KABARBURSA.COM - Laporan kinerja PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) pada paruh pertama 2025 memberi sinyal bahwa tahun ini bukan perjalanan yang mulus. Bank yang dikenal dengan logo pita emas ini hanya mampu mengantongi laba bersih Rp4,7 triliun pada kuartal II 2025, turun 12 persendibandingkan periode yang sama tahun lalu maupun kuartal sebelumnya.
Jika diakumulasikan, laba bersih semester pertama tercatat Rp10,1 triliun, melemah 6 persen secara tahunan. Angka tersebut baru memenuhi 46 persen proyeksi laba konsensus untuk setahun penuh, di bawah rata-rata dua tahun terakhir yang mencapai sekitar 50 persen.
Penyebab utama pelemahan ini terlihat jelas pada Pre-Provision Operating Profit (PPOP), yang turun 5 persen pada kuartal II dan 2 persen sepanjang semester pertama.
Tekanan berasal dari pendapatan non-bunga yang ikut menurun, masing-masing 2 persen dan 3 persen secara tahunan pada kuartal II dan semester I, di tengah kenaikan biaya operasional yang mencapai 5 persen di kuartal II dan 3 persen pada semester pertama.
Di sisi lain, pendapatan bunga bersih (Net Interest Income) hanya tumbuh tipis, sekitar 2 persen sepanjang semester pertama, jauh di bawah pertumbuhan kredit yang mencapai 7 persen per Juni 2025. Ketimpangan ini menggambarkan margin yang semakin tertekan.
Net Interest Margin (NIM) BBNI juga ikut terkikis, turun ke 3,7 persen pada kuartal II dari 4 persen pada periode yang sama tahun lalu. Dibandingkan kuartal I yang masih berada di 3,9 persen, penurunannya semakin terasa.
Secara kumulatif, Stockbit Sekuritas focus pada NIM semester pertama 2025 BBNI yang berada di level 3,8 persen, turun dari 4 persen di semester pertama 2024. Biaya dana (Cost of Fund) yang terus meningkat menjadi penyebab utama.
Karena itu, manajemen merevisi target NIM tahun ini, dari kisaran 4–4,2 persen menjadi minimum 3,8 persen.
Perbankan Masih Menarik di Kuartal II 2025
Meski demikian, mereka tetap optimistis kondisi likuiditas perbankan akan membaik di paruh kedua 2025, seiring ekspektasi turunnya suku bunga acuan, meredanya yield SRBI, dan percepatan belanja pemerintah.
Kualitas aset juga menjadi sorotan. Beban provisi naik signifikan hingga Rp2 triliun di kuartal II, atau meningkat 15 persen secara tahunan. Sepanjang semester pertama, total beban provisi mencapai Rp3,8 triliun, naik 8 persen dibanding tahun lalu.
Rasio kredit bermasalah (NPL) berada di 1,9 persen, sedikit memburuk dibanding 2 persen pada kuartal I 2025. Segmen konsumer, terutama pembiayaan rumah dan kendaraan, mengalami lonjakan NPL hingga 2,1 persen, yang dipicu melemahnya daya beli masyarakat.
Di tengah laporan keuangan yang kurang memuaskan, BBNI juga tersorot karena keterlibatannya dalam program Koperasi Desa Merah Putih.
Meski belum banyak penjelasan detail, manajemen memastikan bahwa proses pemberian kredit tetap melalui seleksi ketat dan porsinya akan dikelola dengan hati-hati agar tidak mengganggu kesehatan keuangan bank.
Secara keseluruhan, semester pertama 2025 menempatkan BBNI pada fase penyesuaian besar. Margin yang tergerus dan biaya pencadangan yang meningkat menjadi pekerjaan rumah utama. Namun, prospek perbaikan likuiditas dan potensi penurunan suku bunga pada paruh kedua membuka peluang bagi bank untuk memperbaiki kinerja.
Bagi investor, saat ini bisa menjadi momentum penting untuk memantau strategi manajemen dalam menjaga pertumbuhan kredit dan kualitas aset, sembari menunggu sinyal pemulihan yang lebih jelas.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.