullish (BLSH.N), platform kripto yang sedang naik daun
Pasar saham yang berada di dekat rekor tertingginya menjadi katalis positif. Ditambah ekspektasi penurunan suku bunga, valuasi saham menjadi lebih menggoda.
Tarik Ulur Tarif Masih Jadi Bayang-Bayang
Gelombang IPO sempat terhenti pada April 2025 saat Trump mengumumkan lonjakan tarif terhadap sejumlah negara. Keputusan itu mengguncang pasar global dan membuat banyak perusahaan menunda peluncuran saham perdana mereka.
Namun kini, dengan tensi yang mulai mereda, perusahaan-perusahaan yang sempat menahan diri mulai melihat musim gugur sebagai peluang emas. Meski demikian, ancaman tak sepenuhnya hilang. Ketidakpastian geopolitik, fluktuasi suku bunga, dan potensi lanjutan perang dagang masih menghantui.
“Selama risiko tarif tetap ada, pasar akan terus menghadapi tekanan likuiditas dan volatilitas yang tinggi,” ungkap Schuster.
Kripto, AI, dan Keuangan Jadi Magnet IPO
Menurut Jeff Zell dari IPO Boutique, sektor digital asset dan kecerdasan buatan (AI) akan menjadi motor utama dalam gelombang IPO kali ini. Sementara itu, sektor keuangan menunjukkan resiliensi tinggi, menjadi penggerak utama pemulihan pasar IPO karena lebih tahan terhadap dampak tarif langsung.
Data dari Dealogic mengonfirmasi bahwa lonjakan IPO tahun ini sebagian besar berasal dari sektor keuangan—didorong oleh fundamental yang kokoh dan permintaan investor yang stabil.
Jika tren ini berlanjut, banyak analis memperkirakan tahun 2026 bisa menjadi titik balik IPO secara struktural, menciptakan lintasan baru bagi perusahaan besar yang sebelumnya enggan masuk bursa.
“Dengan kombinasi antara kondisi pasar yang solid, valuasi menarik, dan momentum teknologis, kita bisa melihat lebih banyak big names yang akhirnya berani go public,” tutup Zell.
Di tengah guncangan geopolitik dan bayang-bayang resesi, Wall Street berdiri di persimpangan jalan: antara skeptisisme yang mengakar dan harapan baru yang tumbuh lewat kembalinya gairah IPO.(*)